Zeus terbang diatas awan dengan sepasang sayap besarnya yang berwarna gelap.
Pria iblis itu lalu turun dan segera mendaratkan sepasang kakinya di tepi lautan yang membentang luas.
Tanpa dipanggil, seekor mermaid perempuan muncul dari dalam air dan tersenyum lebar ketika melihat Zeus berkunjung ke lautan tengah malam.
Emerald berenang mendekat hingga tubuhnya terdampar ditepian laut.
Gadis bersurai coklat itu kemudian berdiri lalu menunduk hormat dihadapan Zeus dengan tubuh manusianya.
"Apa yang membuat Yang Mulia penguasa kegelapan sampai jauh-jauh datang kemari? Apakah anda ingin mendapatkan pelayanan dari saya lagi, Yang Mulia Zeus?"
Zeus menatap Emerald dengan tatapan mata nyalang menghunus tajam.
"Dimana Rajamu?""Apa yang Anda inginkan?"
"Aku ingin membunuhnya."
Kepala Emerald tertunduk gugup.
Aura hitam yang terpancar dalam kemarahan Zeus terlampau kuat membuat gadis setengah duyung itu tidak bisa mengangkat kepalanya untuk menggoda seperti biasa."Raja Darius sedang tidak berada di Istana bawah laut, Yang Mulia. Saat ini tahta kerajaan laut sedang kosong karena Raja Darius masih belum kembali."
"Apa kau mencoba membohongiku Emerald."
Emerald segera bersimpuh dibawah kaki Zeus.
"Mohon ampun Yang Mulia. Sumpah atas nama Anda, Raja Darius benar-benar menghilang sejak seminggu yang lalu. Semua makhluk dilautan sudah dikerahkan untuk mencarinya diseluruh perairan di muka bumi ini, namun tidak ditemukan sama sekali batang hidungnya."Iris mata Zeus berkilat-kilat merah. Pria itu menggeram kesal dan memilih mengepakkan kembali sepasang sayap besarnya terbang keatas langit.
Meninggalkan Emerald yang sudah jatuh pingsan secara tiba-tiba setelah kepergiannya.
Zeus pergi dengan suasana hati yang begitu buruk.
Bahkan dalam perjalanannya, Zeus menghancurkan hutan dan membunuh semua binatang yang terbang melewatinya.
Pria itu mengamuk dalam amarah, merasa butuh pelampiasan untuk meluapkan emosi dalam dadanya.
Hutan yang terbakar ketika kakinya melangkah turun membuat berberapa makhluk keluar dari persembunyian mereka, lalu bersujud ketika melndapati Zeus yang ternyata berdiri dihadapan mereka.
Para siluman memohon ampunan karena sempat melakukan penyerangan.
"Jika ada yang melihat Darius, bawa makhluk kotor itu kehadapanku hidup-hidup!"
Perintahnya pada semua makhluk disana.
Zeus kemudian menghilang dalam sekejap dan membuat semua makhluk disana saling berpandangan dengan ekspresi wajah kalut.
Raja Darius adalah penguasa lautan, sama-sama keturunan lucifer dan merupakan musuh terbesar Zeus.
***
Hera duduk menunggu di aula utama. Semua orang juga berada disana, menunggu kedatangan Zeus yang masih belum kembali hingga larut tengah malam.
Enrico yang mendapatkan kabar bahwa Zeus sedang mengamuk di hutan bagian selatan segera mengambil sikap waspada, merasa was-was karena kemungkinan besar Zeus akan kembali masih dengan amarahnya.
Enrico berusaha mengantisipasi hal tak terduga yang bisa saja terjadi malam ini.
"Yang mulia!"
Hera tiba-tiba bangkit dari duduknya, gadis buta itu melangkah pelan dengan bantuan Ana ketika merasakan kedatangan Zeus yang masuk dari arah pintu kastil.
Ana tiba-tiba berhenti melangkah ketika merasakan aura hitam yang mengelilingi Zeus.
Hera yang turut merasakan hal serupa perlahan melepaskan pegangan tangan Anastasya dan memilih melangkah sendirian dengan hati-hati.
Semua orang yang melihat kedatangan Zeus langsung menundukan kepala mereka dan berbaris rapi.
Enrico segera menarik Ana menjauh ketika merasakan kemarahan dari tuannya itu.
