"Mungkin saja, saat kau mandi, dan pelayan setia mu tidak menemani, mungkin saja ada mata jahat yang memandang tubuhmu." ucap Malvin, membuat Aldo putra paman Hans berkeringat, ia pun memilih keluar dari ruang tengah tersebut.
Dan Vinka terdiam tidak percaya dengan apa yang di ucapkan Malvin barusan. Seluruh keluarga Hans terdiam sama-sama tidak percaya.
"Bagaimana, kau tau hal itu akan terjadi!?" Tanya Vinka kesal.
"Itu sudah terjadi, Tuan Hans jika keponakanmu bersikeras tidak menerima ku, lebih baik aku pergi."
"Tunggu!"
Hans melihat Vinka "baiklah, kau bisa bekerja mulai hari ini, Sarah, tunjukkan kamarnya."
"Baik Tuan."
Malvin mengikuti Sarah.
"Tunggu!" Teriak Vinka.
Seluruh keluarga Hans menoleh melihat Vinka. Adellia dan Nyonya Monica memutar bola matanya dan memilih pergi meninggalkan tempat itu.
"A, aku ingin bicara dengan mu."
Semua pandangan ke arah Malvin.
"Sarah, antar-kan dia ke ruang pribadi ayah."
"Tunggu Vinka, Malvin hanya penjaga mu, bukan detektif." Ucap Monica mulai kesal pada ponakan suaminya itu, karena Monica tau apa yang akan dilakukan Vinka.
Vinka tidak mendengar, ia tetap berjalan menuju ruang pribadi Tuan Panduwinata ayahnya, dengan dibantu tongkatnya, yang membuat suara khas dari tongkat tersebut, membuat Malvin tersenyum, entah apa maksudnya,
~🥀~
Sesampai di ruang pribadi Tuan Panduwinata, mereka terdiam cukup lama.
"Jadi apa yang ingin Anda lakukan?" tanya Malvin mulai bosan.
"Ayah dan ibuku, dibunuh di sini."
"Lalu?"
"Aku ingin tau, apakah ada barang si pembunuh yang tertinggal?"
Malvin melihat sekitar "sepertinya tidak, mungkin para polisi sudah membereskannya."
Vinka tertunduk kecewa, ia berbalik untuk pergi dari tempat tersebut, mungkin karena tidak hati-hati, wajahnya hampir terbentur dinding, dengan cepat Malvin melindungi wajah Vinka, maka yang terbentur tangan Malvin, ia berusaha menahan sakit, ini belum seberapa.
"Maaf, apa tangan mu, baik-baik saja?"tanya Vinka khawatir.
"Sepertinya sedikit tergores, tapi tidak apa-apa,"
Malvin bisa melihat mata pucat
"Ayo, saya antar anda
"Tidak perlu, aku bisa jalan sendiri."
"Baiklah, selamat malam."
Bukan karena perhatian, Malvin hanya ingin tau semua tentang Vinka, niatnya ingin membunuh tentu masih ada, namun ia harus menunggu waktu yang tepat. Malvin mengikuti Vinka dari belakang, berjalan pelan tanpa menimbulkan suara itu keahliannya.
Sesampai di sebuah ruangan, Vinka melipat tongkatnya, mencari kunci kamar didalam kantong kecil yang selalu ia bawa kemanapun pergi, ia mulai membuka pintu kamar tersebut, terdengar suara khas dari pintu itu, seperti suara pintu yang sudah lama, yang membuat Malvin tidak nyaman.
"Pergilah, apa kau juga ingin masuk ke kamar ku?"
Malvin sangat kaget, ternyata sejak awal Vinka sudah tau kehadirannya, namun Vinka tidak mengusirnya.
"Itu artinya kau menerima ku?" tanya Malvin.
"Selamat malam." Vinka menutup pintu kamarnya, meninggalkan Malvin sendiri di lorong rumah yang sedikit sepi.
Malvin tersenyum "baiklah selamat malam."
~🥀~
Malvin melempar jasnya ke kasur, tubuhnya pun menyusul, berbaring melihat langit-langit. Ia ingat masa lalunya, dan ada alasan kenapa ia menjadi seorang mafia, ini semua gara-gara ayahnya.
Bahkan ia ingat, saat ibunya menangis melihat kepergiannya ke kota atas paksaan ayahnya. Mau bagaimana lagi, ia putra satu-satunya, yang harus meneruskan pekerjaan ayahnya sebagai seorang mafia, kabar gembiranya, ia sudah merasa nyaman dengan kehidupannya yang sekarang.
Tok! Tok!
Mata Malvin melihat kearah pintu.
"Siapa malam-malam begini?"
