Share

4

Terhitung sudah satu bulan Lauryn dianggap sudah mati oleh keluarga William. Kehidupan keluarga itu berjalan dengan baik seperti biasanya. Tidak ada yang berubah, karena pada kenyataannya Lauryn tidak pernah menjadi anggota keluarga itu.

Nyonya Eddelia, istri Alexander William, merasa hari-harinya semakin indah. Rasa tercekik yang membelenggunya selama 24 tahun ini telah lenyap. Sekarang wanita itu bisa bersantai tanpa harus memikirkan kekurangannya.

Ia tahu suaminya memiliki banyak wanita simpanan untuk bersenang-senang, sebagai seorang istri ia merasa hancur. Namun, ia tidak bisa melarang suaminya karena jika ia melakukan hal itu maka ia akan dilemparkan ke jalanan.

Lebih dari sebuah kehidupan mewah, Eddellia memikirkan harga dirinya. Ia tidak akan membuat orang-orang membicarakannya karena ia dibuang begitu saja oleh Alexander.

Satu-satunya pilihan agar ia tetap aman pada posisinya adalah dengan menjadi istri yang penurut dan tidak ikut campur atas apa yang dilakukan suaminya di luar rumah. Pada akhirnya sang suami akan tetap kembali ke rumah setelah puas bermain-main di luar.

Selain itu suaminya juga memegang prinsip bahwa ia tidak akan pernah mengambil istri lagi. Ia juga tidak akan membiarkan wanita simpanannya melahirkan anak.

Namun, hanya ada satu wanita yang dibiarkan oleh pria itu untuk melahirkan anaknya, dan itu adalah Luna, seorang pelayan yang memiliki wajah seindah dewi.

Memikirkan tentang kemungkinan posisinya akan diambil oleh Luna membuat Eddelia tertekan dan tidak bisa tidur dengan tenang, tapi lagi-lagi suaminya memberikan jawaban yang membuat ia sedikit merasa lebih baik. Bahwa ia membiarkan Luna melahirkan anaknya karena ingin memanfaatkan anak Luna agar mempermudahkan jalan bagi Irene, putrinya.

Eddelia sangat menyayangi Irene. Putrinya adalah hartanya yang paling berharga. Demi masa depan Irene, Eddelia menahan kebenciannya selama berpuluh-puluh tahun. Barulah setelah Luna tewas dan suaminya memberi perintah untuk membunuh Lauryn, ia bisa merasakan kembali ketenangan dalam hidupnya.

Eddelia memainkan cairan berwana merah di dalam gelanya. Itu terlihat seperti ruby yang tengah menari-nari di sana.

Hari-harinya benar-benar indah sekarang. Ia merasakan banyak kebahagiaan setelah Lauryn tewas. Putrinya akan melahirkan cucu untuknya. Hanya tinggal menunggu tujuh bulan lagi.

Dalam kurun waktu kurang dari dua bulan, Irene akan menikah dengan Lorenzo.

Memiliki menantu yang bisa menjaga putrinya dengan baik itu sesuatu yang melegakan untuk seorang ibu, begitu juga dengan Eddelia.

Lorenzo merupakan CEO dari sebuah perusahaan perhiasan yang sudah menguasai pasar dunia. Keluarga Lorenzo sendiri termasuk keluarga terkaya di benua itu. Kekayaan mereka melebihi kekayaan Alexander William. Dengan seseorang seprti Lorenzo di sisi putrinya, ia akan merasa tenang.

Ditambah Lorenzo begitu mencintai putrinya. Hal itu terbukti dari Lorenzo yang tidak tergoda sama sekali pada Lauryn. Meski benci, Eddelia harus mengakui bahwa kecantikan Lauryn mengalahkan putrinya. Lauryn mewarisi kecantikan itu dari ibunya, Luna.

"Suamiku, kau sudah kembali." Eddelia meletak gelas wine nya di atas meja, lalu ia menghampiri suaminya, Alexander William yang masih tampak sangat muda dan bugar di usianya yang sudah 50 tahun lebih.

Eddelia melepaskan jas suaminya, menyampirkannya di lengannya. Kemudian ia membuka dasi sang suami. "Aku akan menyiapkan air mandianmu, tunggu sebentar."