"Yang Mulia."
Hera mengangkat tangannya, meraba-raba dan berusaha mencari keberadaan Zeus. Namun, tanpa disangka gadis itu malah mendapatkan tepisan kasar yang tidak terduga.
Semua orang sampai terkesiap ketika melihat tubuh Hera yang telempar jatuh keatas tanah hingga kedua telapak tangannya terluka.
Marrine dan beberapa pelayan secara spontan ingin mendekat, namun kembali urung ketika Zeus mengeluarkan nada geram dari nada suaranya.
"Jangan menyentuhku!" Sentak iblis itu kasar.
Hera meringis nyeri ketika merasakan telapak tangannya yang perih.
Gadis itu merasakan kakinya juga terkilir.
Namun tidak membuat Hera patah semangat dan tetap berdiri dengan bantuan diri sendiri.
Hera segera menundukan kepala ketika menyadari Zeus yang sedang dilingkupi kabut emosi.
"Maafkan saya Yang Mulia. Saya hanya mengkhawatirkan anda."
Zeus hanya menatap sekilas lalu kembali melangkah melewati Hera dan melewati semua makhluk yang tengah menunggu kedatangannya.
Zeus lalu menatap Enrico yang berdiri tepat didepan pasangannya, berusaha menyembunyikan Anastastya dibalik punggungnya yang merupakan seorang manusia biasa.
"Bawakan satu tumbal untukku. Jika tidak, gadismu itu yang akan kuhabisi." Secara naluriah, Enrico menggeram karena merasa nyawa Anastasya terancam.
Pria itu menunduk meski dengan kedua tangan yang memegang erat lengan Ana yang masih berdiri tegang dibelakang tubuhnya.
Hera menelan ludah susah payah, merinding dengan tubuh gemetar ketika mendengar suara Zeus.
Tubuhnya hampir jatuh kembali saat Zeus menghilang meninggalkan pelataran Istana.
Marrine dan semua pelayan bergegas mendekati Hera untuk membersihkan luka lecet dikedua telapak tangannya dan membawa gadis itu menuju kamar dilantai atas menggunakan portal.
Sementara Ana masih terdiam kaku dengan tubuh gemetar ditempatnya.
"Apakah Yang Mulia Zeus benar-benar akan memakanku?"
"Aku harus berburu manusia untuknya, pergilah ke kamarmu Ana."
"Tapi bagaimana dengan Queen Hera?"
"Ada Marrine dan pelayan Istana Darken yang bersedia membantunya. Aku tidak ingin Zeus hilang kendali dan benar-benar akan memakanmu. Jadi segeralah masuk kedalam kamar sekarang Anastasya."
Ana mengangguk setuju, hingga akhirnya menuruti perintah Enrico.
Semua orang telah masuk kedalam Istana untuk menghadap Zeus yang ingin melakukan rapat dadakan.
Sementara Hera sudah menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang, Marrine sedang mengobati luka Hera menggunakan ramuan obat yang di bawakan para pelayan.
Luka lecet ditangannya berangsur menghilang di detik setelah Marrine meneteskannya.
"Apakah Yang Mulia Raja sering hilang kendali seperti tadi, Marrine?"
Marrine terdiam dengan pikiran menerawang.
Hal seperti tadi, sebenarnya sudah menjadi makanan sehari-hari untuk semua makhluk yang tinggal di Istana Darken ini.
Kemarahan Zeus yang seperti tadi bahkan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kemarahan Zeus yang sebelum- sebelumnya.
Selalu ada nyawa yang melayang jika Zeus tengah murka.
Namun menjelaskan secara detailnya kepada Hera, hanya akan menumbuhkan rasa takut di hati murni ratu baru mereka itu.
Marrine berharap banyak pada sosok Hera yang mungkin bisa menjadi penenang bagi kemarahan sang penguasa kegelapan itu.
"Anda tidak perlu khawatir, Yang Mulia Ratu. Raja tidak akan melukai Anda. Karena jika itu sampai terjadi, itu sama saja dengan Yang Mulia Zeus melukai dirinya sendiri."
Hera terdiam, gadis itu tanpa sadar meremas selimut tebal yang menutupi sebatas pinggangnya.