Dengan berat, ia bangkit dari pembaringannya, untuk membuka pintu kamar. Di lihatnya seorang wanita memakai piyama tidur dengan model Night Dress
berdiri membelakanginya. Senyuman Malvin terlukis di bibirnya.
"Ada apa Sarah?" tanya Malvin.
Sarah mendorong Malvin masuk ke kamar, dengan cepat ia menutup pintu kamar tersebut. Malvin melihat Sarah.
"Beritahu aku apa yang kau lakukan di sini?" tanya Sarah.
"Seharusnya aku yang bertanya pada mu."
Sarah memberikan sebuah poster pada Malvin.
"Sejak kapan kau melakukan itu Malvin, sejak kapan?"
Malvin merobek poster tersebut, ya, itu adalah poster dengan wajahnya.
"Darimana kau mendapatkannya?" tanya Malvin kurang senang.
"Kantor polisi, apa itu benar Malvin, sejak kapan?"
"Ya, dan aku tidak tau sejak kapan."
"Jangan bilang kau juga yang membunuh Tuan Panduwinata dan istrinya?"
Malvin hanya melihat Sarah kurang senang, Sarah mengambil langkah mundur, mencoba membuka pintu kamar, namun sayang Malvin sudah mengkunci pintu kamar tersebut. Sarah mulai takut.
"Sarah, bukan aku yang membunuh mereka, aku hanya menjalankan tugas."
"Siapa? siapa yang menyuruhmu?"
"Itu bukan urusanmu."
Malvin mendekatkan wajahnya pada wajah Sarah.
"Diam, atau kau juga menjadi targetku."
Ucapan Malvin membuat Sarah takut, air matanya mengalir membasahi pipinya.
"Aku mohon, jangan sakiti Nyonya Vinka, hanya dia harapan ku untuk hidup."
"Wah, ternyata kau peduli dengan Tuan putri itu, sebaik itukah dia?"
"Keluarga Tuan Panduwinata tidak pernah mengecewakan para pekerjanya, tapi semenjak kau dan anak buah mu membunuh mereka, sekarang gaji kami tergantung Nyonya Monica, dia mengurangi jumlah gaji kami."
"Luar biasa, sepertinya aku melakukan kesalahan." Malvin tersenyum, bibirnya mulai menciumi leher Sarah.
"Malvin! apa yang kau lakukan?!" Sarah mencoba mendorong tubuh Malvin hingga terjatuh tepat di kasur saat Malvin mulai menggigit nya, Sarah mulai takut saat Malvin tertawa terbahak-bahak, Malvin mencoba mengambil posisi duduk, melihat Sarah.
"Ternyata kau masih canggung." ucap Malvin, mencoba berdiri dan berjalan menuju pintu, ia membuka pintu tersebut dan membukakan untuk Sarah.
"Pergilah," ucap Malvin, tanpa berpikir panjang lagi, Sarah pun berjalan keluar dari kamar Malvin.
"Selamat malam." sapa Malvin dan menutup pintu kamarnya.
~🥀~
Sarah terdiam memikirkan kejadian semalam, dia tidak menyangka Malvin akan melakukan hal itu padanya.
"Aw!"
Sarah tersadar dari lamunannya, karena kaget.
"Nona Vinka, maafkan aku."
Vinka mengusap-usap kepalanya yang terasa sakit.
"Sarah kau tidak apa-apa?" tanya Vinka.
"Saya baik-baik saja Nona, anda tidak perlu cemas."
Sarah membantu Vinka berdiri, memberikannya tongkat.
Mereka melangkah keluar kamar, tepat saat mereka berjalan, mereka berpapasan dengan Malvin, Sarah melihat Malvin sedang menggoda Sarah dengan mengusap lehernya, membuat Sarah memalingkan wajahnya. Belum sampai di situ,Malvin berjalan menghampiri mereka, membuat Darah salah tingkah.
"Selamat pagi Nona Vinka." sapa Malvin.
Sarah menelan ludahnya dalam-dalam, Malvin melihat Sarah dan tersenyum.
"Selamat pagi Sarah," sapa Malvin.
"Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Malvin.
"Malvin jangan ledek Sarah, itu tidak baik, kerjakan saja pekerjaan mu." balas Vinka sedikit kesal.
"Pekerjaan saya, kan menemani dan melindungi Nona Vinka." Balas Malvin, membuat Vinka terdiam kesal.
"Aku tidak perlu dilindungi!" bentaknya, berjalan meninggalkan Sarah dan Malvin.
"Nona." panggil Sarah.
Malvin menarik lengan Sarah, dengan kesal Sarah melepas tangan Malvin.
"Aku mohon, jangan lakukan itu." ucap Malvin memohon dengan nada memelas.
