Home / Romansa / Pengantin Untuk Tuan Mafioso / Chapter 6 Tanggung Jawab dan Rahasia

Share

Chapter 6 Tanggung Jawab dan Rahasia

Author: Riska Prakoso
last update Last Updated: 2021-06-14 01:25:18

"Tidak mungkin," ucap Sarah tak percaya, setelah selesai membaca isi surat itu.

Malvin menggeleng pelan. "Kita tidak tahu rencana Tuhan seperti apa." Ia mengambil kertas itu dari tangan Sarah, melipatnya rapi, dan memasukkannya ke dalam saku jasnya. Sarah menatapnya lekat-lekat.

"Sejak kapan?" tanya Sarah penasaran.

"Aku tidak tahu pasti. Pria itu datang memohon kepada ayahku untuk menjaga Vinka. Saat itu aku masih belajar menjadi seorang mafia."

---🥀---

Beberapa tahun silam, Tuan Panduwinata turun dari mobil, menggendong putrinya yang baru berusia lima tahun. Istrinya menyusul, berusaha menghindari kubangan di jalanan becek.

"Permisi, apakah Anda tahu alamat ini?" tanya Tuan Panduwinata kepada seorang warga yang sedang sibuk mengelas kayu.

Pria itu melirik kertas yang disodorkan. "Jalan lurus saja. Kalau kau lihat ada satu rumah berdiri sendiri, ya itu dia. Siapa yang mau kau bunuh?" tanyanya, setengah bercanda. Mendengar itu, Tuan Panduwinata cepat-cepat menutup kedua telinga putrinya.

"Terima kasih," ucapnya, membungkuk sopan sebelum melanjutkan perjalanan, istrinya mengikuti di belakang.

Di rumah yang dituju, koper penuh uang diletakkan di atas meja. Seorang pria berotot besar meski usianya sudah kepala lima duduk di seberang Michael, ayah Malvin, seorang mafia berpengaruh. Michael memperhatikan gadis kecil yang kini asyik bermain bersama putranya.

"Mungkin putraku yang akan melanjutkan pekerjaan ini, jadi tenang saja," kata Michael.

"Berapa usia putramu?" tanya Tuan Panduwinata.

"Sepuluh tahun. Mungkin saat anakmu tumbuh menjadi wanita cantik, putraku sudah seperti bapak-bapak," ucap Michael sambil terkekeh, membayangkan pertemuan mereka di masa depan.

Tiba-tiba, tangisan pecah.

"Huwaaa!"

Mereka semua terkejut.

"Malvin, apa yang kau lakukan?" tegur ibunda Malvin.

"Dia bodoh, masa nggak tahu letak puzzlenya!" Malvin menunjuk Vinka yang menangis.

"Malvin, jangan kasar pada wanita," tegur Michael.

"Tuan Panduwinata, maafkan putra saya," tambah istri Michael.

Namun Tuan Panduwinata dan istrinya hanya tersenyum. Sang istri mengelus kepala Vinka. "Tidak apa-apa, sejak lahir, putri kami memang tidak bisa melihat."

"Malvin, ayo minta maaf pada Vinka," perintah Michael.

---🥀---

"Maafkan saya," ucap Malvin tiba-tiba, membuat seluruh keluarga Hans melirik bingung.

"Malvin, kau tidak apa-apa?" tanya Tuan Hans.

Malvin tersenyum tipis. "Tidak, hanya merasa saya tidak pantas menjadi penjaga Nona Vinka. Saya takut dia akan naik darah setiap saat."

"Kalau begitu, jadi penjaga aku saja," potong Adellia cepat-cepat.

"Adell," tegur Tuan Hans, menatap putrinya.

Adellia memonyongkan bibir.

"Ide bagus. Kalau Nona Vinka tidak mau menerima saya, lebih baik saya menjaga Nona Adellia saja," ucap Malvin, melirik sekilas ke arah Vinka.

Vinka tidak bergeming, tetap fokus menyantap sarapan paginya.

"Jadi, Ayah, bagaimana?" tanya Adellia.

"Kau tetap menjaga Vinka," tegas Tuan Hans, membuat Adellia cemberut kecewa.

"Baiklah, Tuan." Malvin memberi hormat.

---🥀---

Selesai sarapan, Tuan Hans bersiap berangkat ke kantor. Monica merapikan dasinya sebelum sang suami mencium keningnya.

"Hati-hati di jalan," ucap Monica lembut.

