Home / Romansa / Pengantin Untuk Tuan Mafioso / Chapter 4 Bayang-Bayang Sang Penjaga

Share

Chapter 4 Bayang-Bayang Sang Penjaga

Author: Riska Prakoso
last update Huling Na-update: 2021-06-13 14:23:08

Zico memandang Malvin dengan mata terbelalak, jantungnya berdegup begitu kencang hingga nyaris terasa di tenggorokan. Perlahan, pria dewasa itu mengeluarkan pistol dari saku celananya. Dengan tenang, Malvin mengisi senjata itu dengan tiga peluru, membiarkan satu slot kosong.

Keringat dingin mulai membasahi kening Zico. Napasnya tersengal, sementara Malvin meletakkan pistol di meja di hadapannya.

"Jika kau benar-benar ingin menjadi anak buahku, lakukan sesuatu yang bisa membuatku tertarik padamu," ucap Malvin, senyum licik mulai merekah di bibirnya.

Zico menunduk, kedua tangan gemetar. Namun ia mengangguk pelan. "Baiklah."

Dengan hati-hati, Zico mengambil pistol itu. Ia mengarahkannya ke tangan kirinya, jari kanannya bersiap menarik pelatuk. Malvin dapat mendengar detak jantung remaja itu, musik yang indah di telinganya. Tatapan Malvin melekat pada wajah ketakutan di hadapannya.

Zico menelan ludah keras-keras.

Tek!

Tubuhnya tersentak, napas tercekat di tenggorokan. Zico mendongak, menatap Malvin dengan mata membelalak tak percaya.

"Usiamu masih muda," kata Malvin perlahan, menyeringai. "Kalau kau bergabung denganku, nyawamu akan sia-sia. Begini saja, jalani hidupmu seperti biasa. Tapi… kau harus mencari tahu tugas yang akan kuberikan padamu. Bagaimana?"

Zico hanya bisa menunduk, bahunya gemetar, air mata mulai mengalir tanpa suara. Malvin mengambil jasnya, memakainya dengan santai, lalu melemparkan selembar uang seratus dolar ke meja.

"Ambil ini. Pulanglah. Orang tuamu pasti khawatir," katanya sambil mengacak rambut Zico kasar, membuat rambut remaja itu berantakan.

Zico memandangnya dengan mata berkaca. "A-aku… aku tidak punya keluarga," gumamnya lirih.

Malvin berhenti di depan pintu, menoleh kembali. Pandangannya tajam, meneliti sosok kecil yang kini berdiri sendirian di ruangan itu. Di luar, suara hiruk-pikuk terdengar samar, tapi di sini… hanya ada mereka berdua.

---🥀---

Semua anak buah Malvin memandangi Zico, membuat remaja itu ciut.

"Jadi, siapa yang mau bertanggung jawab untuk pekerjaan kita?" tanya Malvin lantang.

Seorang pria dewasa bertubuh kekar mengangkat tangan.

"Ya, Daniel. Kau mau tangani anak ini?"

Daniel mengangguk pelan. "Serahkan dia padaku."

Dengan tubuh penuh tato dan aura mengintimidasi, Daniel tampak seperti mimpi buruk bagi Zico. Tapi mau tak mau, Zico harus mengikuti perintah Tuan Mafioso. Ia pun melangkah mengikuti Daniel, meninggalkan ruangan itu.

"Yang lain, kembali bekerja," perintah Malvin dingin.

Anak buahnya berpencar, sementara Malvin kembali ke ruang kerjanya. Ia duduk perlahan, merebahkan tubuh di kursi, menutup mata sejenak. Tangannya memijat kening, meski ia tahu tak ada pusing di sana—hanya kebiasaan.

Tok! Tok!

Mata Malvin terbuka. Ia menoleh ke arah pintu, mendengar suara anak buahnya.

"Tuan, adik Tuan Panduwinata ingin bertemu dengan Anda."

"Suruh masuk."

"Baik, Tuan."

Pintu kembali tertutup, lalu terbuka. Seorang pria paruh baya melangkah masuk, meletakkan koper hitam di atas meja Malvin.

