Beranda / Romansa / Pengantin Untuk Tuan Mafioso / Chapter 7 Bisik Pengkhianatan

Share

Chapter 7 Bisik Pengkhianatan

Penulis: Riska Prakoso
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-14 01:25:28

Malvin berusaha memejamkan matanya, tapi malam terasa begitu panjang, dan matanya justru semakin lebar. Dengan gerakan kasar, ia menarik kaosnya dan melemparkan ke lantai.

"Sial!" desisnya, menggertakkan gigi sambil meremas bantal, lalu melemparkannya ke dinding.

Ia duduk di pinggir ranjang, memijit pelipisnya pelan. "Baiklah." gumamnya lirih. Malvin bangkit perlahan, mengenakan kembali kaosnya, lalu melangkah menuju pintu. Tangannya memutar gagang pintu perlahan, agar tidak menimbulkan suara berderit yang bisa membangunkan siapa pun di rumah besar itu.

Lorong panjang di depannya remang, hanya diterangi lampu dinding yang temaram. Langkahnya pelan, nyaris tanpa suara. Hatinya berdebar aneh ketika ia sampai di depan kamar Vinka. Namun, alisnya langsung mengerut. Kenapa pintu kamar itu terbuka?

Dengan langkah perlahan, ia mendekati pintu. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum miring yang khas. "Menarik." bisiknya dalam hati.

---🥀---

Pagi hari, matahari merambat naik perlahan dari ufuk Timur, mewarnai langit dengan semburat jingga keemasan. Di dapur, pelayan-pelayan wanita sibuk memotong, mengaduk, dan mengatur bahan makanan. Seorang koki pria paruh baya berdiri mengawasi, sesekali mengomel atau memberi instruksi.

Malvin berdiri santai di salah satu sudut, bersandar pada meja, memperhatikan tanpa niat membantu sedikit pun. Dengan lancang, ia mencicipi masakan yang sedang dipersiapkan, satu per satu, tanpa merasa bersalah.

"Tuan Malvin, tolong jaga sikap Anda!" tegur seorang pelayan wanita, menepuk tangannya agak keras.

Malvin melirik, mengenali pelayan itu. Senyumnya kembali muncul, membuat pipi si pelayan memerah salah tingkah.

"Desi, tolong rapikan meja ini!" suara koki terdengar dari ujung ruangan.

"Ya, Pak!" Desi buru-buru menjauh, sementara Malvin menjilat sisa saus di jarinya dengan ekspresi puas.

---🥀---

Para peramu saji sibuk menyiapkan hidangan untuk keluarga besar Hans dan Vinka. Lima belas menit kemudian, keluarga itu mulai turun satu per satu dari tangga besar. Para pelayan dengan cekatan menarik kursi untuk mereka.

"Di mana Vinka?" tanya Hans, keningnya berkerut.

Suara langkah kaki terdengar tergesa. Pandangan semua orang tertuju pada Sarah, yang muncul dengan napas terengah-engah.

"Tuan Hans, Nona Vinka..." katanya dengan wajah panik.

Hans langsung berlari menuju kamar ponakannya, tanpa sempat mendengar kelanjutannya. Tangan besarnya menyentuh kening Vinka yang terbaring lemah di ranjang. Suhu tubuhnya panas membara.

"Cepat panggil dokter!" teriak Hans dengan suara penuh kecemasan.

Malvin berdiri di ambang pintu, menatap Vinka dengan tatapan tajam. Wajah wanita itu memerah seperti kepiting rebus. Para pelayan sibuk mondar-mandir, mencoba menyiapkan sesuatu untuk menurunkan demam Nona mereka.

"Desi, ambilkan obatnya," perintah Monica dengan suara tegas.

"Ya, Nyonya." Desi segera bergegas keluar.

Mata Malvin mengikuti gerakan Desi, matanya menyipit penuh perhatian. Diam-diam, ia mengikuti langkah Desi, berhenti sesekali ketika Desi merasa seperti diikuti. Ketika Desi menoleh, Malvin dengan cekatan bersembunyi di balik salah satu pilar besar.

Akhirnya Desi masuk ke sebuah ruangan penyimpanan obat. Malvin menyusul, rasa penasarannya memuncak. Begitu masuk, matanya terpana melihat rak-rak berisi botol obat yang tersusun rapi.

PRANG!

"Sial," gumamnya ketika sikunya tanpa sengaja menjatuhkan salah satu botol.