Hans pun masuk ke mobil. Malvin menyaksikan pemandangan itu sambil menggigit apel, separuh menggoda.

"Apa yang kau lihat?" tanya Monica tajam.

Malvin tersenyum tipis. "Aku iri dengan kemesraan Nyonya."

Monica merapikan rambut di balik telinganya.

"Apa Anda bahagia?" tanya Malvin tiba-tiba, membuat Monica menatapnya dengan mata menyala marah.

Malvin hanya tersenyum lagi, lalu berjalan pergi meninggalkan Monica yang mengepal tangan menahan kesal.

---🥀---

"Kak Vinka, boleh aku minta tolong?" tanya Aldo, anak kedua Tuan Hans.

Vinka menutup buku bacaannya—tentu saja buku braille khusus.

"Apa yang harus aku bantu?"

"Aku penasaran dengan buku yang kakak baca. Mau ajarin aku cara membacanya?"

Vinka tersenyum lembut. "Baiklah, duduklah. Biar aku ajarkan."

Aldo duduk di sampingnya. Dari kejauhan, Malvin mengunyah apel sambil mengamati. Namun, bukannya belajar, Aldo justru sibuk memotret belahan dada Vinka yang sedikit terlihat.

"Bocah sialan," gumam Malvin kesal. Ia pun mendekat.

"Hai, Aldo!" teriaknya.

Aldo terkejut, buru-buru menyembunyikan ponselnya.

"Selamat pagi, Nona Vinka," sapa Malvin ramah.

"Mau apa kau?" tanya Vinka, tak senang.

Malvin tersenyum tipis, lalu menatap Aldo yang pucat. "Aku ada perlu dengan Aldo."

Tanpa banyak bicara, ia menarik kerah baju Aldo, menyeretnya ke sudut sepi.

"Berikan," desis Malvin.

"Be… berikan apa?" Aldo pura-pura polos.

Malvin mendekat, menatap tajam. "Berikan foto dada tante-mu itu."

Dengan tangan gemetar, Aldo mengeluarkan ponselnya. Tak sabar, Malvin langsung merampasnya.

"Aku pinjam dulu." Malvin mengacak-acak rambut Aldo dengan kasar, lalu pergi.

---🥀---

Malvin memeriksa ponsel itu. Ternyata bukan hanya Vinka yang menjadi sasaran, bahkan seluruh pelayan wanita di rumah. Ia memijat kening, pening.

"Malvin."

Ia menoleh. Vinka berdiri diam seperti patung, wajahnya menghadap entah ke mana.

"Ya?" balas Malvin, bangkit dari kursi.

Vinka melangkah pelan mendekatinya. "Terima kasih," ucapnya lirih.

Malvin menatap wanita itu, lalu tertawa kecil, meledek.

"Aku serius," kata Vinka.

"Tunggu… jadi kau tahu Aldo melakukan hal itu? Kenapa kau tidak membela diri?" tanya Malvin heran.

Vinka hanya diam. Air mata menetes, membasahi pipi pucatnya.

"Apa kau melihat semua?" bisik Vinka.

Malvin menelan ludah. "Maafkan aku," katanya pelan.

---

Suara jangkrik memecah keheningan malam. Musim semi mulai tiba, dan Vinka bisa mencium aromanya. Ia duduk di balkon, memeluk lutut, memejamkan mata, menikmati bau angin musim semi. Dalam gelap penglihatannya, ia melihat sosok pria tinggi bersetelan tuxedo, tersenyum. Meski tak bisa melihat jelas wajahnya, senyuman itu selalu terpatri di ingatan.

"Nona?" panggil seseorang.

Vinka terkejut, membuka mata.

"Minumlah obatmu dulu."

Vinka menerima obat itu dan menelannya tanpa protes. "Terima kasih, Desi."

"Saya permisi."

"Ya."

Desi berjalan keluar kamar. Vinka beranjak perlahan, menutup pintu balkon agar angin malam tak masuk. Ia menarik selimut, berbaring, dan selesai berdoa, mencoba memejamkan mata di atas kasur empuknya.

---🥀---

Vinka berjalan sambil menundukkan kepala, menelusuri trotoar dengan langkah gontai. Malvin mengikuti di belakangnya, menjaga jarak tetapi tetap waspada. Setiap kali ada suara langkah asing, dia refleks menoleh ke sekeliling. Mereka sudah terbiasa seperti ini, berjalan berdua, seolah tak terlihat oleh dunia.