"Ada masalah apa?" tanya Malvin datar.

"Saya ingin Anda membunuh Tuan Putri itu." jawab pria itu tanpa ragu.

Senyum tipis muncul di wajah Malvin. "Baiklah. Kalau itu maumu, aku akan menerima tugasnya. Tapi untuk uangnya, simpan dulu. Aku hanya akan mengambilnya kalau tugasnya berhasil."

Pria itu menyerahkan selembar kertas. Malvin mengambilnya, membaca cepat.

"Anda datang ke rumah itu, berpura-pura sebagai penjaga atau bodyguard Nona muda itu," jelas si pria.

Malvin tertawa pelan. "Menarik. Boleh aku… bersenang-senang sedikit dengannya?"

Pria itu ikut tersenyum miring. "Silakan."

---🥀---

Mobil hitam Malvin berhenti di depan rumah megah bercat putih. Seorang penjaga mendekat.

"Maaf, Tuan. Tolong jangan parkir di sini."

Malvin mengulurkan secarik kertas. "Alamat ini, kan?"

Penjaga mengangguk. "Ya, tapi ada keperluan apa Anda di sini?"

Malvin menyerahkan dokumen lain. "Saya melamar kerja. Sebagai bodyguard."

Gerbang dibuka. Malvin masuk, matanya memandang puas ke halaman luas bergaya Eropa klasik. Saat berjalan, ia melihat pelayan wanita sedang menyiram tanaman. Dengan iseng, ia menyentuh betis pelayan itu dari belakang, membuatnya menjerit kaget. Malvin tertawa.

"Malvin?"

"Hai, Sarah. Apa kabar?"

Ternyata mereka mengenal satu sama lain sejak SMA. Sarah hanya menggeleng sambil tersenyum. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Malvin menoleh ke balkon lantai dua. Seorang wanita duduk di sana, tak bergeming. Malvin tahu, itulah targetnya.

"Baiklah," gumamnya, melambaikan tangan ke atas.

Sarah tertawa kecil. "Percuma saja kau melambaikan tangan. Nona Vinka tidak akan merespons."

"Kenapa?" tanya Malvin sambil membantu Sarah menggulung selang.

"Dia… buta."

Malvin terdiam. "Sejak kapan?"

"Sejak lahir."

"Kenapa tidak operasi? Bukankah zaman sudah maju?"

Sarah mengangkat bahu. "Aku juga tak tahu."

Tiba-tiba seorang gadis remaja berlari menghampiri Sarah. "Lihat gaun pestaku! Apa yang kau lakukan padanya?"

Adellia, adik Vinka, berhenti mendadak saat matanya jatuh pada sosok Malvin. Wajahnya memerah. "Sarah, siapa dia?"

Malvin langsung menyerahkan kertas kepada Adellia. Saat membaca isinya, kekecewaan terpampang di wajah gadis itu.

"Mommy!" Adellia berlari pergi. Sarah hanya tertawa kecil. "Aku jamin kau akan jadi rebutan di sini."

Malvin tersenyum lebar. "Wah, aku tak sabar membayangkannya."

---🥀---

Malam hari, selesai makan malam, seluruh keluarga berkumpul di ruang tengah. Tuan Hans memandang Malvin lekat-lekat.

"Perkenalkan dirimu," katanya singkat.

"Namaku Malvin. Aku lulusan sekolah Genghis. Anda pasti pernah mendengarnya."

"Papa, izinkan dia menjaga Kak Vinka," pinta Adellia memohon.

Hans menghela napas, memijat keningnya. Tapi tiba-tiba, suara lembut terdengar dari kursi roda di sudut ruangan.

"Paman, aku tidak perlu bodyguard. Aku bisa menjaga diriku sendiri," ucap Vinka pelan.

Malvin menoleh, matanya tajam. "Mungkin saja, saat kau mandi, dan pelayan setiamu tak menemani, ada mata jahat yang memandang tubuhmu," bisiknya.

Aldo, putra paman Hans, langsung berkeringat dingin, buru-buru keluar ruangan.