"Siapa itu?!" seru Desi panik.

Malvin melompat keluar ruangan dengan cepat, bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Ketika ia bertemu Sarah di lorong, wanita itu memandangnya heran.

"Malvin, dari mana saja kau?"

"Aku ke kamar mandi. Ada apa?" tanyanya santai.

"Aku kasihan pada Nona Vinka... siapa yang tega membuatnya sakit begini?"

Malvin tersenyum tipis. "Tentu saja orang dalam," katanya sambil berbalik meninggalkan Sarah, yang berdiri bengong.

"Orang dalam...?" gumam Sarah, bingung.

---🥀---

Dokter memeriksa Vinka dengan serius, stetoskop di dadanya. Setelah selesai, ia keluar dari kamar, bertemu Hans yang menunggunya.

"Bagaimana, Dokter?"

"Nona Vinka hanya keracunan makanan. Berikan obat ini, dia akan membaik," jawab dokter, matanya melirik Malvin yang berdiri di dekat tangga.

"Dokter, biar saya antar sampai depan." Malvin menawarkan diri.

Di luar, Malvin berjalan mendampingi dokter itu.

"Kau dapat tugas di sini?" tanya dokter perlahan.

"Ya. Ada dua tugas yang harus kujalani." jawab Malvin dengan senyum tipis.

"Dan mana yang akan kau pilih?" tanya dokter lagi.

Malvin berhenti melangkah. "Aku ingin tahu... apa yang sebenarnya terjadi padanya?"

"Seseorang meracuninya. Itu sebabnya kebutaannya belum bisa disembuhkan. Bawa padaku bukti racunnya, aku akan coba buatkan penawarnya." kata dokter sebelum naik ke mobil.

Malvin mengepalkan tangan. Ia berjalan cepat kembali ke dalam.

"Sarah, di mana Desi?"

"Dia pamit ke kamar Nona Vinka."

"Sialan!"

"Kenapa?!" Sarah mengejar Malvin yang berlari menuju kamar Vinka. Dengan sekali hentak, Malvin mendobrak pintu kamar. Matanya melebar melihat Desi berdiri di samping ranjang, hendak memasukkan sesuatu ke mulut Vinka.

"HENTIKAN!!" teriak Malvin marah.

Desi terlonjak kaget, sendok di tangannya jatuh ke lantai. Seluruh keluarga Hans, termasuk para pelayan, berlari mendekat karena mendengar keributan.

Malvin mencengkeram tangan Desi keras, membuatnya meringis.

"Malvin, apa yang kau lakukan?!" tanya Hans.

"Katakan! Obat apa yang kau berikan pada Nona Vinka? Katakan!!" bentak Malvin.

Desi mulai menangis, bahunya bergetar. "Maafkan saya... ini bukan kemauan saya... tapi saya butuh uangnya..."

"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Hans dengan suara dalam.

Desi mengarahkan pandangannya perlahan... ke arah Sarah.

HAH!

Bisik-bisik pelayan terdengar memenuhi ruangan.

"Kurang ajar! Kau menuduhku?!" Sarah meraung marah, berusaha menjambak rambut Desi.

"Tuan Hans, saya tidak bersalah! Saya bersumpah! Tidak! Lepaskan!! Tuan, saya tidak bersalah!" jerit Sarah ketika dua penjaga memegangi lengannya.

"Desi, aku tak bisa mempekerjakanmu lagi. Pulanglah ke desa." ucap Hans dengan wajah tegas.

Desi memohon, memeluk kaki Hans, menangis memelas. Tapi Hans hanya menggeleng.

"Kalau aku terus mempekerjakanmu, entah apa yang akan terjadi selanjutnya." gumamnya, melirik Malvin.

---🥀---

"Apa Anda sudah tahu siapa dalangnya?" tanya Malvin pada Hans di ruang kerja.

"Apa maksudmu?" balas Hans, meletakkan pulpennya, memandang Malvin tajam.

"Saya tahu Anda berpura-pura, Tuan Hans. Anda melindungi seseorang, bukan?"

Hans menopang dagunya dengan kedua tangan, mata tajamnya menembus Malvin.

"Bagaimana denganmu? Kau bukan seorang pembunuh, Malvin?"

Malvin mengepalkan tangan, rahangnya mengeras, menahan amarah.