"Aku cuma mau beli teh tarik itu, Vin," bisik Vinka, suaranya hampir lenyap ditelan keramaian. Malvin mengangguk pelan meski tahu sebenarnya Vinka hanya ingin mengalihkan pikirannya dari mimpi-mimpi aneh yang belakangan terus menghantuinya.

Mereka duduk di bangku taman yang agak tersembunyi, membawa dua gelas minuman panas. Udara malam cukup menusuk, dan uap dari gelas mengepul tipis. Vinka memeluk lututnya, menghangatkan tangan di sekitar gelas.

"Tadi… aku mimpi lagi," katanya pelan, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Malvin menoleh, alisnya berkerut. "Mimpi yang sama?"

Vinka mengangguk pelan. "Pria itu… dia memanggil namaku. Tapi suaranya nggak jelas. Aku cuma ingat dia punya mata yang… aneh. Bukan menyeramkan, tapi seperti… mengiris masuk ke dalam pikiranku."

Malvin menarik napas panjang. Sudah beberapa kali dia mendengar cerita ini. Sebagai penjaga, dia tahu tugasnya adalah memastikan Vinka aman, tetapi dia mulai merasa gagal. Bukan karena dia tidak becus melindungi dari ancaman luar, tetapi karena ada sesuatu yang jauh lebih dalam, yang tidak bisa dia jangkau.

"Mungkin Nona cuma lelah." katanya akhirnya, mencoba terdengar masuk akal. "Otakmu main-main sama Nona."

Vinka menggeleng. "Aku tahu bedanya mimpi biasa dan… ini. Rasanya nyata, Vin. Aku bahkan bisa cium bau tanah basahnya. Bisa rasain sentuhan anginnya. Siapa dia? Kenapa aku selalu merasa seperti kehilangan sesuatu setiap kali bangun?"

Malvin menggenggam gelasnya erat-erat. Sisi dirinya sebagai penjaga berbisik untuk menjaga jarak, tetap profesional, tidak larut emosi. Tapi sisi manusianya, sisi yang sudah terlalu lama bersama Vinka, merasa hancur melihat gadis itu seperti ini.

"Kalau aku bisa narik dia keluar dari mimpi itu, aku bakal lakukan, Kin," gumamnya nyaris tak terdengar.

Vinka tersenyum kecil, pahit. "Aku tahu. Kamu selalu ada. Tapi kadang aku merasa… itu nggak cukup."

Ucapan itu menampar Malvin lebih keras dari pukulan mana pun. Dia mendongak, menatap langit yang kelam. Kalau saja dia bisa bicara terus terang, memberitahu siapa dirinya sebenarnya. Kalau saja dia bisa memperingatkan Vinka bahwa mimpi-mimpinya mungkin bukan sekadar bunga tidur, tapi pertanda dari takdir yang lebih besar.

"Besok aku harus pergi ke perpustakaan kota," kata Vinka tiba-tiba. "Ada satu buku yang mau aku cari. Tentang simbol-simbol kuno. Aku rasa… aku pernah lihat salah satunya di mimpiku."

"Kamu mau aku ikut?" tanya Malvin, langsung siaga.

"Nggak usah. Aku butuh waktu sendiri." Vinka menatapnya, matanya lembut. "Tapi nanti malam… bisakah kamu tetap di dekatku? Jaga aku waktu tidur?"

Malvin mengangguk tanpa ragu. "Tentu. Aku selalu ada."

Mereka duduk dalam diam cukup lama. Angin malam makin dingin, dan taman makin sepi. Malvin memandang Vinka yang termenung, bertanya-tanya berapa lama lagi dia bisa bertahan sebagai penjaga diam-diam, tanpa mengungkap siapa dia sesungguhnya. Berapa lama lagi sebelum rahasia itu membebani mereka berdua?

Saat mereka akhirnya berdiri untuk pulang, Malvin sempat melirik bayangan mereka di trotoar. Dia tahu betul: bayangannya tak pernah muncul di cermin. Tapi di sisi Vinka, dia selalu nyata.

