Half an hour later, Rowan called to say, "Chairman, I have checked, Miss Grainne is safe now, she is taking her son on a trip to Switzerland." "Are you in Switzerland?” Carwyn Levi frowned, the anxiety in his heart finally subsided. "Yes, that's right, Harry's school organizes an event for parents, it's going to Switzerland to see the snowy mountains. Did you forget? This activity is sponsored by you." Rowan said respectfully. Too many things happened in the past few months, so how can you remember something as small as this? Rowan continued: "Yes boss, there's one more thing, I don't know if I should say it or not." Carwyn Levi's face revealed an annoyed look, "If you have something to say, say it right away, don't hide it." Rowan replied: "Boss, Miss Grainne is going to Switzerland this time with Liam William of the William family. According to my investigation, Liam William participates in activities as the father of baby Harry." Carwyn Levi felt like he heard a thunderclap in his ears. Liam William as Harry's father to go to Switzerland with their mother and daughter? Just thinking about how Liam William would most likely be sleeping in the same bed as Grainne, hearing Harry coax an uncle William's voice, Carwyn Levi felt a chill all over her body. He clenched his fists and said to Rowan on the other end of the line: "Book me a plane ticket to Switzerland, tomorrow morning to the hospital and take me to the airport!" I was worried for her safety and rushed here to see if she was safe, but she and Liam William went to Switzerland to see the snow?
View MoreKetika matahari mulai bergerak turun dan perlahan berjalan meninggalkan langit yang terang. Alvan duduk seorang diri di salah satu bangku toko tempatnya bekerja, sambil menatap semburat warna jingga yang memenuhi langit.
Waktu jam kerjanya sudah berakhir dan dari jarum jam yang tertera di jam tangannya, ia tahu, wanita yang sedang ditunggunya itu akan segera tiba. Namun apakah ini sudah merupakan keputusan finalnya? Apakah ia tidak akan mencoba mengubahnya pemikirannya lagi?
Dalam kebimbangan yang tiada akhir, Alvan mengusapkan jarinya pada layar ponsel dan membiarkan potret keluarganya membantu dirinya menyelesaikan pergumulan hatinya yang terasa melampaui berat. Namun bukannya merasa lebih tercerahkan, Alvan justru makin dibuat kalut oleh pikiran-pikirannya dan sekarang ia benar-benar tak tahu apa yang harus ia lakukan.
Di tengah pikiran yang sudah terlanjur goyah itu, wanita tersebut hadir dan duduk di hadapannya dengan senyum lebar. "Kau sudah selesai bekerja?"
Harusnya dia datang lima belas menit atau sepuluh menit lebih cepat, di saat ia kehilangan akalnya untuk sesaat. Dengan begitu ia dapat berani dan nekat mengambil keputusan 'gila' yang tak akan diambil oleh sisi dirinya yang 'waras'. Namun karena dia datang terlambat dan pikiran 'sehat'nya berhasil mengolah kondisi ini dengan baik, ia merasa memiliki seribu alasan untuk kembali mundur dan menolak tawaran wanita tersebut.
"Ya." jawabnya dengan suara muram yang menginterpretasikan seberapa besar keraguan yang mulai mempengaruhi dirinya.
"Meskipun aku sudah tahu kau akan menghubungiku suatu hari, aku tetap terkejut." Elsie terkekeh dan melemparkan senyum bangga. "Kau sudah memutuskan hal yang benar."
Entahlah. Apakah ia sudah melakukan keputusan yang benar atau yang benar-benar salah? Ia tak mengerti.
Dari dalam tasnya, wanita itu mengeluarkan beberapa lembar kertas —yang dipenuhi oleh tulisan dan hanya menyisakan sedikit ruang dibagian bawah yang digunakan untuk merekatkan meterai— lalu menaruhnya di antara mereka.
Tanpa perlu membacanya benar-benar, Alvan sudah tahu —kurang lebih— apa yang tertera di kertas itu, yang antara lain adalah kontrak hubungan mereka yang panjang dan penuh syarat. Apakah ia kecewa? Tidak. Perlu digaris bawahi, sejak awal Alvan tidak mengharapkan banyak hal muluk-muluk mengenai hubungan ini. Kenapa? Karena yang mendatangi dan mendatanginya adalah wanita dengan beraksesoris mahal, yang jelas-jelas tak cocok dengan konsep rumah makan ini dan juga dengan dirinya. Untuk apa seorang wanita kaya, pintar dan cantik, menginginkannya menjadi suaminya, jika bukan karena semua syarat dan tuntutan yang tertulis di kertas perjanjian ini.
Ini tidak lebih dari hanya sekedar hubungan simbiosis mutualisme.
Jadi dengan wajah datar, dagunya yang tajam menunjuk lembar perjanjian tersebut. "Haruskah aku menandatanganinya, agar kita dapat mengesahkan perjanjian ini?"