"Saya heran padamu. Tugas mana yang kau jalankan? Melindungi Nona Vinka... atau membunuhnya?" tanya Hans tiba-tiba.

Malvin menelan ludah. "Saya akan melindunginya. Karena sudah banyak yang ingin membunuhnya."

Hans menyunggingkan senyum tipis saat Malvin membalikkan badan dan pergi.

"Pria yang luar biasa..." gumam Hans pelan.

---🥀---

"Nyonya, saya mohon... jangan usir saya... saya tidak tahu harus ke mana..." tangis Desi memohon.

Monica melempar tas dan pakaian Desi ke tanah. "Pergi! Menjalankan tugas mudah saja tak becus!"

Tepuk tangan terdengar pelan.

Monica memutar badan, wajahnya pucat begitu melihat siapa yang bertepuk tangan itu.

"Hebat, Nyonya. Kau sungguh hebat," ucap orang itu, dengan nada yang membuat bulu kuduk berdiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 29 Malam Penuh Pengkhianatan

    Malam itu, langit dipenuhi bintang, namun hati Vinka tetap gelap gulita. Di dalam kamarnya, ia duduk di tepi ranjang, mengelus liontin kecil peninggalan ayahnya. Hatinya berdebar tanpa alasan. Ada sesuatu yang terasa janggal, meski ia tak bisa menjelaskannya. Sementara itu, di ruang tamu, Monica duduk bersama Hans. Perempuan itu melirik suaminya dari sudut mata, tersenyum tipis sambil memutar cincinnya. "Hans, kamu yakin semua ini perlu?" tanya Monica pelan. "Aku sebenarnya tidak ingin terlibat sejauh ini. Aku hanya... ingin memastikan warisan Vinka tidak jatuh ke tangan yang salah." Hans mendengus pendek. "Kau tidak perlu munafik, Monica. Kau tahu, selama ini kau hanya mengincar kekayaan Panduwinata. Aku yang berusaha memastikan keselamatan Vinka, bukan hanya harta." Monica tertawa kecil, memiringkan kepalanya. "Oh, Hans, kau terlalu serius. Aku ini istrimu, bukan musuhmu. Lagipula, James yang memulai semua kekacauan ini, bukan aku. Dia yang mendorong semua rencana gila itu."

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 28 Sebuah Pengakuan

    Senja semakin tenggelam di balik barisan pepohonan. Taman itu mulai sepi, hanya suara daun bergesekan pelan dan angin yang membawa aroma tanah lembap. Hans menatap lurus ke depan, tangan-tangannya menyatu di pangkuannya. Ia menunggu, sabar, meski pikirannya berputar penuh tanda tanya. Di sampingnya, Malvin duduk kaku, menunduk, menahan napas panjang. “Aku menunggumu, Malvin,” ucap Hans tenang, tapi nadanya jelas memberi tekanan. “Aku butuh kau jujur sekarang.” Malvin mengusap wajahnya kasar, rambut hitamnya berantakan. “Saya… saya kenal James,” suaranya serak. “Bukan cuma kenal. Dia yang menyewa saya untuk membunuh Tuan Panduwinata, istrinya dan Vinka.” Hans memejamkan mata sejenak, seperti sudah menduga. “Lalu kenapa kau tidak melakukannya?” Malvin tertawa kecil, getir. “Karena ayah saya. Karena ayah saya dulu pengawal pribadi keluarga Panduwinata… termasuk Nona Vinka.” Hans menoleh cepat. “Ayahmu…? Kau anaknya Michael?” Malvin mengangguk pelan. “Saya tidak pernah menceritakan

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 27 Luka Yang Tidak Terlihat

    “Siapa? Siapa orang yang harus dirahasiakan dariku?” bisik Vinka dalam hati, kebingungan. Begitu mendengar langkah kaki menjauh, ia akhirnya berani keluar dari ruangan itu, berniat menemui Hans. “Paman.” panggilnya pelan. Hans yang tengah sibuk menata dokumen mendongak, lalu tersenyum begitu melihat siapa yang datang. Vinka perlahan mendekat, duduk di kursi tamu di hadapannya. “Vinka? Wah, tumben sekali.” ujar Hans sambil melipat tangannya di meja. Ruangan itu masih meninggalkan jejak menyakitkan di benak Vinka. Di sinilah kedua orang tuanya terbunuh. Ia masih mengingat jelas dentuman pistol, suara teriakan ibunya dan tawa dingin si pembunuh. “Aku ingin sekali membalas dendam pada mereka." ucap Vinka tiba-tiba, suaranya getir. Hans terdiam, matanya menunduk. Ia tahu, kebencian itu tak pernah padam dalam diri keponakannya. Sarah dan Malvin pun tahu, sebanyak apa pun mereka menolong, luka di hati Vinka selalu menganga. “Kau… belum bisa menerimanya?” tanya Hans pelan. Vinka mengg