Dan malam ini, untuk kesekian kalinya, dia berjanji dalam hati: tak peduli siapa pria dari mimpi-mimpi itu, Malvin akan menjadi tembok pertama dan terakhir yang melindungi Vinka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 7 Bisik Pengkhianatan

    Malvin berusaha memejamkan matanya, tapi malam terasa begitu panjang, dan matanya justru semakin lebar. Dengan gerakan kasar, ia menarik kaosnya dan melemparkan ke lantai. "Sial!" desisnya, menggertakkan gigi sambil meremas bantal, lalu melemparkannya ke dinding. Ia duduk di pinggir ranjang, memijit pelipisnya pelan. "Baiklah." gumamnya lirih. Malvin bangkit perlahan, mengenakan kembali kaosnya, lalu melangkah menuju pintu. Tangannya memutar gagang pintu perlahan, agar tidak menimbulkan suara berderit yang bisa membangunkan siapa pun di rumah besar itu. Lorong panjang di depannya remang, hanya diterangi lampu dinding yang temaram. Langkahnya pelan, nyaris tanpa suara. Hatinya berdebar aneh ketika ia sampai di depan kamar Vinka. Namun, alisnya langsung mengerut. Kenapa pintu kamar itu terbuka? Dengan langkah perlahan, ia mendekati pintu. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum miring yang khas. "Menarik." bisiknya dalam hati. ---🥀--- Pagi hari, matahari merambat naik perlahan d

    Last Updated : 2021-06-14
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 8 Sisi Gelap

    Monica tidak dapat mempercayai kenyataan bahwa pria di depannya, Malvin, sudah mengetahui rencana busuk yang telah disusunnya. Senyuman yang terukir di wajah Malvin itu begitu khas, namun Monica tidak bisa memahami makna di balik senyumannya. Apakah itu senyuman penuh kemenangan, ataukah senyuman yang meremehkan? Tak ada yang bisa membedakan keduanya. “Apa maumu, Malvin?” tanya Monica dengan nada penuh amarah. Malvin memandang Desi yang berdiri di samping Monica, matanya tertunduk dalam ketakutan. “Percuma saja jika saya mengatakan bahwa andalah pelakunya, karena suami Anda pasti akan memihak kepada Andaujar Malvin, dengan nada yang tenang, meskipun perkataannya tajam dan penuh makna. “Apa katamu? Hans sudah tahu?” tanya Monica dengan nada tak percaya, matanya membelalak kaget. “Kalau kau tidak percaya, tanyakan saja padanya. Lagipula, tugas kita di sini sama,” Malvin menjelaskan sambil meletakkan sebuah foto Vinka di atas meja. “Siapa yang menyuruhmu?” tanya Monica dengan suara

    Last Updated : 2021-06-14
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 9 Keputusan

    "Apa kau masih ragu?" tanya Bram, menatap Malvin dengan tajam. Mata Malvin membalas tatapan Bram, penuh keraguan. "Saya sudah membawa stempel racun yang Anda minta," jawab Malvin, suaranya bergetar. Bram mengamati Malvin dengan cermat. "Kau tidak apa-apa, Malvin? Sepertinya kau bimbang memilih jalan mana yang akan kau ambil." Malvin mengangguk pelan, mengusap keningnya yang berkeringat. "Setidaknya, kau harus menggunakan kekuatanmu sendiri," ujar Bram, memecah keheningan. Malvin mengikuti langkah Bram, memasuki ruang laboratorium pribadi pria paruh baya tersebut. Tidak ada yang mencolok di laboratorium itu, hanya berbagai alat dan bahan yang akan diuji coba oleh Bram. Hidup Bram sepenuhnya terikat pada Rumah Sakit ini. Sejak kepergian istri tercinta, Bram lebih sering berada di sini daripada bersama keluarganya, yang terus mendesaknya untuk mencari pendamping hidup baru. Namun, bagi Bram, cinta yang telah ia kenal, akan tetap abadi. "Ini racun Belladona," ujar Bram, menunjukkan

    Last Updated : 2021-06-15
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 10 Garis Batas

