Menurut informasi yang aku dengar dari tetangga Bu Endang membawa anaknya untuk periksa ke Dokter. Keluhan yang dia rasakan adalah mual muntah, kepala pusing seperti penyakit lambung yang aku alami beberapa hari lalu karena kecapekan kerja dan telat makan.
“Dokter kok antrenya ngalahin antre sembako ya ma,” ucap Fitri sambil menahan mual.
“Namanya juga Dokternya terkenal bukan Dokter abal-abal ya ngantri lah Fit, kamu ini gimana,” balas bu Endang.
Fitri ke toilet karena tidak tahan dengan mualnya. Dia lemas di dalam toilet dan mengingat apa yang ia lakukan. Ia sampai ketakukan sendiri tidak berani segera keluar toilet. Sampai bu Endang menggedor pintunya karena sebentar lagi gilirannya periksa.
“Fitri kamu tidak pingsan di toilet ‘kan, jangan buat mama khawatir sebentar lagi giliranmu periksa loh,” ucap bu Endang dari luar toilet.
“Enggak kok ma Fitri baik-baik saja, tunggu sebentar ya,” jawab F
Aku sudah sampai rumah segera mandi dan ganti baju. Dari balik kamarku terdengar gosip kalau bu Endang sedang bertengkar dengan suaminya. Ia protes karena tak tega mendengar Fitri menangis dan tidak betah berada di pondok pesantren. Waktu telepon dengan keluarga juga terbatas. Bu Endang dan pak Nurdin beradu debat masalah ini.“Ibu nggak mau tahu pak, pindahkan Fitri ke sekolah agama dekat sini saja, nggak perlu di pesantren segala. Bapak nggak kasihan sama anak?!” seru bu Endang.“Ibu sendiri toh yang bilang ke tetangga kalau anak kita sedang memperdalam ilmu agama, kenapa sekarang berubah pikiran,” jawab pak Nurdin.“Memperdalam ilmu agama nggak harus ke pesantren ‘kan pak, sekarang banyak berdiri sekolah agama terpadu kok,” balas bu Endang.“Ibu kalau terus-terusan membela Fitri yang berbuat salah. Bapak masukkan ibu ke pesantren saja sekalian biar enggak ngegosip saja kerjaannnya sama tetangga, kalau sud
Aku menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tanpa ditambah atau dikurangai. Aku memang menunggu Rendi anaknya bu Lastri di depan gang. Kenapa tidak di rumah karena Rendi dari arah tempat kerjanya jika harus pulang masuk gang menjemputku masuk gang itu akan sangat merepotkan bukan?“Begitu ceritanya pak RT dan warga sekalian, lagipula kami sudah menjelaskan kepada bu Endang kenapa bertemu di depan gang,” ucapku.“Dara betul pak kami memang janjian berangkat ke kampus bersama. Hari ini kami pertama masuk itu juga bu Endang sudah tahu. Beliau kan suka kepo sama urusan orang. Kenapa jadi malah bertengkar dengan ibu saya?” tanya Rendi.Warga yang mendengar klarifikasiku dan Rendi langsung langsung menyoraki bu Endang yang emang pembawa malapetaka alias tukang fitnah yang tidak jelas sehingga menyebabkan keributan di rukun tetangga sini. Untung pak RT di sini bisa menjadi penengah dan tidak membela salah satu pihak.“Tenang bapak-b
Aku tertawa mendengar pertanyaan pak Nurdin ke istrinya. Ya sudah pastilah pak istrinya kepanasan kalau enggak kenapa julid terus minta pasang dirumah. Eit tunggu biasanya kalau sedang bertengkar dengan suami atau permintaanya tidak keturutan bu Endang tetanggaku itu akan membuat ulah. Kira-kira akan membuat ulah apa ya?“Dara ini mangga dari kampung, saya bagi sedikit ya daripada nggak kemakan,” ucap bu Sri.“Wah terima kasih ya bu Sri, semoga rejekinya semakin berkah,” jawabku.“Amin sama-sama Dara, saya kan sering ngerepotin ibumu, jadi ya ada sedikit rejeki saya bagi,” balas bu Sri lagi.Bu Sri sudah berjalan meninggalkan rumahku. Aku lihat bu Sri berjalan ke rumah bu Arum dan bu Lastri. Namanya bertetangga kan emang rumahnya berdekatan. Waduh sepertinya mangga yang bu Sri tadi bawa sudah habis.“Loh bu Sri kok nggak ke rumah bu Endang?” gumamku.“Kenapa toh Dar?” tanya ibuku ya
Ibuku menghela nafas panjang lalu mengucapkan kata yang membuatku tidak habis pikir. Ibuku berkata jika sampai bu Endang menggosipkanku akan mendoakan balik supaya terjadi pada anaknya sendiri. Ibuku ingin lihat bagaimana bu Endang mengatasi masalah jika anaknya sendiri yang hamil di luar nikah.“Sudah biarkan saja Dara, nanti juga kena karma sendiri. Kalau misal omongannya balik ke anaknya sendiri apakah juga akan bu Endang akan menggosipkannya juga,” jawab ibuku yang terlihat kesal.“Yah tapi ‘kan ya tidak enak bu menjadi bahan gosip sedangkan kita sendiri tidak dalam posisi itu gitu loh bu,” balas ku.Yah ibuku memang benar tidak perlu menanggapi bu Endang yang suka menggosip itu. Cukup doakan saja supaya lekas tobat dan tidak lagi menggosipkan tetangga yang belum tentu benar adanya. Takutnya suatu hari mendapatkan karma akan gila sendiri. Aku pamit ke rumah bu Lastri karena ada yang akan aku diskusikan dengan Rendi.&ldqu