"Ya." Alexander duduk di sofa. Suasana hatinya tidak begitu baik, tapi ia tidak melampiaskannya dengan ledakan amarah padao rang-orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan penyebab suasana hatinya yang buruk.

Dua hari lalu ia menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh seorang pesaing bisnisnya, tapi bukan hanya ia menghabiskan cukup banyak uang, pembunuh bayaran itu juga gagal membunuh saingan bisnisnya yang menyebabkan ia kalah dalam proposal bisnis bernilai jutaan dolar.

Alangkah bagusnya jika Lauryn masih hidup. Lauryn tidak pernah gagal dalam setiap misi yang ia perintahkan.

Alexander mendesah pelan. Jika saja Luna tidak pergi begitu cepat, maka ia pasti bisa membiarkan Lauryn tetap hidup. Ia masih bisa mengendalikan Lauryn sesuai kemauannya. Akan tetapi, sayangnya Luna tidak mengizinkan ia lebih lama menggunakan putri mereka untuk memuaskan ambisinya.

Jika saja Irene memiliki setengah saja kemampuan dari Lauryn, maka ia tidak akan begitu sakit kepala sekarang. Sayang sekali, Irene hanyalah putrinya yang angkuh dan manja. Meski begitu ia sangat menyayangi Irene. Ia juga tidak akan tega mengirim Irene ke tempat pembunuh bayaran berbahaya untuk belajar seperti Lauryn.

Sekarang setelah kepergian Lauryn, ia harus melakukan semuanya sendirian dengan jaminan belum tentu berhasil seratus persen.

Namun, Alexander tidak menyesali keputusannya untuk membunuh Lauryn. Ia tahu jenis manusia seperti apa Lauryn itu. Lebih berbahaya dari sebuah bom yang bisa meledak kapan saja.

Bagi Alexander, Lauryn merupakan ancaman terbesar dalam hidupnya yang bisa menghancurkan ia kapan saja. Lauryn memiliki semua rahasia yang ia simpan. Alexander yakin ia sudah menghapus semua bukti tenang ia yang memerintahkan Lauryn untuk berbagai pekerjaan, tapi ia tidak begitu yakin dengan Lauryn. Bisa saja putrinya itu memiliki bukti berbagai kejahatannya.

Kematian memang yang paling ampuh untuk membungkam mulut Lauryn.

Ia juga tidak ingin Lauryn mengetahui rahasia besar yang ia simpan dan tidak diketahui oleh Lauryn sama sekali. Tentang bagaimana ibunya berakhir koma. Benar, itu adalah karena perbuatannya.

Ketika Lauryn berusia enam tahun, ia sudah berniat untuk mengirim Lauryn ke kelompok pembunuh bayaran, tapi Luna tidak menyetujuinya. Hingga ia dan Luna bertengkar. Ia mendorong Luna hingga kepala Luna membentur siku meja.

Siapa yang menyangka jika benturan itu akan menyebabkan Luna mengalami luka yang parah, di mana Luna akan berada dalam keadaan vegetatif entah untuk berapa lama.

"Suamiku, air mandianmu sudah siap." Suara lembut Eddelia membawa kembali Alexander dalam kesadaran.

Alexander bangkit dari tempat duduknya. Ia segera melangkah menuju ke kamar mandi dan berendam di dalam bak mandi yang sudah diberi minyak esensial lavender oleh Eddelia.

Eddelia sangat tahu cara merawat suaminya dengan baik. Wanita itu membuat perasaan Alexander lebih baik dari sebelumnya hanya dengan berendam air hangat.

Sebuah helikopter bergerak turun, lepas landas di atas rerumputan. Dalam jarak sepuluh meter di depannya terdapat ratusan mayat yang tergeletak di tanah dengan mata yang terbuka. Mereka tidak mati dalam damai. Reiner melihat dari kaca helikopter. Di tangannya ia memegang sebuah gelas yang berisi wine.

Seolah ia sedang melihat sebuah pertunjukan yang menyenangkan untuknya.

Darah membasahi tanah seperti hujan. Bau amis yang sangat kuat menyatu dengan udara. Reiner keluar dari helikopter, segera ia diterjang oleh bau darah.

Pria-pria berjas yang berjumlah puluhan orang segera berbaris rapi kemudian menundukan kepala mereka memberi hormat.

"Tuan semuanya sudah dibereskan." Seorang pria melapor pada Reiner yang merupakan pemimpin kelompok mereka.