    "Daniel, boleh aku bicara denganmu sebentar?" tanya Sarah sedikit malu-malu. Malvin mengerti aura ini. Ia hanya bisa tersenyum. ---🥀--- "Aku tidak setuju jika kau bersama dengan Daniel." ucap Malvin pada Sarah. Sarah hanya diam, melihat Malvin tidak percaya. "Berikan aku alasannya?" tanya Sarah. "Lupakan saja dia." lanjut Malvin, meninggalkan kamar Vinka, meninggalkan Sarah. Sarah terdiam. Ia lanjut memandikan Vinka yang masih tertidur. Sebenarnya, ia sudah tahu alasannya, namun ia tidak mau mencari masalah pada Malvin. Matanya mulai berkaca-kaca, dan akhirnya tidak terbendung lagi, tepat mengenai lengan Vinka. Dengan cepat, ia mengelap air matanya tersebut. ---🥀-- Sarah mendekati Malvin yang sedang menikmati rokoknya. "Aku dan Daniel sebenarnya sudah saling mengenal lama." ucap Sarah. Mendengar itu, Malvin mematikan rokoknya dan menghela napas panjang. "Tidak ada jodoh untuk seorang mafia." ucap Malvin, melihat Sarah lekat-lekat, membuat Sarah sedikit takut. "Kenapa kau t

    Last Updated : 2021-06-22
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 11 Sang Pewaris

    “Bagaimana kalau besok kita berwisata?” tanya seorang wanita dengan nada ringan, senyum tipis terukir di wajahnya. Adellia dan Monica spontan menoleh, mata mereka membesar, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Wanita itu... tersenyum. Sejenak ruangan dipenuhi keheningan yang pekat. Ada rasa panik berdesir di dalam dada mereka, tapi tak satu pun berani menunjukkannya. “Vinka? Kau sudah sadar?” suara Monica terdengar pelan, hampir seperti bisikan, seakan takut kalau suara keras akan membuat kenyataan itu menghilang. “Iya, Tante,” jawab Vinka sambil tersenyum manis, matanya menoleh sebentar ke arah Sarah. “Ini semua berkat Sarah yang selalu menjagaku... dan Malvin yang sudah mencarikan obat penawarnya.” Monica menarik napas pelan, menyembunyikan senyum masam di wajahnya. Mendengar nama-nama itu membuat pikirannya langsung bekerja. Mereka jelas bukan orang-orang di pihaknya, tapi sekarang ia punya ide. Ide busuk yang berbisik di telinganya: bagaimana menyingkirkan pewaris kelua

    Last Updated : 2021-06-25
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 12 Liburan

    Selesai melayani Vinka, Sarah membawanya ke meja makan. “Selamat pagi, Vinka,” sapa Monica dengan senyum tipis. Tiba-tiba bulu kuduk Sarah meremang. Ada apa dengan nenek lampir ini? Tidak biasanya dia menyapa… bisiknya pelan ke telinga Vinka. Vinka hanya tersenyum geli lalu mencubit pinggang Sarah pelan. “Maaf, Nona,” ucap Sarah sambil menarikkan kursi untuknya. “Terima kasih, Sarah,” balas Vinka lembut. “Selamat pagi, Tante,” sapa Vinka sambil memberikan senyum manisnya. Senyuman itu malah membuat Monica semakin muak. Dasar anak munafik, pikirnya sinis. “Sarah, kau boleh sarapan. Nanti kau kan ikut menemani Nona Vinka, bukan?” tanya Monica datar. “Ya, Sarah, pergilah sarapan. Kalian semua juga,” tambah Vinka sambil menoleh pada para pelayan. “Terima kasih, Nona!” sahut para pelayan serempak, penuh semangat. Mereka berjalan menuju dapur. Sarah ikut melangkah, meski hatinya terasa berat meninggalkan Vinka bersama Monica. ---🥀--- Di dapur, suasana riuh. “Wah, nggak biasanya

    Last Updated : 2021-06-25
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 13 Tatapan Yang Patah

    Pintu terbanting keras, menggema di seluruh ruangan villa yang tak jauh lebih besar dari rumah keluarga Panduwinata. Mata mereka menyapu sekeliling, menelusuri setiap sudut dengan waspada. "Astaga, Vinka!!" teriak seseorang, berlari mendekat lalu memeluk Vinka dengan penuh kerinduan. Monica tertegun. Dia mengenali wanita itu—Victoria, adik kandung Tuan Panduwinata. Tidak disangka dia ada di villa ini. "Halo Monica, lama tidak bertemu! Ya ampun, ini si kembar, ya? Mereka tumbuh cepat sekali. Bagaimana sekolah kalian?" sapanya hangat, membuat kedua remaja yang berdiri di belakang Monica mulai terlihat bosan. "Kau sendiri di sini?" tanya Monica, mencoba mengalihkan perhatian. Victoria tersenyum samar. "Tidak, aku bersama James, tapi dia ada urusan mendadak di kantor. Huh, dingin sekali di sini. Ayo masuk, cepat!" Mereka pun mengikuti Victoria masuk ke dalam. "Sial," gumam seseorang di luar villa. ---🥀--- "Dingin sekali di sini... seandainya Sarah ada di dekatku..." bisik Daniel