"Itu urusan mu, dan kau tau resikonya nanti."
Malvin tersenyum, ia memberikan selembar kertas pada Sarah, Sarah mengambil kertas itu, selesai membaca isi dari kertas itu, Sarah memandang Malvin tidak percaya.
"Tidak mungkin."
Malvin mengeleng "kita tidak tau rencana Tuhan seperti apa."
Malvin mengambil kertas tersebut dari tangan Sarah, melipatnya kembali dan memasukkannya kedalam saku jasnya.
"Tidak mungkin." ucap Sarah tidak percaya, setelah selesai membaca isi dari surat itu.Malvin mengeleng "kita tidak tau rencana Tuhan seperti apa." Ia mengambil kertas tersebut dari tangan Sarah, melipatnya kembali dan memasukkannya kedalam saku jasnya. Sarah melihat Malvin."Sejak kapan?" tanya Sarah penasaran."Aku tidak tau pasti, pria itu datang memohon kepada ayahku untuk menjaga Vinka, dan saat itu aku masih belajar menjadi seorang mafia."===============FLASHBACK================Dia adalah Tuan Panduwinata, Bos di sebuah perusahaan swasta dalam bidang pakaian, ia turun dari mobil, mengendong putrinya yang berusia 5 tahun, istrinya pun menyusul suaminya, berjalan menghindari jalanan yang penuh dengan kubangan."Permisi, apa anda tau alamat ini?" tanya Tuan Panduwinata pada salah satu warga yang sibuk melas kayu.Warga tersebut melihat lembaran kertas yang diberikan Tuan Panduwinata."Jalan luru
Malvin berusaha untuk tidur, namun matanya tidak ingin terpejam, ia mencoba membuka kaos dan melemparnya ke lantai."Sial!" ucapnya kesal, melempar bantalnya.Malvin berpikir, "baiklah." ia pun bangkit dari tempat tidurnya, memakai kembali kaosnya. Dengan pelan ia menutup pintu kamarnya, berjalan menyusuri lorong-lorong rumah dengan langkah perlahan.Tujuannya sudah sampai, yaitu kamar Vinka, tapi anehnya, kenapa pintu kamar terbuka, dengan pelan-pelan Malvin mendekati kamar tersebut, senyuman khasnya terlukis kembali."Menarik." ucapnya dalam hati.~🥀~Matahari muncul dengan perlahan terbit dari arah Timur, seluruh pelayan wanita sibuk dengan pekerjaan di dapur, membantu seorang koki pria yang sudah paruh baya. Malvin hanya melihat kegiatan mereka tanpa membantu, bahkan, ia dengan lancang mencicipi masakan itu satu persatu. Saat di piring terakhir, seseorang menepuk tangan Malvin dengan kasar."Tuan Malvi
Monica tidak percaya jika pria di depannya sudah mengetahui rencana busuknya. Pria tersebut tersenyum itu adalah ciri khasnya, tapi tidak tau apa arti senyuman itu, tidak ada yang tau bagaimana senyuman senang, ataupun meremehkan itu terlihat sama."Apa mau mu Malvin?" tanya Monica.Malvin melihat Desi yang berdiri di samping Monica dengan kepala tertunduk takut."Percuma saja saya mengatakan bahwa andalah pelakunya, karena suami anda memihak kepada anda." ucap Malvin."Apa katamu, Hans sudah tau?" tanya Monica tidak percaya."Kalau kau tidak percaya, tanyakan saja padanya, lagipula, tugas kita sama di sini." Malvin meletakkan foto Vinka di atas meja."Siapa yang menyuruhmu?" tanya Monica.Malvin tersenyum "itu privasi, saya tidak bisa memberitahu."Monica semakin marah "katakan apa mau, mu?" tanya Monica."Bebaskan Sarah dan berikan stempel racunnya."Mata Desi terbuka lebar dan benar-benar menjadi takut.