Vinka membisu. Seluruh keluarga Hans terdiam, menatap Malvin dengan wajah tak percaya.

---🥀---

Vinka duduk diam di kursi besar ruang tamu, matanya kosong menatap kegelapan yang abadi. Namun telinganya tajam; ia mendengar suara langkah Malvin yang mendekat. “Besok aku mulai bekerja di sini,” suara pria itu terdengar santai, hampir seperti nada menggoda.

Vinka mengerutkan kening. “Aku tidak mempekerjakanmu.”

Malvin tertawa pelan. “Tapi keluarga pamanmu mempekerjakanku untuk melindungimu. Kau tahu, setelah kehilangan kedua orang tuamu dengan cara tragis seperti itu, mereka khawatir kau jadi sasaran berikutnya.”

Gigi Vinka bergemeretak menahan emosi. Malvin bisa melihat tangan gadis itu mengepal di pangkuan. “Aku tidak butuh siapapun…” bisiknya getir.

“Oh, Nona,” Malvin mendekat, menunduk sejajar wajahnya. “Semua orang butuh seseorang. Bahkan kau.”

Sementara itu, di luar pagar, Daniel mengawasi dari jauh. Dia menekan tombol di alat komunikasinya. “Bos, target sudah lunak. Dia sama sekali tak curiga siapa yang benar-benar menarik benang di balik semua ini.”

Di ujung sana, suara pria tertawa pelan. “Bagus. Malvin akan tetap bermain perannya, dan saat waktunya tiba… harta keluarga itu jatuh ke tangan kita.”

Vinka berdiri perlahan. Meski matanya gelap, langkahnya tenang. Ia berjalan menuju piano tua di sudut ruangan, jemarinya menyentuh tuts yang berdebu. Ia memainkan melodi kecil, nada-nada sendu yang terdengar seperti ratapan.

Malvin berdiri terpaku, menatap punggung gadis itu. Untuk sesaat, dia merasakan geliat kecil di hatinya—rasa bersalah? Tidak, itu bukan sifatnya. Dia menggeleng pelan, kembali mengenakan topeng dinginnya.

Di pikirannya, hanya satu hal yang jelas: Vinka hanyalah pion. Dan dalam permainan ini, tak ada tempat bagi pion untuk menang.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 5 Dalam Cengkraman

    “Mungkin saja, saat kau mandi, dan pelayan setiamu tidak menemani, ada mata-mata jahat yang mengintai tubuhmu,” ucap Malvin perlahan, suaranya seakan menembus dinding kesopanan, membuat Aldo, putra Paman Hans, berkeringat dingin. Tanpa berkata apa-apa, Aldo memilih mundur pelan dari ruang tengah itu. Vinka mematung, matanya melebar tak percaya. Ucapan Malvin barusan seperti cambuk di tengah sunyi. Seluruh keluarga Hans, termasuk Adellia dan Nyonya Monica, ikut terdiam. Wajah mereka memucat, tak percaya ada yang berani berbicara seberani itu di dalam rumah mereka. “Bagaimana kau tahu hal seperti itu akan terjadi?!” bentak Vinka, kesal, suaranya bergetar di ujung kalimat. “Itu bukan sesuatu yang akan terjadi,” jawab Malvin dingin. “Itu sudah terjadi.” Ia menoleh santai pada Hans. “Jika keponakanmu tetap menolak keberadaanku di sini, lebih baik aku pergi.” “Tunggu!” Hans mengangkat tangannya, menatap Vinka dengan tatapan tegas. “Baiklah. Kau bisa mulai bekerja hari ini. Sarah, tunjukk

    Huling Na-update : 2021-06-13
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 6 Tanggung Jawab dan Rahasia