    Last Updated : 2021-06-28
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 14 Kesepakatan

    "PEMBUNUH!!" "Malvin!" teriak Daniel, suaranya memecah lamunan Malvin yang kosong menatap tanah. "Kau tidak apa-apa?" Daniel menepuk pelan bahu temannya. Malvin mengusap wajahnya, memijat pelipis yang terasa berdenyut. "Aku tak apa-apa. Lebih baik kau dirikan tenda untuk istirahat, Dan." "Baiklah." Daniel membuka bagasi mobil, menarik kantung besar berisi peralatan camping. "Malvin, bisa kau bantu aku di sini?!" serunya, sedikit kesal. Malvin tak menjawab. Matanya sayu, pikirannya melayang jauh. Daniel menghela napas, lalu mulai merakit tenda sendirian sambil mengomel pelan. Perlahan, potongan kenangan muncul di benak Malvin, membawa dirinya ke momen saat menerima perjanjian dari Tuan Panduwinata. "Tuan, ada tamu untuk Anda," kata seorang wanita, membuka pintu ruang kerja Malvin tanpa menunggu persetujuan. Seorang pria paruh baya masuk, jasnya rapi, sepatu pantofelnya mengeluarkan suara ketukan tegas saat melangkah. Di tangan kanannya, sebuah koper persegi hitam. "Selamat sian

    Last Updated : 2021-07-03

Latest chapter

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 29 Malam Penuh Pengkhianatan

    Malam itu, langit dipenuhi bintang, namun hati Vinka tetap gelap gulita. Di dalam kamarnya, ia duduk di tepi ranjang, mengelus liontin kecil peninggalan ayahnya. Hatinya berdebar tanpa alasan. Ada sesuatu yang terasa janggal, meski ia tak bisa menjelaskannya. Sementara itu, di ruang tamu, Monica duduk bersama Hans. Perempuan itu melirik suaminya dari sudut mata, tersenyum tipis sambil memutar cincinnya. "Hans, kamu yakin semua ini perlu?" tanya Monica pelan. "Aku sebenarnya tidak ingin terlibat sejauh ini. Aku hanya... ingin memastikan warisan Vinka tidak jatuh ke tangan yang salah." Hans mendengus pendek. "Kau tidak perlu munafik, Monica. Kau tahu, selama ini kau hanya mengincar kekayaan Panduwinata. Aku yang berusaha memastikan keselamatan Vinka, bukan hanya harta." Monica tertawa kecil, memiringkan kepalanya. "Oh, Hans, kau terlalu serius. Aku ini istrimu, bukan musuhmu. Lagipula, James yang memulai semua kekacauan ini, bukan aku. Dia yang mendorong semua rencana gila itu."

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 28 Sebuah Pengakuan

    Senja semakin tenggelam di balik barisan pepohonan. Taman itu mulai sepi, hanya suara daun bergesekan pelan dan angin yang membawa aroma tanah lembap. Hans menatap lurus ke depan, tangan-tangannya menyatu di pangkuannya. Ia menunggu, sabar, meski pikirannya berputar penuh tanda tanya. Di sampingnya, Malvin duduk kaku, menunduk, menahan napas panjang. “Aku menunggumu, Malvin,” ucap Hans tenang, tapi nadanya jelas memberi tekanan. “Aku butuh kau jujur sekarang.” Malvin mengusap wajahnya kasar, rambut hitamnya berantakan. “Saya… saya kenal James,” suaranya serak. “Bukan cuma kenal. Dia yang menyewa saya untuk membunuh Tuan Panduwinata, istrinya dan Vinka.” Hans memejamkan mata sejenak, seperti sudah menduga. “Lalu kenapa kau tidak melakukannya?” Malvin tertawa kecil, getir. “Karena ayah saya. Karena ayah saya dulu pengawal pribadi keluarga Panduwinata… termasuk Nona Vinka.” Hans menoleh cepat. “Ayahmu…? Kau anaknya Michael?” Malvin mengangguk pelan. “Saya tidak pernah menceritakan

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 27 Luka Yang Tidak Terlihat