"Apa kau masih ragu-ragu?" tanya Bram.Mata Malvin melihat Bram lekat-lekat."Saya sudah membawa stempel racun yang anda minta." ucap Malvin ragu-ragu."Kau tidak apa-apa Malvin? sepertinya kau bimbang ingin memilih jalan yang mana."Malvin mengangguk, ia mengusap keningnya."Setidaknya kau harus memakai kekuatan mu sendiri."Malvin mengikuti langkah Bram, memasuki ruang laboratorium pribadi pria berusia 50an tersebut. Tidak ada yang menarik di laboratorium ini, yang ada hanya barang-barang yang akan diuji coba oleh Bram.Hidup Bram sepenuhnya sudah terikat di Rumah Sakit ini, semenjak sepeninggal istri tercinta, Bram lebih sering di Rumah Sakit dibandingkan dengan keluarganya yang selalu menyudutkan dirinya untuk mencari pendamping hidup baru, ini tidak mudah, jika sudah mengenal cinta, maka ia akan bertahan sampai kapanpun."Ini racun bunga Belladona, di dalam Belladona terkandung racun tropane alkoids dan atropine yang dapat
"Daniel boleh aku bicara dengan mu, sebentar?" tanya Sarah sedikit malu-malu.Malvin mengerti aura ini, ia hanya bisa tersenyum.~🥀~"Aku tidak setuju jika kau bersama dengan Daniel," ucap Malvin pada Sarah, Sarah hanya diam melihat Malvin tidak percaya."Berikan aku alasannya?" tanya Sarah."Lupakan saja dia." lanjut Malvin, meninggalkan kamar Vinka, meninggalkan Sarah.Sarah terdiam, ia lanjut memandikan Vinka yang masih tertidur, sebenarnya ia sudah tau alasannya, namun ia tidak mau mencari masalah pada Malvin. Matanya mulai berkaca-kaca dan akhirnya tidak terbendung lagi, tepat mengenai lengan Vinka, dengan cepat, ia mengelap air matanya tersebut.~🥀~Sarah mendekati Malvin yang sedang menikmati rokoknya."Aku dan Daniel sebenarnya sudah saling mengenal lama." ucap Sarah, mendengar itu Malvin mematikan rokoknya dan menghela napas panjang."Tidak ada jod
"Bagaimana kalau besok kita berwisata?" tanya seorang wanita.Adellia dan Monica menoleh, dan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat, wanita itu tersenyum.Melihat itu mereka semua tersentak kaget, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Ada rasa kepanikan di dalam hati mereka, namun tidak menunjukkannya."Vinka? kau sudah sadar?" tanya Monica."Iya Tante, ini semua berkat Sarah yang selalu menjagaku, dan Malvin yang sudah mencarikan obat penawarnya."Monica tersenyum masam, mengetahui nama-nama yang tidak bisa di pihaknya, sepertinya ia mendapatkan ide busuk untuk menyingkirkan pewaris keluarga Panduwinata itu."Tentu, mau wisata ke mana kita?" tanya Monica.Vinka tersenyum "bagaimana kalau Tante yang memikirkan tempatnya." ucap Vinka, ia berjalan menaiki tangga dibantu Sarah.~🥀~Malvin yang baru saja mencuci mobilnya, berjalan menenteng ember yang berisi peralatan mencuci mobil, bi
Selesai melayani Vinka, Sarah membawanya ke meja makan."Selamat pagi Vinka." sapa Monica.Tiba-tiba bulu kuduk Sarah berdiri "ada apa dengan nenek lampir ini? tidak biasanya dia menyapa." bisik Sarah pada Vinka, Vinka hanya mencubit pinggang Sarah pelan "Maaf Nona." Ia pun menarik kursi untuk Vinka."Terima kasih Sarah." ucap Vinka."Selamat pagi Tante." sapa Vinka memberikan senyuman manisnya.Senyuman itu membuat Monica semakin membenci keponakannya ini."Sarah kau boleh sarapan,nanti kau pun ikut menemani Nona Vinka, bukan?" tanya Monica."Ya Sarah pergilah sarapan, kalian semua juga ya." ucap Vinka pada seluruh pelayan.Terima kasih Nona....ucap para pelayan kompak.Seluruh pelayan pun berjalan menuju dapur, begitu pun Sarah, namun langkah Sarah tidak begitu lancar, karena ia mengkhawatirkan Nona Vinka.~🥀~"Wah, tidak biasanya ya Nyonya Monic
BRAK!Mereka membanting pintu bersamaan. Memandang luas sebuah Villa yang tidak jauh besar dengan rumah milik keluarga Panduwinata."Astaga Vinka!!" teriak seseorang berlari mendekat memeluk Vinka.Monica kaget bukan main, ternyata Victoria adik kandung Tuan Panduwinata ada di Villa."Halo Monica, lama tidak bertemu, ya ampun ini si kembar itu ya? mereka tumbuh dengan cepat ya, bagaimana sekolah kalian?" tanya Victoria membuat kedua remaja itu mulai bosan."Kau sendiri di sini?" tanya Monica."Tidak, aku bersama dengan James tapi dia ada keperluan mendadak di kantor, huh...di sini dingin ayo kita masuk." ajak Victoria.Mereka pun mengikuti Victoria dari belakang."Sial."...~🥀~..."Dingin sekali di sini, seandainya Sarah ada di dekatku.""Jangan berpikir