    "Tidak mungkin," ucap Sarah tak percaya, setelah selesai membaca isi surat itu. Malvin menggeleng pelan. "Kita tidak tahu rencana Tuhan seperti apa." Ia mengambil kertas itu dari tangan Sarah, melipatnya rapi, dan memasukkannya ke dalam saku jasnya. Sarah menatapnya lekat-lekat. "Sejak kapan?" tanya Sarah penasaran. "Aku tidak tahu pasti. Pria itu datang memohon kepada ayahku untuk menjaga Vinka. Saat itu aku masih belajar menjadi seorang mafia." ---🥀--- Beberapa tahun silam, Tuan Panduwinata turun dari mobil, menggendong putrinya yang baru berusia lima tahun. Istrinya menyusul, berusaha menghindari kubangan di jalanan becek. "Permisi, apakah Anda tahu alamat ini?" tanya Tuan Panduwinata kepada seorang warga yang sedang sibuk mengelas kayu. Pria itu melirik kertas yang disodorkan. "Jalan lurus saja. Kalau kau lihat ada satu rumah berdiri sendiri, ya itu dia. Siapa yang mau kau bunuh?" tanyanya, setengah bercanda. Mendengar itu, Tuan Panduwinata cepat-cepat menutup kedua

    Huling Na-update : 2021-06-14
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 7 Bisik Pengkhianatan

    Malvin berusaha memejamkan matanya, tapi malam terasa begitu panjang, dan matanya justru semakin lebar. Dengan gerakan kasar, ia menarik kaosnya dan melemparkan ke lantai. "Sial!" desisnya, menggertakkan gigi sambil meremas bantal, lalu melemparkannya ke dinding. Ia duduk di pinggir ranjang, memijit pelipisnya pelan. "Baiklah." gumamnya lirih. Malvin bangkit perlahan, mengenakan kembali kaosnya, lalu melangkah menuju pintu. Tangannya memutar gagang pintu perlahan, agar tidak menimbulkan suara berderit yang bisa membangunkan siapa pun di rumah besar itu. Lorong panjang di depannya remang, hanya diterangi lampu dinding yang temaram. Langkahnya pelan, nyaris tanpa suara. Hatinya berdebar aneh ketika ia sampai di depan kamar Vinka. Namun, alisnya langsung mengerut. Kenapa pintu kamar itu terbuka? Dengan langkah perlahan, ia mendekati pintu. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum miring yang khas. "Menarik." bisiknya dalam hati. ---🥀--- Pagi hari, matahari merambat naik perlahan d

    Huling Na-update : 2021-06-14
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 8 Sisi Gelap

    Monica tidak dapat mempercayai kenyataan bahwa pria di depannya, Malvin, sudah mengetahui rencana busuk yang telah disusunnya. Senyuman yang terukir di wajah Malvin itu begitu khas, namun Monica tidak bisa memahami makna di balik senyumannya. Apakah itu senyuman penuh kemenangan, ataukah senyuman yang meremehkan? Tak ada yang bisa membedakan keduanya. “Apa maumu, Malvin?” tanya Monica dengan nada penuh amarah. Malvin memandang Desi yang berdiri di samping Monica, matanya tertunduk dalam ketakutan. “Percuma saja jika saya mengatakan bahwa andalah pelakunya, karena suami Anda pasti akan memihak kepada Andaujar Malvin, dengan nada yang tenang, meskipun perkataannya tajam dan penuh makna. “Apa katamu? Hans sudah tahu?” tanya Monica dengan nada tak percaya, matanya membelalak kaget. “Kalau kau tidak percaya, tanyakan saja padanya. Lagipula, tugas kita di sini sama,” Malvin menjelaskan sambil meletakkan sebuah foto Vinka di atas meja. “Siapa yang menyuruhmu?” tanya Monica dengan suara

    Huling Na-update : 2021-06-14
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 9 Keputusan

    "Apa kau masih ragu?" tanya Bram, menatap Malvin dengan tajam. Mata Malvin membalas tatapan Bram, penuh keraguan. "Saya sudah membawa stempel racun yang Anda minta," jawab Malvin, suaranya bergetar. Bram mengamati Malvin dengan cermat. "Kau tidak apa-apa, Malvin? Sepertinya kau bimbang memilih jalan mana yang akan kau ambil." Malvin mengangguk pelan, mengusap keningnya yang berkeringat. "Setidaknya, kau harus menggunakan kekuatanmu sendiri," ujar Bram, memecah keheningan. Malvin mengikuti langkah Bram, memasuki ruang laboratorium pribadi pria paruh baya tersebut. Tidak ada yang mencolok di laboratorium itu, hanya berbagai alat dan bahan yang akan diuji coba oleh Bram. Hidup Bram sepenuhnya terikat pada Rumah Sakit ini. Sejak kepergian istri tercinta, Bram lebih sering berada di sini daripada bersama keluarganya, yang terus mendesaknya untuk mencari pendamping hidup baru. Namun, bagi Bram, cinta yang telah ia kenal, akan tetap abadi. "Ini racun Belladona," ujar Bram, menunjukkan