Aku malas meladeni pertanyaan dari bu Endang ini. jam sepuluh malam seperti ini kenapa masih berada di luar rumah. Aku merasa bu Endang cocok menjadi hansip karena dua malam seperti ini masih ngurusin urusan tetangganya.“Saya baru pulang kuliah bu, ibu sendiri jam segini diluar rumah sedang apa?” jawabku.“Kuliah apa jam segini baru pulang kerja, kamu jangan bohong Dara sama saya bilang saja kalau habis kencan sama pacar kamu pulang sampai larut malam. Kalau saya keluar karena sedang lapar beli nasi goreng,” celetuk bu Endang.Ku hembuskan nafas panjang agar tidak tersulut emosi mendengar perkataan bu Endang ini. ku ucapkan permisi agar terkesan masih sopan terhadap beliau yang lebih tua. Terserah deh mau berkata apa lagi itu bu Endang yang maha tahu segalanya. Percuma juga di jelasin nggak bakal percaya juga.Kunikmati kerja dipagi hari dan kuliah disore hari selama empat hari ini. Rasanya memang lelah dibadan tapi ini kan sudah
“Ibu Arum lihat sendiri ‘kan Dara menghindari kami. Ibu saya baru negur dikit langsung sewot,” jawab Ratna dengan gaya angkuh.Aku tidak mempedulikan lagi apa yang akan dikatakan bu Endang ataupun Ratna anaknya. Mereka berdua sama-sama sombong dan suka merendahkan orang. Aku yakin penampilan Ratna yang berbeda dengan dulu itu akibat dia salah pergaulan di kota orang. Sampai dirumah aku merebahkan badan di kasur empuk dikamarku. Tiba-tiba ponselku berdering tanda ada telepon masuk. Aku segera mengangkatnya.“Dara aku punya gosip nih, mau dengerin nggak?” tanya temanku semasa smk teman Ratna juga.“Malas ah aku mendengarnya. Di desa ini sudah banyak gosip untuk apa aku harus mengotori telingaku demi gosip yang lainnya,” jawabku.“Ini gosip heboh tentang teman kita sekaligus tetanggamu loh, yakin nggak mau dengar?” tanya temanku lagi.Apakah yang dimaksud adalah si Ratna. Aku mendengarkan cerita da
Aku tertegun dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh bu Endang. Aku memang iri kalau Ratna bersekolah di universitas negeri juga mendapat beasiswa. Tapi ah sudahlah rejeki setiap manusia itu berbeda aku tidak berhak iri dan harus mensyukuri apa yang aku dapatkan.“Bu Endang, siapa yang tidak iri dengan prestasi Ratna yang cemerlang itu. Tapi ada kalanya jika sudah memiliki semuanya tidak menyombongkan diri dan merendahkan orang lain seperti saya ini,” jawabku agar bu Endang tidak lagi merendahkan orang lain.“Ternyata kamu iri dengan anakku ya Dara. Ya wajar sih karena kamu tidak mampu seperti anak saya,” celetuk bu Endang lagi.Ibuku sudah mau marah mendengar ucapan bu Endang. Tapi aku mencegahnya untuk marah tidak baik seperti bertengkar dengan tetangga hanya karena hal sepele. Sudahlah setiap perbuatan ada balasannya. Lebih baik aku berkeliling desa dulu mencari informasi pergosipan yang beredar.“Eh jeng Sri tahu nggak si
Jawaban dari pak Nurdin adalah Ratna akan di titipkan kepada adiknya yang kebetulan menetap di solo dekat dengan kampus Ratna. Semua ini demi kebaikan Ratna, sebagai seorang bapak pak Nurdin tidak mau kecolongan untuk yang kedua kalinya. Demi anak tersayang dia harus berani bertindak tegas.“Saya sudah tahu pak akan melakukan apa. Sementara nanti Ratna akan tinggal di tempat adik saya agar ada yang mengawasinya,” jawab pak Nurdin.“Kalau begitu pak Nurdin sudah tenang boleh pulang pak. Maaf ya bukan maksud saya mencampuri urusan rumah tangga. Kalau warga saya damai semuanya akan hidup berdampingan pak,” ucap pak RT.Aku lega pak Nurdin tidak kalap mata. Malam itu masalah pak Nurdin dan istrinya sudah selesai. Bisa saja jika ibu-ibu tidak melapor ke pak RT dan tidak ada penengah pak Nurdin kalap mata dan memukul istrinya karena emosi. Pagi ini di warung bu Sri seperti biasa aku mendengar gosip-gosip tetangga.“Sudah tahu belum