Seolah mendapatkan tujuan baru, Allein pun mulai melangkahkan kakinya menuju area dalam pulau. Masuk kedalam hutan yang ditinggali para monster dan meninggalkan pantai yang menjadi saksi kebangkitannya. Dia optimis bisa dengan cepat meningkatkan kekuatannya, mengingat tipe kekuatannya sama seperti di kehidupannya dulu yakni sihir hitam.
Allein pernah menjadi penyihir hitam terkuat. Kini dengan pengetahuan dan pengalamannya, dia optimis tak butuh waktu yang lama untuknya meraih kembali puncak kekuatan tertingginya lagi.
Allein pun terus berjalan memasuki area hutan ini semakin dalam. Tetapi dalam pikirannya masih banyak pertanyaan mengenai sihir hitam yang mana itu sangat menganggunya dan menyebabkan dia berjalan sambil terus merenung.
"Terlalu jahat jika kubilang ini keberuntunganku, karena aku hidup kembali dengan tubuh yang cocok dengan sihir hitam. Allein Springtopia sangat menderita, dia terlalu awam terhadap sihir hitam sehingga dia tidak bisa mengontrol sihir hitam yang sudah menjadi bagian tubuhnya. Akibatnya fatal, sihir hitam itu berbalik merusak tubuhnya dari dalam. Hmmmm kemungkinan hal itu juga yang menjadi penyebab kematiannya," gumam Allein sambil terus berjalan.
"Ketika aku memasuki tubuh ini hal yang kurasakan pertama kali adalah rasa sakit di seluruh bagian tubuhku, namun aku langsung duduk dan berkonsentrasi mencoba menyeimbangkannya dengan sebagian membuang energi sihir itu keluar dari tubuhku. Sungguh, seluruh tubuhku merasakan sakit yang luar biasa tapi karena pengalamanku dulu aku berhasil melewati prosesnya."
Rrroooaaaarrrr!
Tiba-tiba sebuah suara terdengar, menyadarkan Allein dari perenungannya.
Tiga monster serigala muncul dari balik pohon yang tepat berada di depan mata Allein. Monster itu lumayan besar dengan tinggi kira kira sejajar dengan lututnya tapi hal yang membuat Allein kini waspada bukan ukuran tubuhnya melainkan ke tiga serigala berwarna abu-abu itu terlihat sangat lapar karena mulutnya selalu terbuka dan air liurnya terus menetes keluar.
Karena sudah merasa sangat lapar, ketiga monster serigala itu langsung berlari menyerang Allein secara bersamaan. Allein seolah menyambut serangan itu, dia tak banyak membuang waktu dan langsung mengeluarkan sihir hitamnya.
"Shadow hand!"
Seketika tangan tangan berwarna hitam langsung muncul dari bawah tanah dan langsung mencengkram serta menahan ke tiga serigala yang sedang berlari tersebut. Para serigala itu tampak kesulitan melepaskan cengkraman tangan hitam yang mendadak muncul dan menahan mereka tepat beberapa langkah di depan Allein.
Tangan hitam itu juga mulai mencekik leher dari masing-masing serigala membuat para serigala itu kehabisan nafas sampai akhirnya mati.
"Baiklah saatnya aku menyerap energi kalian, rasakan sihir hitamku ini!'' seru Allein.
''Black hole!"
Seketika itu lubang hitam kini muncul di bawah para serigala. Tangan hitam yang sedang mencengkram tadi kini menarik ketiga serigala itu masuk kedalam lubang hitam.
Craaattt craatt!
Darah merah segar pun menyembur seperti air mancur dari lubang hitam tepat setelah ketiga serigala itu ditarik masuk.
"Ah luar biasa inilah salah satu keindahan dari sihir hitam," ucap Allein. Energi kehidupan milik serigala yang mati itu pun kini mulai diserapnya dan mulai masuk ke dalam inti mana miliknya.
Sebenarnya teknik yang Allein beri nama black hole itu terlalu sadis karena tubuh monster yang diserapnya akan langsung meledak ketika masuk kedalam lubang hitam dan energi kehidupan dari monster tersebut akan langsung terserap oleh Allein yang merupakan penggunanya.
Dengan begitu inti mana milik Allein akan semakin kuat lebih cepat. Umumnya para penyihir ataupun kelas petarung lainnya meningkatkan kekuatan internalnya dengan menyerap batu sihir yang terdapat dari tubuh monster yang sudah terbunuh.
Namun, penyihir hitam memiliki keuntungan, mereka tidak harus mengeluarkan batu sihir yang ada dalam tubuh monster. Penyihir hitam bisa langsung menyerapnya dengan tubuh monster itu sekaligus. Tentu saja hal ini sangat efisien karena bisa mempercepat waktu penyerapan. Karena proses penyerapan ini berbeda dengan kelas petarung lain, kelas petarung yang lain pun menyebut proses ini dengan ‘menyerap energi kehidupan’.
Setelah dirasa energi kehidupannya sudah terserap semua, Allein pun melanjutkan perjalanannya. Tak terasa dia sudah semakin dalam memasuki area hutan ini. Namun, ada sebuah kondisi yang mau tidak mau membuat Allien menghentikan langkahnya, hari sudah mulai gelap dengan kekuatannya sekarang dia hanya akan menjadi santapan monster yang akan berburu di malam hari.