"Di mana bajingan Ryuji Antonio?" Mata Reiner menyapu pemandangan yang terlihat biasa di matanya. Ia telah melihat lebih banyak mayat seperti ini sebelumnya.

"Di ada di sana, Tuan." Pria itu menunjuk ke arah sebuah bangunan berlantai satu yang merupakan markas dari kelompok orang-orang yang telah menyinggung Reiner.

Reiner melangkah menuju ke markas. Ia melewati mayat-mayat di bawah kakinya. Siapa yang berani berurusan dengannya, maka hanya kematian yang akan pantas untuk mereka.

Di dalam markas tidak berbeda jauh dengan di luar, mayat-mayat bergeletakan di lantai dengan darah yang mengalir dari tubuh mereka.

Bawahan Reiner membuka pintu, Reiner masuk ke dalam ruangan yang di dalamnya terdapat seorang pria yang tergeletak dengan kedua tangan dan kaki yang terikat.

Reiner telah memberi perintah pada tangan kanannya untuk membiarkan pemimpin kelompok itu tetap hidup. Ia akan mengurus pria itu sendirian.

"Ryuji Antonio." Reiner mengangkat wajah pria berdarah Jepang-Amerika itu dengan ujung sepatunya. Terdapat nada ejekan di dalam panggilan Reiner.

Wajah Ryuji tidak terlihat baik. Beberapa luka menghiasi wajah pria bermata sipit itu. "Lepaskan aku, Tuan Dominic." Pria itu memelas. Ia terlihat menyedihkan, berharap bahwa Reiner akan iba padanya dan membebaskannya.

"Aku tidak pernah melepaskan orang-orang yang sudah terlalu lancang padaku, Tuan Antonio." Reiner membalas dengan suara dingin yang menusuk.

Sebelumnya ia sudah memperingati pria itu untuk tidak mengganggu wilayahnya, tapi Ryuji dengan sombongnya mengabaikan peringatannya. Pria itu bukan hanya mencoba memasuki wilayahnya, tapi juga membunuh beberapa orang-orangnya.

Reiner memiliki prinsip mata dibayar dengan mata. Siapa saja yang melukai orang-orangnya harus menerima konsekuensinya.

Ia tidak akan menjadi mafia nomor satu di dunia jika ia memiliki banyak belas kasih pada orang lain. Satu-satunya alasan orang lain takut padanya adalah bahwa ia pria yang kejam dan tidak akan pernah ragu dalam mengambil tindakan.

"Tuan, ampuni aku. Aku tidak akan pernah muncul lagi di depan Anda." Ryuji menyadari kesalahannya seratus persen. Awalnya ia pikir orang-orang yang bergerak di bisnis bawah tanah terlalu melebih-lebihkan tentang Reiner.

Namun, setelah melihat bagaimana orang-orangnya tewas dalam baku tembak melawan kelompok Reiner, ia sadar sepenuhnya bahwa tidak ada yang berlebihan tentang Reiner. Jika anggota kelompoknya saja memiliki kemampuan yang baik, apalagi pemimpinnya.

Kaki Reiner menginjak wajah Ryuji kemudian ia berkata, "Pengampunanmu hanyalah kematian, Tuan Antonio. Bergabunglah dengan orang-orangmu di neraka!"

Reiner mengeluarkan pistol kesayangannya. Kemudian ia menarik pelatuk dan menekan trigger, peluru melesat seperti kilat. Bersarang dan berputar di kepala Ryuji. Hari ini adalah batas akhir hidup Ryuji.

Usai melenyapkan Ryuji, Reiner melangkah kembali menuju ke helikopternya. Ia masuk ke dalam sana dan memerintahkan pilotnya untuk segera pergi.

Reiner tidak tahan mencium bau darah para pecundang. Orang-orang itu hanya menghabiskan udara di dunia ini dengan percuma, dan menyia-nyiakan tanah saat mati.

Setelah Reiner pergi, orang-orangnya segera mengurus mayat-mayat yang bergelimpangan. Reiner pernah berkata pada tangan kanannya ketika pria itu bertanya harus diapakan mayat-mayat yang tewas karena mereka.

Dan jawaban Reiner adalah sampah harus dihancurkan sepenuhnya, jika tidak mereka akan mencemari lingkungan.

tbc

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status