"Tidak. Tidak perlu." Setelah meletakkan kertas itu di depannya, kini Elsie menggeser benda tersebut ke samping meja dan menyodorkan uluran tangan sebagai gantinya. "Walaupun awalnya aku ingin menggunakan surat tertulis itu untuk membuat janji kita, tapi di perjalan aku berubah pikiran. Alih-alih mencurigai komitmen kita satu sama lain, aku ingin mengawali hubungan ini dengan kepercayaan. Bagaimana jika kita saling mengucapkan janji kesetiaan kita sambil berjabat tangan? Kudengar semua pasangan lain melakukan hal serupa di pernikahan."
Seharusnya bergandengan tangan, bukan berjabat tangan. Alvan mencoba meluruskannya dalam hati.
Sedari awal hubungan ini sudah dimulai dengan sesuatu yang aneh dan salah.
Dengan permulaan yang kelam ini, akan jadi seperti apa masa depan mereka? Mungkin akan menjadi sangat suram, atau menjadi lebih dari sekedar suram. Entahlah, ia tak tahu.
"Kenapa diam saja? Tanganku sudah pegal menunggu." keluh Elsie padanya yang terdiam mematung.
Alvan terperanjat dan —dengan laju yang perlahan tapi pasti— ia menyambut uluran tangan itu.
"Aku yang akan memulai perjanjian ini." Tanpa menunggunya menyetujui usulan tersebut, Elsie segera memulai janjinya tanpa ragu, "Seperti yang kujanjikan, aku akan membiayaimu."
Berhenti.
"Aku akan menikahimu." Sahut Alvan untuk melengkapi poin pertama perjanjian pernikahan mereka.
Lalu Fio melanjutkan perjanjiannya yang lain. "Aku akan membantu perekonomian keluargamu."
Ia harus berhenti.
Alvan menarik napas dalam-dalam, lalu menyebutkan ikrarnya yang lain. "Aku akan membantumu mendapatkan warisan kakekmu."
"Aku akan bertanggung jawab untuk pendidikan adikmu."
Sesuatu di dalam hatinya menggedor pintu akalnya dan berusaha untuk menyadarkannya.
"Aku akan bertanggung jawab atas diriku sendiri dan berusaha sebisa mungkin untuk tidak mencoreng ataupun memburukkan namamu." Ia tetap melanjutkan perjanjian ini meskipun perasaan ragu menggelisahkan dirinya.
"Aku akan memprioritaskan keluargamu."
"Aku akan memprioritaskan kepentinganmu dan perusahaanmu."
"Aku akan setia padamu."
Berhenti! Berhenti! Berhenti!
Namun sekeras apa hatinya berteriak, Alvan sudah memutuskan untuk menutup hati nuraninya dan akal sehatnya. Ini semua demi keluarganya. Ini demi dirinya dan kehidupannya.
"Aku akan setia padamu."
'Penyesalan. Dirinya di masa depan pasti akan menyesal!' ujar hatinya yang terdengar sangat kecewa pada keputusannya yang gegabah.
Namun sebuah pertanyaan lain menguatkan dirinya, 'Dengan dia menolak, apakah ia juga akan terhindar dari sebuah perasaan penyesalan?'
Jika pada akhirnya dia akan menyesal juga, lantas ia harus mengambil jalur yang akan lebih memberinya keuntungan, dan inilah pilihan itu.
"Terakhir." Kali ini genggamannya lebih erat dari sebelumnya dan Elsie memberikan sorot mata penekanan yang membuat perjanjian ini lebih unggul dibandingkan perjanjian lainnya. Perjanjian yang diambil wanita itu pada dirinya sendiri dengan sepenuh hati, "Aku, aku tidak akan satu kali pun mencintaimu."
Setelah ia melewati apa yang disebut 'penyesalan' itu, kini ia tahu apa pentingnya mendengar suara hati. Selagi menelan air ludahnya, diam-diam Alvan menyesali keputusannya yang sudah ia ambil satu detik yang lalu. Andai saja ia merasa goyah dan menghentikan kegilaannya ...! Namun bagaimana lagi, semua sudah terjadi dan tak ada jalan baginya untuk mundur.
Kini kisah cinta 'tiada harapan' akan segera dimulai. Hanya saja, membayangkan jalan berduri yang akan dilewatinya membuat dirinya gemetar. Bahkan dengan tangan yang masih menjabat tangan wanita itu, ia bisa merasakan kerapuhan dari perjanjian yang sudah diikrarkan mereka. Sekarang ia bukan lagi bertanya dalam hati, 'apakah hubungan ini akan hancur?', melainkan ia bertanya 'kapan hubungan ini akan hancur' seolah ia sudah merasa yakin bahwa aliansi berselubung pernikahan ini akan hancur dalam sekejap. Entah kehancuran ini akan berwujud perpisahan di persidangan atau menjadi sebuah pernikahan abadi tanpa cinta.
Apapun itu, ia sudah terlanjur menginjakkan kakinya ke dalam kehidupan mempelai wanita gila ini, dan tidak ada lagi yang dapat dilakukan sang mempelai pria selain menjalani perjanjian ini, selagi menunggu kapan 'akhir' dari hubungan itu akan diputuskan. Lagipula mereka sangat cocok, karena kedua mempelai itu sama-sama gila.