    Huling Na-update : 2021-06-15
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 10 Garis Batas

    "Daniel, boleh aku bicara denganmu sebentar?" tanya Sarah sedikit malu-malu. Malvin mengerti aura ini. Ia hanya bisa tersenyum. ---🥀--- "Aku tidak setuju jika kau bersama dengan Daniel." ucap Malvin pada Sarah. Sarah hanya diam, melihat Malvin tidak percaya. "Berikan aku alasannya?" tanya Sarah. "Lupakan saja dia." lanjut Malvin, meninggalkan kamar Vinka, meninggalkan Sarah. Sarah terdiam. Ia lanjut memandikan Vinka yang masih tertidur. Sebenarnya, ia sudah tahu alasannya, namun ia tidak mau mencari masalah pada Malvin. Matanya mulai berkaca-kaca, dan akhirnya tidak terbendung lagi, tepat mengenai lengan Vinka. Dengan cepat, ia mengelap air matanya tersebut. ---🥀-- Sarah mendekati Malvin yang sedang menikmati rokoknya. "Aku dan Daniel sebenarnya sudah saling mengenal lama." ucap Sarah. Mendengar itu, Malvin mematikan rokoknya dan menghela napas panjang. "Tidak ada jodoh untuk seorang mafia." ucap Malvin, melihat Sarah lekat-lekat, membuat Sarah sedikit takut. "Kenapa kau t

    Huling Na-update : 2021-06-22
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 11 Sang Pewaris

    “Bagaimana kalau besok kita berwisata?” tanya seorang wanita dengan nada ringan, senyum tipis terukir di wajahnya. Adellia dan Monica spontan menoleh, mata mereka membesar, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Wanita itu... tersenyum. Sejenak ruangan dipenuhi keheningan yang pekat. Ada rasa panik berdesir di dalam dada mereka, tapi tak satu pun berani menunjukkannya. “Vinka? Kau sudah sadar?” suara Monica terdengar pelan, hampir seperti bisikan, seakan takut kalau suara keras akan membuat kenyataan itu menghilang. “Iya, Tante,” jawab Vinka sambil tersenyum manis, matanya menoleh sebentar ke arah Sarah. “Ini semua berkat Sarah yang selalu menjagaku... dan Malvin yang sudah mencarikan obat penawarnya.” Monica menarik napas pelan, menyembunyikan senyum masam di wajahnya. Mendengar nama-nama itu membuat pikirannya langsung bekerja. Mereka jelas bukan orang-orang di pihaknya, tapi sekarang ia punya ide. Ide busuk yang berbisik di telinganya: bagaimana menyingkirkan pewaris kelua

    Huling Na-update : 2021-06-25
  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 12 Liburan

    Selesai melayani Vinka, Sarah membawanya ke meja makan. “Selamat pagi, Vinka,” sapa Monica dengan senyum tipis. Tiba-tiba bulu kuduk Sarah meremang. Ada apa dengan nenek lampir ini? Tidak biasanya dia menyapa… bisiknya pelan ke telinga Vinka. Vinka hanya tersenyum geli lalu mencubit pinggang Sarah pelan. “Maaf, Nona,” ucap Sarah sambil menarikkan kursi untuknya. “Terima kasih, Sarah,” balas Vinka lembut. “Selamat pagi, Tante,” sapa Vinka sambil memberikan senyum manisnya. Senyuman itu malah membuat Monica semakin muak. Dasar anak munafik, pikirnya sinis. “Sarah, kau boleh sarapan. Nanti kau kan ikut menemani Nona Vinka, bukan?” tanya Monica datar. “Ya, Sarah, pergilah sarapan. Kalian semua juga,” tambah Vinka sambil menoleh pada para pelayan. “Terima kasih, Nona!” sahut para pelayan serempak, penuh semangat. Mereka berjalan menuju dapur. Sarah ikut melangkah, meski hatinya terasa berat meninggalkan Vinka bersama Monica. ---🥀--- Di dapur, suasana riuh. “Wah, nggak biasanya