    “Siapa? Siapa orang yang harus dirahasiakan dariku?” bisik Vinka dalam hati, kebingungan. Begitu mendengar langkah kaki menjauh, ia akhirnya berani keluar dari ruangan itu, berniat menemui Hans. “Paman.” panggilnya pelan. Hans yang tengah sibuk menata dokumen mendongak, lalu tersenyum begitu melihat siapa yang datang. Vinka perlahan mendekat, duduk di kursi tamu di hadapannya. “Vinka? Wah, tumben sekali.” ujar Hans sambil melipat tangannya di meja. Ruangan itu masih meninggalkan jejak menyakitkan di benak Vinka. Di sinilah kedua orang tuanya terbunuh. Ia masih mengingat jelas dentuman pistol, suara teriakan ibunya dan tawa dingin si pembunuh. “Aku ingin sekali membalas dendam pada mereka." ucap Vinka tiba-tiba, suaranya getir. Hans terdiam, matanya menunduk. Ia tahu, kebencian itu tak pernah padam dalam diri keponakannya. Sarah dan Malvin pun tahu, sebanyak apa pun mereka menolong, luka di hati Vinka selalu menganga. “Kau… belum bisa menerimanya?” tanya Hans pelan. Vinka mengg

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 26 Bayangan Yang Tersembunyi

    Sarah bergegas ke kamar Vinka begitu mendengar panggilan. “Nona memanggil saya?” tanyanya, suara lembut namun penasaran. Vinka menoleh perlahan. “Sarah, kau tahu di mana Malvin tinggal?” tanyanya pelan, tapi sorot matanya menuntut jawaban. Sarah terdiam, otaknya berputar cepat mencari alasan. Ia tahu Malvin mempercayakan rahasia ini padanya, tapi ia juga tak ingin mengecewakan Vinka. “Sarah?” desak Vinka, suaranya melembut, seolah bisa merasakan kebimbangan pelayannya. Sarah menunduk, menarik napas panjang. “Nona… maafkan saya. Saya tidak bisa memberitahu. Malvin sendiri yang memintanya.” Suaranya terdengar pelan, seperti memohon pengertian dari majikannya itu. Vinka menatapnya lama. Sarah bisa melihat mata majikannya mulai berkaca-kaca, berusaha keras menahan sesuatu yang mengganjal di dadanya. “Baiklah…” ucap Vinka akhirnya, berusaha tetap tegar. Ia bangkit perlahan, berjalan menuju ranjang. “Kau boleh keluar. Aku ingin sendiri.” Sarah menggigit bibirnya, hati kecilnya menjeri

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 25 Tali Yang Renggang

    “Paman.” panggil seorang wanita pelan. Hans menoleh, senyumnya samar. “Iya, Vinka?” Vinka mendekat, duduk di samping Hans. Tatapannya penuh rindu dan keraguan. “Apa Paman… rindu pada Ayah?” Pertanyaan itu membuat dada Hans sesak. Ia menghela napas panjang, mencoba tersenyum walau getir. “Maafkan aku, Vinka. Seharusnya dulu aku tidak pergi bertugas, seharusnya aku tetap di rumah, mendampingi dia… ke mana pun langkahnya.” Vinka menunduk, meremas jemarinya sendiri. “Kalau benar semua ini rencana Paman James… apa yang harus kulakukan?” suaranya lirih, nyaris berbisik. Hans terdiam, matanya menerawang. “Apa Paman tahu siapa yang bekerja sama dengan Paman James?” tanya Vinka lagi, nada suaranya sedikit memaksa. Hans menarik napas panjang. Sebenarnya ia tahu, tapi orang itu pernah menolong Vinka, dan lidahnya terasa berat untuk mengatakannya. “Vinka, ini sudah malam. Kita bicarakan besok saja, ya? Ayo.” Hans berdiri, mengusap kepala ponakannya pelan, lalu berjalan meninggalkan gadis it

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 24 Kenangan Yang Menjerat

    Monica meletakkan satu piring besar di atas meja, senyumnya melebar penuh kemenangan. Para pelayan hanya saling melirik, membisikkan sesuatu diam-diam. Mereka penasaran, ada apa dengan nyonya mereka kali ini, Monica yang biasanya dingin kini tampak begitu senang. Tapi tentu saja, mereka bukan siapa-siapa untuk ikut menggoda atau mempertanyakan kegembiraan majikannya. “Wow, Mam, Mama masak semua ini sendiri?” tanya Adellia sambil mengedarkan pandangan ke meja makan. Monica mengangguk pelan, senyum masih terlukis di wajahnya. Adellia dan Aldo saling melirik, perasaan aneh menggelitik hati mereka. Mereka tak pernah melihat ibunya sesenang ini, bahkan ketika ayah mereka pulang dari luar kota. “Tentu saja ini untuk kemenangan Mami,” jawab Monica riang. “Kemenangan? Maksud Mama, kemenangan apa?” tanya kedua anaknya hampir bersamaan, bingung. Suara bel pintu terdengar dari ruang depan. Monica segera berdiri, langkahnya ringan, membayangkan menyambut sang suami yang baru pulang. Tapi begi