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 26 Bayangan Yang Tersembunyi

    Sarah bergegas ke kamar Vinka begitu mendengar panggilan. “Nona memanggil saya?” tanyanya, suara lembut namun penasaran. Vinka menoleh perlahan. “Sarah, kau tahu di mana Malvin tinggal?” tanyanya pelan, tapi sorot matanya menuntut jawaban. Sarah terdiam, otaknya berputar cepat mencari alasan. Ia tahu Malvin mempercayakan rahasia ini padanya, tapi ia juga tak ingin mengecewakan Vinka. “Sarah?” desak Vinka, suaranya melembut, seolah bisa merasakan kebimbangan pelayannya. Sarah menunduk, menarik napas panjang. “Nona… maafkan saya. Saya tidak bisa memberitahu. Malvin sendiri yang memintanya.” Suaranya terdengar pelan, seperti memohon pengertian dari majikannya itu. Vinka menatapnya lama. Sarah bisa melihat mata majikannya mulai berkaca-kaca, berusaha keras menahan sesuatu yang mengganjal di dadanya. “Baiklah…” ucap Vinka akhirnya, berusaha tetap tegar. Ia bangkit perlahan, berjalan menuju ranjang. “Kau boleh keluar. Aku ingin sendiri.” Sarah menggigit bibirnya, hati kecilnya menjeri

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 25 Tali Yang Renggang

    “Paman.” panggil seorang wanita pelan. Hans menoleh, senyumnya samar. “Iya, Vinka?” Vinka mendekat, duduk di samping Hans. Tatapannya penuh rindu dan keraguan. “Apa Paman… rindu pada Ayah?” Pertanyaan itu membuat dada Hans sesak. Ia menghela napas panjang, mencoba tersenyum walau getir. “Maafkan aku, Vinka. Seharusnya dulu aku tidak pergi bertugas, seharusnya aku tetap di rumah, mendampingi dia… ke mana pun langkahnya.” Vinka menunduk, meremas jemarinya sendiri. “Kalau benar semua ini rencana Paman James… apa yang harus kulakukan?” suaranya lirih, nyaris berbisik. Hans terdiam, matanya menerawang. “Apa Paman tahu siapa yang bekerja sama dengan Paman James?” tanya Vinka lagi, nada suaranya sedikit memaksa. Hans menarik napas panjang. Sebenarnya ia tahu, tapi orang itu pernah menolong Vinka, dan lidahnya terasa berat untuk mengatakannya. “Vinka, ini sudah malam. Kita bicarakan besok saja, ya? Ayo.” Hans berdiri, mengusap kepala ponakannya pelan, lalu berjalan meninggalkan gadis it

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 24 Kenangan Yang Menjerat

    Monica meletakkan satu piring besar di atas meja, senyumnya melebar penuh kemenangan. Para pelayan hanya saling melirik, membisikkan sesuatu diam-diam. Mereka penasaran, ada apa dengan nyonya mereka kali ini, Monica yang biasanya dingin kini tampak begitu senang. Tapi tentu saja, mereka bukan siapa-siapa untuk ikut menggoda atau mempertanyakan kegembiraan majikannya. “Wow, Mam, Mama masak semua ini sendiri?” tanya Adellia sambil mengedarkan pandangan ke meja makan. Monica mengangguk pelan, senyum masih terlukis di wajahnya. Adellia dan Aldo saling melirik, perasaan aneh menggelitik hati mereka. Mereka tak pernah melihat ibunya sesenang ini, bahkan ketika ayah mereka pulang dari luar kota. “Tentu saja ini untuk kemenangan Mami,” jawab Monica riang. “Kemenangan? Maksud Mama, kemenangan apa?” tanya kedua anaknya hampir bersamaan, bingung. Suara bel pintu terdengar dari ruang depan. Monica segera berdiri, langkahnya ringan, membayangkan menyambut sang suami yang baru pulang. Tapi begi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status