    Huling Na-update : 2021-06-25

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 29 Malam Penuh Pengkhianatan

    Malam itu, langit dipenuhi bintang, namun hati Vinka tetap gelap gulita. Di dalam kamarnya, ia duduk di tepi ranjang, mengelus liontin kecil peninggalan ayahnya. Hatinya berdebar tanpa alasan. Ada sesuatu yang terasa janggal, meski ia tak bisa menjelaskannya. Sementara itu, di ruang tamu, Monica duduk bersama Hans. Perempuan itu melirik suaminya dari sudut mata, tersenyum tipis sambil memutar cincinnya. "Hans, kamu yakin semua ini perlu?" tanya Monica pelan. "Aku sebenarnya tidak ingin terlibat sejauh ini. Aku hanya... ingin memastikan warisan Vinka tidak jatuh ke tangan yang salah." Hans mendengus pendek. "Kau tidak perlu munafik, Monica. Kau tahu, selama ini kau hanya mengincar kekayaan Panduwinata. Aku yang berusaha memastikan keselamatan Vinka, bukan hanya harta." Monica tertawa kecil, memiringkan kepalanya. "Oh, Hans, kau terlalu serius. Aku ini istrimu, bukan musuhmu. Lagipula, James yang memulai semua kekacauan ini, bukan aku. Dia yang mendorong semua rencana gila itu."

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 28 Sebuah Pengakuan

    Senja semakin tenggelam di balik barisan pepohonan. Taman itu mulai sepi, hanya suara daun bergesekan pelan dan angin yang membawa aroma tanah lembap. Hans menatap lurus ke depan, tangan-tangannya menyatu di pangkuannya. Ia menunggu, sabar, meski pikirannya berputar penuh tanda tanya. Di sampingnya, Malvin duduk kaku, menunduk, menahan napas panjang. “Aku menunggumu, Malvin,” ucap Hans tenang, tapi nadanya jelas memberi tekanan. “Aku butuh kau jujur sekarang.” Malvin mengusap wajahnya kasar, rambut hitamnya berantakan. “Saya… saya kenal James,” suaranya serak. “Bukan cuma kenal. Dia yang menyewa saya untuk membunuh Tuan Panduwinata, istrinya dan Vinka.” Hans memejamkan mata sejenak, seperti sudah menduga. “Lalu kenapa kau tidak melakukannya?” Malvin tertawa kecil, getir. “Karena ayah saya. Karena ayah saya dulu pengawal pribadi keluarga Panduwinata… termasuk Nona Vinka.” Hans menoleh cepat. “Ayahmu…? Kau anaknya Michael?” Malvin mengangguk pelan. “Saya tidak pernah menceritakan

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 27 Luka Yang Tidak Terlihat

    “Siapa? Siapa orang yang harus dirahasiakan dariku?” bisik Vinka dalam hati, kebingungan. Begitu mendengar langkah kaki menjauh, ia akhirnya berani keluar dari ruangan itu, berniat menemui Hans. “Paman.” panggilnya pelan. Hans yang tengah sibuk menata dokumen mendongak, lalu tersenyum begitu melihat siapa yang datang. Vinka perlahan mendekat, duduk di kursi tamu di hadapannya. “Vinka? Wah, tumben sekali.” ujar Hans sambil melipat tangannya di meja. Ruangan itu masih meninggalkan jejak menyakitkan di benak Vinka. Di sinilah kedua orang tuanya terbunuh. Ia masih mengingat jelas dentuman pistol, suara teriakan ibunya dan tawa dingin si pembunuh. “Aku ingin sekali membalas dendam pada mereka." ucap Vinka tiba-tiba, suaranya getir. Hans terdiam, matanya menunduk. Ia tahu, kebencian itu tak pernah padam dalam diri keponakannya. Sarah dan Malvin pun tahu, sebanyak apa pun mereka menolong, luka di hati Vinka selalu menganga. “Kau… belum bisa menerimanya?” tanya Hans pelan. Vinka mengg

