Wiper itu bergerak pelan, menepis titik-titik hujan yang membasahi kaca mobil Devon. Suaranya yang mendesis pelan, memecah keheningan yang ada di antara mereka.Pandangan Marsha tertumbuk pada jemari tangannya yang sedari tadi menari-nari gelisah. Sementara Devon, masih terdiam dari balik kemudi. Pikiran pria itu masih kacau. Terus terang, pesan singkat Marsha bagai bom yang jatuh tepat di depan mukanya.“Saya udah telat tiga hari, Pak…” ucap Marsha pada akhirnya, mengingatkan isi pesannya.Helaan napas berat keluar dari hidung Devon.“Tiga hari?” Ulang pria itu.“Iya, Pak.”“Apa… kamu sering telat sebelumnya?”Marsha menggeleng, menoleh ke arah Devon yang nampak pucat. “Makanya saya agak cemas.”Hening kembali datang. Hanya terdengar suara hujan yang membentur atap mobil.Devon mengusap wajahnya lalu bersandar ke kursi. “Baiklah. Sebaiknya, kamu jangan panik dulu.”“Saya hanya cemas, Pak, bukan panik,” balas Marsha sedikit sinis. “Sepertinya yang panik malah Bapak.”Devon tertawa get
Last Updated : 2025-11-13 Read more