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 23 Pelarian

    Jessie berusaha melepas ikatan di kaki dan tangannya dengan serpihan kaca kecil yang ia selipkan diam-diam di saku gaun. Sejak awal ia sudah berhati-hati agar tak melukai diri sendiri, tapi kenyataannya tak semudah itu, jari tengahnya tergores saat mencoba menarik keluar serpihan itu. Ia bahkan merasakan perih di pinggang, tempat ia menyembunyikannya tadi. “Sial.” gumam Jessie pelan sambil meringis. Meski begitu, ia tetap gigih memotong tali tambang yang mengikat pergelangan tangannya, meski setiap gerakan kecil membuat lehernya pegal. “Aduh… kenapa sih mereka tega begini? Semakin menarik saja, mafia-mafia ini.” Jessie bergumam sendirian, mencoba menjaga pikirannya tetap sibuk agar tidak panik menghadapi situasi gawat ini. Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari arah pintu. Jessie reflek berhenti, buru-buru berpura-pura seperti tahanan yang patuh. “Ah, sialan…” sumpahnya dalam hati. Pintu terbuka kasar. Seorang pria bertubuh besar mendorong seorang wanita masuk. Jessie menatap wanita

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 22 Jeratan Malam

    Jessie melangkah anggun di antara para tamu pesta. Dengan tubuh ramping dan gaun yang memeluk lekuknya, ia tampak seperti Nyonya besar sejati. Tak heran jika hampir semua mata pria tertuju padanya malam itu. Tak jauh, Hans mendekati Malvin dengan senyum menyeringai. “Drama wanita itu… luar biasa, ya,” bisiknya. Malvin membalas dengan senyum tipis. “Dia mirip Monica, bukan?” ucapnya, sengaja membalikkan keadaan. Hans sejenak tersipu, lalu memilih menjauh dengan langkah kecil, pura-pura tidak terusik. Dengan gerakan kecil, Malvin memencet tombol kecil di jasnya. Jessie dan Hans melakukan hal yang sama, alat komunikasi mungil mereka tersambung. Tak lama, Malvin menghampiri seorang wanita elegan di tepi ruangan. Ia menyunggingkan senyuman ramah. “Sudah sering datang ke acara seperti ini?” suaranya hangat, penuh ketenangan. Wanita itu, yang memegang gelas anggur, tersenyum menggoda. “Sudah sepuluh tahun. Ini dunia kecil saya.” Malvin mengangguk pelan. “Saya baru pertama kali. Ada sa

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 21 Jejak di Pelabuhan

    “Berapa banyak topeng yang kau pakai, hah!?” bentak Sarah, suaranya bergetar menahan marah. “Sarah!!” seru Malvin, suaranya memecah ketegangan di ruangan itu. Semua orang langsung terdiam. Kevin segera memberi isyarat pada Jessie dan Zico untuk meninggalkan ruangan, dan keduanya patuh tanpa banyak tanya. “Tuan Hans tidak tahu apa-apa…” suara Malvin melembut. “Awalnya Vinka bersamaku. Tapi seseorang menculiknya. Aku minta maaf padamu.” Sarah menatap tajam. “Dan sekarang dia di mana?” “Aku sedang berusaha mencarinya. Jadi, bisakah kau diam sejenak? Kita perlu menyusun rencana. Mohon, mengertilah…” Dengan helaan napas berat, Sarah melangkah ke kursi dan duduk perlahan. “Baiklah. Itu urusanmu. Aku hanya ingin Vinka selamat, itu saja.” “Sarah…” Daniel hendak bicara, tapi Malvin mengangkat tangan menghentikannya. Tanpa berkata apa-apa, Malvin menuju ruangannya. Dia melihat Zico berdiri di dekat pintu. “Zico.” panggilnya pelan. Anak muda itu langsung paham maksudnya dan segera memang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status