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 26 Bayangan Yang Tersembunyi

    Sarah bergegas ke kamar Vinka begitu mendengar panggilan. “Nona memanggil saya?” tanyanya, suara lembut namun penasaran. Vinka menoleh perlahan. “Sarah, kau tahu di mana Malvin tinggal?” tanyanya pelan, tapi sorot matanya menuntut jawaban. Sarah terdiam, otaknya berputar cepat mencari alasan. Ia tahu Malvin mempercayakan rahasia ini padanya, tapi ia juga tak ingin mengecewakan Vinka. “Sarah?” desak Vinka, suaranya melembut, seolah bisa merasakan kebimbangan pelayannya. Sarah menunduk, menarik napas panjang. “Nona… maafkan saya. Saya tidak bisa memberitahu. Malvin sendiri yang memintanya.” Suaranya terdengar pelan, seperti memohon pengertian dari majikannya itu. Vinka menatapnya lama. Sarah bisa melihat mata majikannya mulai berkaca-kaca, berusaha keras menahan sesuatu yang mengganjal di dadanya. “Baiklah…” ucap Vinka akhirnya, berusaha tetap tegar. Ia bangkit perlahan, berjalan menuju ranjang. “Kau boleh keluar. Aku ingin sendiri.” Sarah menggigit bibirnya, hati kecilnya menjeri

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 25 Tali Yang Renggang

    “Paman.” panggil seorang wanita pelan. Hans menoleh, senyumnya samar. “Iya, Vinka?” Vinka mendekat, duduk di samping Hans. Tatapannya penuh rindu dan keraguan. “Apa Paman… rindu pada Ayah?” Pertanyaan itu membuat dada Hans sesak. Ia menghela napas panjang, mencoba tersenyum walau getir. “Maafkan aku, Vinka. Seharusnya dulu aku tidak pergi bertugas, seharusnya aku tetap di rumah, mendampingi dia… ke mana pun langkahnya.” Vinka menunduk, meremas jemarinya sendiri. “Kalau benar semua ini rencana Paman James… apa yang harus kulakukan?” suaranya lirih, nyaris berbisik. Hans terdiam, matanya menerawang. “Apa Paman tahu siapa yang bekerja sama dengan Paman James?” tanya Vinka lagi, nada suaranya sedikit memaksa. Hans menarik napas panjang. Sebenarnya ia tahu, tapi orang itu pernah menolong Vinka, dan lidahnya terasa berat untuk mengatakannya. “Vinka, ini sudah malam. Kita bicarakan besok saja, ya? Ayo.” Hans berdiri, mengusap kepala ponakannya pelan, lalu berjalan meninggalkan gadis it

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 24 Kenangan Yang Menjerat

    Monica meletakkan satu piring besar di atas meja, senyumnya melebar penuh kemenangan. Para pelayan hanya saling melirik, membisikkan sesuatu diam-diam. Mereka penasaran, ada apa dengan nyonya mereka kali ini, Monica yang biasanya dingin kini tampak begitu senang. Tapi tentu saja, mereka bukan siapa-siapa untuk ikut menggoda atau mempertanyakan kegembiraan majikannya. “Wow, Mam, Mama masak semua ini sendiri?” tanya Adellia sambil mengedarkan pandangan ke meja makan. Monica mengangguk pelan, senyum masih terlukis di wajahnya. Adellia dan Aldo saling melirik, perasaan aneh menggelitik hati mereka. Mereka tak pernah melihat ibunya sesenang ini, bahkan ketika ayah mereka pulang dari luar kota. “Tentu saja ini untuk kemenangan Mami,” jawab Monica riang. “Kemenangan? Maksud Mama, kemenangan apa?” tanya kedua anaknya hampir bersamaan, bingung. Suara bel pintu terdengar dari ruang depan. Monica segera berdiri, langkahnya ringan, membayangkan menyambut sang suami yang baru pulang. Tapi begi