Dia pun menoleh sekitar, sepertinya tidak jauh dari tempatnya berdiri ada sebuah pohon maple besar dan beberapa pohon apel juga di dekatnya. Allein akhirnya memutuskan untuk makan beberapa buah apel itu untuk makan malamnya hari ini mengingat dia belum makan sama sekali setelah hidup kembali.
"Ah luar biasa apel ini manis sekali, jika Walter tahu ada apel manis ini dia pasti akan memetik semua apel ini dan membawanya sebagai bekal untuk dirinya sendiri." Dengan wajah penuh nostalgia Allein terus memandangi buah apel yang sudah berada dalam genggaman tangannya.
Setelah selesai memakan apel-apel tersebut Allein kemudian membaringkan tubuhnya tepat di bawah pohon maple yang tidak jauh dari pohon apel tersebut. Di bawah dedaunan berwarna kuning kemerahan yang merupakan ciri khas pohon maple itu matanya menatap langit yang kini sudah gelap. Bintang begitu bersinar terang malam ini, sungguh sesuatu yang membuat Allein merasa terpana.
Tak lama setelah itu matanya terpejam, Allein tertidur di bawah pohon maple yang besar beralaskan tanah dan daun maple yang sudah mengering. Dia tidak menyalakan api unggun untuk mengurangi rasa dinginnya malam ini. Bukan tanpa alasan, Allein takut nyala api akan menarik perhatian para monster yang akan berburu malam hari ini.
Rooooarrr roaaaarrr! "Ah sial, berisik sekali monster sialan!'' teriak Allein yang terbangun dari tidurnya dengan wajah yang kusut. Suara para monster di pagi hari ini memang sangat berisik, terlebih lagi suara tersebut terdengar dari berbagai arah seolah sedang bersahutan. Setelah terbangun dengan cara yang tidak nyaman, ekspresi Allein kini langsung tiba-tiba berubah menjadi waspada. Dia menyadari ada monster yang sedang mengawasinya dari balik pohon yang tak jauh dari tempatnya. "Keluarlah!" Allein berseru. "Grrr grrrr." Benar saja kini sesosok ogre hijau tinggi besar muncul dari balik pohon, matanya tajam memandangi Allein seolah-olah makanan untuk sarapannya pagi hari ini. Sebuah pedang yang terbuat dari tulang monster pun tergenggam di tangan kanannya. "Ini akan merepotkan." Setelah melihat ogre hijau itu Allein pun langsung berdiri dan mundur beberapa langkah. Dia sadar ogre tersebut sedang dalam keadaan lapar, menurut pengalama
Hari sudah semakin menjelang siang, matahari yang bersinar itu kini tepat berada di atas kepala Allein. Meskipun ini area hutan dengan pohon yang rindang tapi tetap saja cuaca terasa sangat panas. Tetapi itu tidak menghentikan perjalannya, dia terus berjalan mengabaikan teriknya cahaya matahari. Setelah menyerap energi kehidupan milik ogre hijau tadi, staminanya bertambah lumayan besar. Allein merasakan dengan jelas perubahan stamina di tubuh barunya itu, sekarang dia juga lebih percaya diri apabila harus berhadapan melawan ogre hijau lagi. Bruuussh bruuussh! Tiba-tiba suara terdengar, Allein yang sedang berjalan pun langsung mencari sumber suara tersebut. Tak lama setelah beberapa langkah dia berjalan menuju sumber suara itu, ternyata ada sebuah sungai dangkal yang penuh dengan bebatuan. Sepertinya beberapa kelinci bertanduk putih sedang meminum air di sungai. Melihat kedatangan Allein sontak saja membuat para kelinci itu waspada. Kini hampir semuany
Allein kini sedang fokus, matanya terus memandangi setiap bagian dari pedang perak yang mengkilap dan terlihat sangat mewah itu. Berat dan panjang dari pedang itu sangatlah proporsional, setidaknya itulah yang di rasakan Allein saat menggenggamnya.Dia langsung menyadari jika ini adalah pedang yang berkualitas. "Siapa manusia yang sudah jadi kerangka ini?" Allein merasakan kebingungan sambil menatap kerangka manusia tersebut dengan penuh rasa penasaran.''Aku tahu bahwa bukan orang sembarangan yang bisa mempunyai pedang seperti ini. Kualitas pedang ini hampir sama dengan kualitas pedang buatan para dwarf untuk para ksatria di aliansi pada saat perang melawan iblis dulu.''Rasa penasaran kini terus mengisi kepalanya. Pedang perak yang kini di genggamnya, identitas tengkorak manusia dan apa itu ksatria suci, semuanya menjadi tanda tanya untuk Allein.''Haaaaahh, akan kucari tahu nanti saja ketika aku sudah kembali ke benua Skoupidia. Untuk sekarang aku akan