...****************...
Reading this far, Carwyn couldn't hold back her tears. No matter how strong he is, he can't help but miss the old man Levi. Grandpa, rest assured, I will definitely help you find her! Carwyn decided to finish the things in front of him, wait for Mira Aura's punishment, and start looking for Sabrina Cruz. Today, Mira Aura bought a bunch of flowers, and there were a lot of dishes Nadia liked to eat, ready to pick her up from the hospital. But after going to the hospital, the doctor told her again, Nadia had been discharged long ago, leaving her only a letter. In the letter, Nadia expressed feelings that she had not dared to show for many years.She said, she loves you very much his father, so in order to avenge his father, he agreed to join his mother's plan. But later, when she discovered that her mother had tricked her, everything was too late. At that time, her hand was covered with fresh blood, it was too deep. She couldn't disagree with Mira Aura's request, doing things against her
Harry stopped crying, widened his eyes and asked, "Really?" Grainne nodded vigorously and said, "Yes, of course it is." “So where did that bad guy go?” Harry asked innocently, still a bit incredulous. "The bad guy was taken away by the policeman before" After Grainne finished speaking, Harry raised his head Look closely at Carwyn.When the boy saw Carwyn's eyes filled with love, he couldn't help but rush into his lap. God knows how much the boy, facing his father's face these days, wanted to pounce on him. Now that his father is back, the boy can later play comfortably in his father's lap. Carwyn picked the boy up, so excited that he even picked him up and spun him around a few times, making him laugh hi hi ha ha. The house phone rang again when the family members were happily reunited. Grainne went to answer the phone, but Mira Aura's voice came from the phone.She even dared to call here. “Grainne, I'm Mira Aura! Mira Aura spoke briefly. Grainne replied, "I know, what's wrong with y
Late at night, on the highway connecting city H and city Y, there is a luxury car flying like a fly, the man sitting on that car has His face was extremely handsome, but he seemed full of emotions. After reaching Y City, Carwyn stared intently at the road ahead as he began to think about where to look. But at that moment, a bright light flashed directly into his eyes in the distance. A truck was traveling in the opposite direction, its headlights shining straight at Carwyn's car.The truck driver was so tired that he fell asleep at the wheel, even though the truck sped away like a horse without a rein. By the time Carwyn realized everything, it was too late. He struggled against the blinding light ahead, pushed the steering wheel all the way, causing the car to slam into the roadside barricade... The moment he hit the barricade, Carwyn felt his whole body shatter.The car then spun around in the air and then flipped upside down on the road, causing Carwyn I felt like someone hit my he
After eating the spicy hot pot, the weather was also very good. Egan entered the room as usual but was called back by Grainne, “Ah… Carwyn, Harry has been having nightmares a lot lately, could you please sleep with him for the time being? Wait until you feel better, then go to my room to sleep Egan ignored it, nodded, turned and walked into the room. Egan lay in bed, the night was so quiet, but he couldn't sleep. Mira Aura only gave him ten days.What does he have to do to win JK smoothly? Early the next morning, he entered the office, preparing to discuss with Grainne about Grainne ignored transfer of authority. Suddenly he finds it more and more difficult to achieve his goal. Simon went to the company and said to borrow Grainne for a few days because during the design of the new season of Mirandas, she needed to be supervised. Grainne goes with Simon to Mirandas. On the way, Simon focused on driving, Grainne silently looked out the window, the atmosphere in the car was very quiet.S
After he called for a few hours, many doctors came to check on him. They said he had nothing to worry about. Not long after that, this woman also arrived. She said her name was Nadia, was his wife, but he was unimpressed. She pointed to her bulging belly, softly telling him, in it was the crystallization of the two of them's love. She said, they were originally very happy, but because he drank too much, he was hit by a car and was in a coma for two months.The doctor said he might not wake up, but she didn't believe it. She stood firm by his side, fortunately, God had eyes and brought him back to her side again. He lost his memory, everything before was forgotten. She says it's okay, she will always be with him no matter what. Then they came to this mansion. Nadia says they have a company in Y city so she can't stay here often, she has to manage their company well, she can only come here once a week, stay with him for two days. Waiting for him to rest in peace and recover, she will re
But now that he is back, she just wants to cry on his lap. The guards all went out and helped them close the door. Crying for a long, long time, she finally stopped. She raised her head and asked, "Where have you gone? Where did you go? Where are you going?" She kept repeating this question over and over, no matter how ugly her current tear-stained-nose appearance was. "Sorry to you" He softly said these three words, but she felt somewhere in her heart soften. What she missed for so many days, finally returned to her side. It was just that she felt as if his voice was a little different, but she couldn't tell where the difference was in the end. He stretched out his arms to hug her in his arms, smiled and said: "Just now I originally wanted to go straight up there to find you, but the security guard wouldn't let me. This is not to blame the defense.The CEO who had been missing for a few months suddenly returned, and everyone would be startled. But anyway, the guard is still the guard
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments