Aku menutup panggilan itu, lalu mematikan komputer dengan tenang. "Nggak apa-apa. Aku Cuma mengobrol sama dosen soal urusan perceraian."Ekspresi Sakha langsung berubah. Hampir seketika dia menerjang ke hadapanku. "Perceraian apa? Kamu mau cerai denganku?"Aku mundur dua langkah dan menjawab dengan asal, "Bukan. Ada kasus. Dosen cuma ingin minta pendapatku."Barulah pria itu menghela napas lega, lalu menyodorkan kantong kertas di tangannya kepadaku. "Ini buat kamu."Gambar pada kantong itu adalah toko kue favoritku.Sebelum menikah, setiap kali Sakha membuatku marah, dia akan pergi ke toko itu untuk membelikan kue. Toko tersebut sangat ramai. Setiap kali membeli, harus mengantre setidaknya dua jam.Demi membujukku, tak peduli hujan atau cuaca buruk, selama aku bilang ingin makan, dia akan pergi ke sana sendiri untuk mengantre. Kadang aku merasa kasihan dan menyuruhnya memakai jasa kurir.Namun, Sakha selalu berkata, "Prycil, nggak apa-apa. Demi kamu, aku ikhlas."Mengingat itu, hatiku
Read more