Semua Bab Rahasia Di Barisan Belakang kelas: Bab 1 - Bab 10

Aku punya tingkat kecanduan yang sangat kuat.Pada usia di mana gadis-gadis lain belum mengerti apa-apa, aku sudah belajar memuaskan diri dengan menjepit kedua kaki.Seiring bertambahnya usia, sekadar menjepit kaki sudah tidak mampu memuaskanku lagi.Aku menginginkan sesuatu yang lebih memacu adrenalin, yang membuat wajah memerah, sekaligus mendebarkan.Setelah menjadi asisten dosen di kampus, suatu kali aku tak sengaja memutar film dewasa di kelas. Saat itulah, aku menyadari hal yang dapat memicu sensasi yang lebih besar. Sejak saat itu, aku jadi sangat gemar duduk di barisan paling belakang kelas, menggunakan benda pink untuk memuaskan diriku berulang kali.Hari ini, kecanduanku kambuh lagi. Saat kelas berlangsung, aku duduk di barisan belakang yang kosong. Mumpung dosen belum mulai perkuliahan, aku memanfaatkan penghalang dari meja untuk melepaskan pakaian bawahku.Begitu selesai membukanya, seketika angin dingin mulai terasa. Tubuhku dipenuhi sensasi yang sulit dijelaskan, aku mul

Aku terkejut dan panik, segera menggunakan tasku untuk menutupi bagian bawah tubuhku.Jika ada orang yang membuka pintu dan masuk sekarang, mereka akan melihat diriku dalam keadaan telanjang bagian bawah, dengan wajah memerah karena bergairah.Memikirkan itu, meskipun terasa menakutkan dan memalukan, entah mengapa aku malah merasakan gelombang kenikmatan yang samar-samar.Semakin memacu adrenalin, aku semakin menyukainya. Ini bisa membuatku merasakan kebahagiaan yang luar biasa.Aku bahkan mulai mengharapkan mereka untuk masuk.Karena terkadang mahasiswa dari jurusan lain diizinkan untuk mengikuti perkuliahan."Ada orang di barisan belakang, kita bisa gampang ketahuan."Terdengar suara perempuan lain, ada sedikit keraguan di dalamnya.Aku tak bisa menahan diri untuk menguping."Sayang, jangan takut. Lihat, bu dosen itu terus menunduk melihat ponselnya. Selama gerakan kita pelan, dia nggak akan menyadari kita. Orang-orang di depan juga pasti nggak akan menyadari kita.""Kamu nggak meras

Aku langsung merasa tegang, menutupi diriku dengan kedua tangan.Dia adalah mahasiswa yang pernah mengejarku sebelumnya dan ditolak olehku.Aku lupa bahwa dia sering datang menemaniku di kelas, tanpa memedulikan persetujuanku.Meskipun punya kelainan kecanduan, aku tetap selalu terlihat menjaga jarak dengan orang lain… Aku tak berani membayangkan konsekuensi mengerikan apa yang akan terjadi kalau kelainan kecanduanku diketahui orang lain.Seperti saat ini.Mata mahasiswa itu tertuju padaku, menatap lurus ke tubuhku.Bersamaan dengan rasa malu dan takut, keinginan di tubuhku kembali bangkit di bawah tatapannya."Kamu… jangan mendekat," ujarku sambil buru-buru menarik celana di kakiku ke atas.Namun, suara penolakanku justru dipenuhi nada menggoda, karena baru saja mencapai puncak klimaks. Lebih terdengar seperti mengharapkannya."Ternyata Bu Lusia suka yang begitu menegangkan? Kamu pasti sangat nggak nyaman, ‘kan? Sini, biar kubantu." Mahasiswa itu sudah berjalan ke sampingku dan duduk,

Hingga saat mandi di malam hari, aku menyadari bahwa celana dalamku hilang.Wajahku langsung memerah. Aku berpikir mungkinkah tertinggal di kelas atau diambil oleh mahasiswa itu?Apapun kemungkinannya, aku sulit menerimanya.Setelah selesai mandi, aku menerima pesan dari mahasiswa itu.Dia mengirimkan foto pakaian dalamku, sebuah thong berwarna hitam.Dia bilang ingin mengajakku untuk bertemu sekarang juga di ruang kelas 302.Jantungku berdebar kencang. Aku menggigit bibir rapat-rapat. Setelah pergulatan batin, aku memutuskan untuk berpura-pura tidak melihat pesan tersebut.Hanya sehelai celana dalam, dia tak akan berani melakukan apa-apa.Keesokan paginya saat hendak pergi mengajar, mahasiswa itu sudah menungguku di lantai bawah sambil membawa sebuket bunga mawar yang besar.Awalnya, aku ingin langsung melewatinya, tapi dia memanggilku, "Lusia, kamu yakin mau pergi begitu saja?"Menyadari ancaman dalam kata-katanya, aku terpaksa mendekatinya."Peter, apa yang sebenarnya mau kamu lakuk

Dering telepon menyelamatkanku.Saat dosen tinggal dua tiga langkah dariku, ponselnya yang tergeletak di podium berdering.Untungnya, aturan baru-baru ini menetapkan bahwa dosen harus menjawab telepon meskipun sedang mengajar, agar tidak melewatkan informasi penting.Dosen kembali untuk mengangkat telepon, memberi isyarat agar aku duduk dan memintaku untuk memeriksa kehadiran dengan benar lain kali.Aku pun duduk, menghela napas lega.Aku buru-buru menarik celana ke atas.Kemudian, aku melirik tajam ke arah Peter. Dia hampir membuatku malu di depan semua orang.Pada saat yang sama, aku dilanda kepanikan yang mendalam.Bagaimana jika Peter terus mengancamku dengan rekaman CCTV?Bukankah itu artinya aku akan tunduk pada kendalinya?Hal yang paling tidak kusukai adalah dikendalikan oleh orang lain.Selama jam kelas selanjutnya, Peter terus mempermainkanku, tapi aku sibuk memikirkan cara untuk melepaskan diri darinya.Begitu bel akhir pelajaran berbunyi, Peter sudah tidak tahan lagi. Dia m