Para ogre hijau itu tampak waspada dengan kemunculan Allein. Hal itu karena mereka melihat salah satu pedang tulang milik salah satu kawan mereka yang kini berada di genggaman tangan Allein. Para ogre hijau mulai mengambil posisi bersiap. Mereka saling menatap satu sama lain, seolah sedang merencanakan sesuatu untuk membunuh Allein. "Shadow aura!" Namun, sebelum mata mereka kembali menatap ke arah musuhnya. Allein langsung berlari menyerang dengan kecepatan penuh ke arah ogre hijau itu. Kali ini dia langsung menggunakan shadow aura untuk menguatkan fisiknya. Para ogre hijau tersebut langsung kaget melihat Allein yang berlari dengan kecepatan tinggi untuk menyerang mereka. Salah satu ogre hijau pun dengan refleks berlari menyambut Allein. Ogre hijau itu sepertinya berencana akan menghadang serta menghentikan Allein yang sedang berlari. Tangan besar ogre hijau pun mulai terkepal, dia te
Melihat Allein yang sudah tersudutkan, ogre hijau itu terus menyerang secara bertubi-tubi. Kini setiap pukulan yang dilancarkan ogre hijau tentu menjadi semakin menyulitkannya. Benar saja, pukulan yang semakin bertubi-tubi itu mulai membuat Allein tidak bisa mempertahankan pijakannya. Tubuhnya kini benar-benar tersudutkan, bahunya sudah bersandar pada pohon dibelakangnya. Dengan posisinya sekarang Allein sangat kesulitan, dia tidak punya pijakan yang cukup untuk melakukan gerakan berpedangnya dengan baik. Kemungkinan hanya dengan beberapa pukulan lagi dari sang ogre hijau maka Allein benar-benar tidak bisa menangkisnya lagi. “Cih! aku tidak punya pilihan lain. Shadowblade!!” Sambil menggertakkan giginya, Allein mengeluarkan salah satu teknik sihir miliknya dari kehidupan sebelumnya. Selain menyelimuti tubuhnya, kali ini sihir hitam juga menyelimuti pedang tulang yang digenggamnya. Perlahan wa
Allein berdiri mematung di bawah bukit kecil sambil menatap pedang tulang yang kini sudah patah. Sudah enam bulan berlalu sejak ia berhasil membunuh ketiga ogre hijau, yang secara bersamaan dengan momen pertama kali ia menggunakan shadow blade. Tentu saja dalam enam bulan ini dia terus menerus melawan monster dan melatih teknik shadow blade beserta dengan teknik berpedang maupun teknik sihir miliknya yang lain. Tak terlewat meski satu hari pun ia terus berlatih. Sebenarnya Allein sudah memprediksi pedang tulang itu akan cepat rusak, karena material pedang yang cocok untuk penyihir hitam seperti dirinya hanyalah adamantium. Jika pedang tersebut bukan dari material adamantium maka akan cepat rusak, karena sihir hitam memiliki sifat korosif terhadap material apapun selain adamantium. "Pedang hitamku apakah masih ada saat ini? Dengan kekuatanku sekarang aku belum bisa memanggilnya, tapi kuharap pedang itu masih
Melihat raja ogre yang sudah pasrah dalam cengkraman shadow hand, Allein tanpa ragu langsung menusukkan pedang peraknya ke arah dada raja ogre.Tusukan itu tepat mengenai jantung sang raja ogre. Setelah dirasa raja ogre sudah mati, Allein langsung mencabut pedangnya kembali dan melepaskan cengkraman shadow hand. Bruuk! Tubuh raja ogre langsung jatuh ke tanah. black hole langsung muncul dan menyedot tubuh raja ogre. Tapi tak ada pancuran darah seperti biasanya. Kali ini Allein langsung duduk bersila di depan black hole yang masih terbuka. Ia memejamkan matanya seolah sedang berkonsentrasi akan sesuatu. Beberapa menit kemudian Allein membuka matanya dan langsung berdiri kembali. "Bangkitlah!" Dia berteriak cukup keras ke arah black hole yang masih tetap terbuka. Raja ogre yang sudah mati tadi itu kini secara perlahan keluar. "Grrrrrrr." Suara geraman terdengar dari mulut
Suhu di rumah kayu terasa sedikit panas dan udara terasa menyesakkan. Hawa membunuh terasa hampir ke semua sudut ruangan. Allein marah besar saat ini, dia tidak pernah menduga kejadian yang tragis bisa menimpa kawan baiknya. Semakin dalam dia memikirkannya kepalanya semakin terasa panas dan hatinya terasa sakit. "Fyuuuhhhh...." Udara keluar dari mulutnya. Allein mengambil tarikan nafas yang dalam, mencoba menurunkan emosinya. Dia kembali melihat sekeliling ruangan. Namun, tak ada yang membuatnya tertarik lagi. Daging panggang yang sebelumnya terlihat lezat pun kini seolah seperti makanan basi. Allein sudah kehilangan selera makannya. Dia akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah kayu ini, mencoba mencari udara segar yang setidaknya bisa sedikit menjernihkan pikirannya. Setelah keluar dari rumah kayu, Allein langsung berjalan ke bagian tengah markas ini. Yang kebetulan juga di tengah markas