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 23 Pelarian

    Jessie berusaha melepas ikatan di kaki dan tangannya dengan serpihan kaca kecil yang ia selipkan diam-diam di saku gaun. Sejak awal ia sudah berhati-hati agar tak melukai diri sendiri, tapi kenyataannya tak semudah itu, jari tengahnya tergores saat mencoba menarik keluar serpihan itu. Ia bahkan merasakan perih di pinggang, tempat ia menyembunyikannya tadi. “Sial.” gumam Jessie pelan sambil meringis. Meski begitu, ia tetap gigih memotong tali tambang yang mengikat pergelangan tangannya, meski setiap gerakan kecil membuat lehernya pegal. “Aduh… kenapa sih mereka tega begini? Semakin menarik saja, mafia-mafia ini.” Jessie bergumam sendirian, mencoba menjaga pikirannya tetap sibuk agar tidak panik menghadapi situasi gawat ini. Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari arah pintu. Jessie reflek berhenti, buru-buru berpura-pura seperti tahanan yang patuh. “Ah, sialan…” sumpahnya dalam hati. Pintu terbuka kasar. Seorang pria bertubuh besar mendorong seorang wanita masuk. Jessie menatap wanita

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 22 Jeratan Malam

    Jessie melangkah anggun di antara para tamu pesta. Dengan tubuh ramping dan gaun yang memeluk lekuknya, ia tampak seperti Nyonya besar sejati. Tak heran jika hampir semua mata pria tertuju padanya malam itu. Tak jauh, Hans mendekati Malvin dengan senyum menyeringai. “Drama wanita itu… luar biasa, ya,” bisiknya. Malvin membalas dengan senyum tipis. “Dia mirip Monica, bukan?” ucapnya, sengaja membalikkan keadaan. Hans sejenak tersipu, lalu memilih menjauh dengan langkah kecil, pura-pura tidak terusik. Dengan gerakan kecil, Malvin memencet tombol kecil di jasnya. Jessie dan Hans melakukan hal yang sama, alat komunikasi mungil mereka tersambung. Tak lama, Malvin menghampiri seorang wanita elegan di tepi ruangan. Ia menyunggingkan senyuman ramah. “Sudah sering datang ke acara seperti ini?” suaranya hangat, penuh ketenangan. Wanita itu, yang memegang gelas anggur, tersenyum menggoda. “Sudah sepuluh tahun. Ini dunia kecil saya.” Malvin mengangguk pelan. “Saya baru pertama kali. Ada sa

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   Chapter 21 Jejak di Pelabuhan

    “Berapa banyak topeng yang kau pakai, hah!?” bentak Sarah, suaranya bergetar menahan marah. “Sarah!!” seru Malvin, suaranya memecah ketegangan di ruangan itu. Semua orang langsung terdiam. Kevin segera memberi isyarat pada Jessie dan Zico untuk meninggalkan ruangan, dan keduanya patuh tanpa banyak tanya. “Tuan Hans tidak tahu apa-apa…” suara Malvin melembut. “Awalnya Vinka bersamaku. Tapi seseorang menculiknya. Aku minta maaf padamu.” Sarah menatap tajam. “Dan sekarang dia di mana?” “Aku sedang berusaha mencarinya. Jadi, bisakah kau diam sejenak? Kita perlu menyusun rencana. Mohon, mengertilah…” Dengan helaan napas berat, Sarah melangkah ke kursi dan duduk perlahan. “Baiklah. Itu urusanmu. Aku hanya ingin Vinka selamat, itu saja.” “Sarah…” Daniel hendak bicara, tapi Malvin mengangkat tangan menghentikannya. Tanpa berkata apa-apa, Malvin menuju ruangannya. Dia melihat Zico berdiri di dekat pintu. “Zico.” panggilnya pelan. Anak muda itu langsung paham maksudnya dan segera memang

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status