Setelah menghela napas dan berusaha menormalkan degup jantungnya sendiri, pada akhirnya gadis itu memutuskan untuk tidur.
Marrine segera meminta semua pelayan keluar dan menutup pintu kamar membiarkan Hera menenangkan diri.
Meski dalam benak Marrine, wanita separuh baya itu merasa khawatir pada Hera yang pasti sedang meragukan dirinya sendiri perihal akankah dia bisa menjadi pawang dari sang penguasa kegelapan sekuat Zeus.
Marrine menutup pintu dengan hati-hati.
"Tidak mudah berburu manusia ditengah malam begini."
Marrine tersentak kaget ketika suara Enrico tiba-tiba terdengar ditelinganya.
Wanita itu menatap Enrico yang sedang duduk di pembatas anak tangga, sambil melipat kedua tangan didepan dada.
Marrine segera menyapa Enrico dengan kepala tertunduk hormat.
"Apakah anda sudah mendapatkan tumbal yang Raja minta, Tuan Enrico?"
Enrico tersenyum kecut.
"Awalnya, aku berpikir untuk menculik Luna Goldenmoonpack saja. Namun mengingat Ratu Hera sangat menyayangi kakak iparnya itu, pada akhirnya aku memutuskan untuk menculik seorang manusia yang sedang berkemah di hutan bagian timur."
Marrine berdoa dalam hati, semoga manusia yang menjadi tumbal malam ini masuk surga dan ditempatkan di tempat yang layak.
Mengingat siksaannya malam ini sungguh miris, Marrine yakin kali ini Zeus bukan hanya menghisap darahnya, melainkan juga menikmati tubuh manusia itu seperti malam yang sebelum-sebelummya.
"Ana, bisakah kau ceritakan padaku apakah Istana Darken sekarang terlihat indah?"Ana mengulas senyum manis begitu Hera bertanya padanya.Seperti yang biasa Hera lakukan ketika masih tinggal di Goldenmoonpack, gadis itu membuka jendela dan merasakan sapuan angin yang menyapu kulit wajah hingga menerbangkan beberapa helai rambut panjangnya yang indah.
Hera terbaring di kamarnya dengan pikiran kosong. Gadis itu hanya terus melamun meski Ana dan Marrine sudah membujuknya untuk makan malam. Sejak siang hingga malam hari, Hera masih enggan menyentuh makanan yang disajikan oleh para pelayan istana. Bahkan ketika mereka ingin mengobati luka memar yang masih terlihat membekas di leher Hera, gadis itu melarang dan malah terus menjauhkan diri. Ana yang tidak pernah melihat Hera dalam keadaan seperti ini, merasa sangat cemas dan begitu khawatir. Biasanya jika sedang merajuk atau marah, Alpha Elios yang akan datang dan menenangkan adiknya. Namun ditempat ini, tidak ada Alpha Elios yang bisa membujuk Hera seperti biasa. "Ratu Hera, apakah anda tidak lapar? Kami sudah menyiapkan menu spesial .... " "Bagaimana caranya aku bisa keluar dari tempat ini?" Marrine ter
"Ratu Hera, apakah anda tidak ingin keluar untuk menghirup udara segar?"Diambang pintu masuk, Anastasya tampak berdiri disana dan mencoba mengajak Hera keluar karena gadis itu terlihat sangat tidak bersemangat, seperti seseorang yang tidak lagi memiliki gairah hidup.Anastasya sangat cemas dan begitu khawatir karena mendapati wajah lesu Hera dan mata bengkaknya pertanda sehabis menangis.
Hera mengerjapkan kedua matanya, berusaha menyesuaikan cahaya dan mengambil posisi duduk diatas ranjang.Wanita itu tampak mengamati sekelilingnya, pada ruangan klasik super luas yang saat ini tengah Hera tempati. Hera bahkan merasakan tubuhnya juga terasa sangat ringan, seakan semua beban berat yang selama ini dipikulnya telah menghilang dari atas pundak."Apakah ini surga?" Hera bertanya-tanya dalam hati atau lebih tepatnya pada dirinya sendiri.Lalu menundukkan kepalanya, melihat kearah kedua tangan dan tubuhnya sendiri."Jadi, aku benar-benar sudah mati?"Cklek."Ratu Hera?"Hera terkesiap.Secara spontan, gadis itu langsung menoleh kearah asal suara lalu mengerjapkan kedua matanya bingung sekaligus bertanya-tanya, siapakah gerangan ketika dirinya melihat seorang perempuan dengan rambut panjang hitam yang tersampir di bahu sebelah kiri, yang tengah berdiri diambang pintu kamar H
Dengan tubuh bersimbah darah Zeus menatap bengis Darius.Wajah keduanya tak jauh berbeda, terdapat banyak luka menganga dan goresan penuh akan darah. Kedua iris mata mereka sama-sama berwarna merah menyala. "Bagaimana kau bisa menemukanku, heh?" Darius menyeringai sinis, menatap remeh Zeus yang tampak murka dengan urat-urat yang menonjol di lengan dan lehernya. "Apa sebenarnya maumu, keparat!" sentak Zeus marah. Darius malah tertawa keras, suara tawanya bahkan bahkan mampu menggetarkan bumi. Semua makhluk yang berdiri tak jauh dari mereka sampai bergidik ngeri karena mendengar suara Darius yang bergema di dalam hutan. Zeus dan Darius sama-sama seorang iblis sejati. Seorang penguasa kegelapan dengan tingkatan yang berbeda. Jika Zeus merupakan seorang penguasa kegelapan di bagian daratan, maka Darius adalah sang penguas
Gelap, dingin dan juga horor. Itulah kesan pertama yang Hera rasakan saat kedua kakinya melangkah masuk kedalam ruangan itu. Hera bahkan sampai merasakan bulu kuduknya berdiri ketika kedua kakinya melangkah semakin masuk, sampai pintu dibelakangnya tertutup dengan sendirinya hingga menimbulkan suara decitan pelan namun terdengar menakutkan. Hera berjengkit sedikit sambil mengusap pelan dadanya. Lalu kembali menatap ke arah depan untuk mengamati seluruh ruangan yang gelap itu. Ruang peristirahatan Zeus tersebut sangat luas, namun tidak ada apapun didalamnya kecuali sebuah ranjang putih bersih yang berada tepat di tengah-tengah ruangan. Tubuh besar Zeus telah dibaringkan disana, dengan pencahayaan minim yang hanya berasal dari dua lilin di sisi kanan kiri yang terpasang tak jauh dari tiang ranjang. Hera menahan napas ketika bisa melihat tubuh Zeus
Hera masih tertidur diatas tubuh Zeus yang masih berbaring di tempat yang sama bahkan dengan posisi yang tidak jauh berbeda. Namun ada setitik keringat yang muncul di kening pria iblis itu membuat Hera yang baru saja membuka kedua matanya, buru-buru turun dari sana karena takut Zeus terbangun dan memergoki dirinya sewaktu-waktu. Wanita itu, segera merapikan pakaiannya yang kusut lalu menatap kearah Zeus yang masih setia memejamkan mata. "Yang Mulia, cepatlah sembuh." Hera menyempatkan diri mengusap setitik keringat di kening Zeus lalu, segera berlalu pergi dari sana, melangkah keluar setelah mengganti lilin yang terbakar hampir habis. Suara pintu yang terbuka lalu tertutup membuat Zeus secara perlahan mengulas senyum miring di bibir pria iblis itu. *** "Queen Hera, saya baru saja dari kamar Anda, tapi An
Hera membuka kedua matanya secara perlahan, hingga iris mata birunya bertemu dengan sepasang mata tajam milik Zeus. Wanita itu memekik, bahkan membelalak ketika melihat iris merah di mata kanan Zeus lalu iris abu di sebelah kiri pria iblis itu. Hera secara spontan mengangkat satu tangannya, menghapus kecanggungan yang sebelumnya terasa dengan menyentuh kelopak mata Zeus yang langsung terpejam. Wanita itu menatapnya dengan mata biru berbinar, penuh kekaguman. "Bagaimana bisa warna kedua matamu, berbeda?" Zeus hanya bergumam pelan, menahan sebelah tangan Hera lalu membawanya ke bibir, mengecup punggung tangan itu dengan lembut. Darah Hera berdesir seperti tersengat aliran listrik. "Kau takut?" Hera menggeleng gugup sambil menggigit pelan bibir bawahnya. "Apakah aku juga bisa memiliki