Pak Bima sudah bertekad akan pergi sejauh mungkin agar Seno tidak bisa menemukan mereka. Terutama Alena, gadis itu harus disembunyikan.
Di bagian bangku jok belakang, Alena dan Ibunya duduk meringkuk berpelukan. Sedang Arman duduk sendiri di bangku tengah dengan pandangan kosong melihat pemandangan luar yang gelap dan penuh kabut.
Pukul tiga pagi kendaraan mereka memasuki kota Yogyakarta. Masuk kota ini, jalan sudah mulai ada aktifitas meski masih pagi buta.
Bima memutuskan untuk beristirahat sejenak di pinggir jalan sambil membeli sarapan nasi gudeg. Mereka duduk berjejer sambil menikmati suasana jalan raya yang masih lengang.
Tidak ada tawa maupun senda gurau antara mereka. Semua tenggelam dalam pikiran masing-masing dan kesedihan karena harus meninggalkan rumah yang sudah belasan tahun mereka tinggali.
Mereka melanjutkan perjalanan kembali menuju arah timur dan mulai masuk kota Klaten.
"Yah, kok sepertinya Arman merasa sejak kita makan tadi seperti ada yang mengawasi ya? Itu mobil sedan putih dibelakang kita, seperti mengikuti dari tadi." Arman menunjuk sebuah mobil yang melaju tidak jauh dibelakang kendaraan mereka.
"Mungkin mereka juga mau ke arah Solo, Mas Arman," sahut Lek Dirman mencoba menenangkan anak majikannya, meski ia sendiri juga terlihat ragu dan sesekali melirik spion.
Alena yang mendengar pembicaraan itu segera menoleh ke belakang untuk memastikan.
"Plat Jakarta ...," gumamnya dengan perasaan waspada. Arman yang mendengar gumaman adiknya ikut menoleh ke belakang.
"Yah, plat Jakarta," ulang Arman memberitahu ayahnya."Coba tambah kecepatan, Man. Atau belok di depan itu ada jalan ke kanan. Kita lihat, masih mengikuti tidak mobil itu," perintah Pak Bima.
Dirman segera memberi tanda sein ke kanan untuk berbelok. Mereka masuk dalam area persawahan yang luas dan sepi. Sesekali ada pengendara sepeda ontel khas petani membawa rumput.
Tapi mobil putih itu masih berada dibelakang mereka. Seakan memang sengaja membuntuti dan semakin menambah kecepatan.
"Mereka pasti suruhan Om Seno, Yah!" seru Arman panik.
Tanpa disuruh, Dirman segera tancap gas dan mencoba menghindari mobil dibelakang. Kejar-kejaran pun tidak bisa dihindari. Dan mobil sedan putih di belakang semakin melaju dengan kencang dan berkali berusaha menyenggol badan mobil yang dikendarai Lek Dirman. Mobil berguncang dan semua yang di dalam, berpegangan dengan was-was.
Tiba-tiba ada sebuah mobil jeep hitam dari belakang yang melaju dengan kencang dan menyalip mobil Pak Bima dari samping.
Dirman yang tidak siap, membanting stir ke kiri. Tapi nahas, mobil hilang kendali dan meluncur masuk ke dalam sawah.
Bruk!
Bug!Kegaduhan terjadi di dalam mobil. Meski kedalaman sawah tidak begitu dalam, tapi tetap saja membuat mereka merasakan sakit di badan. Satu-persatu keluarga Bima keluar dari mobil tua itu.
Dirman yang keluar pertama membantu Arman kemudian Lena juga ibunya.
Mereka tertatih keluar dari pematang sawah yang berlumpur, bersamaan dengan mentari yang keluar dari peraduannya dengan malu-malu dari ufuk timur. Mereka naik dengan perlahan ke atas tanah yang lebih tinggi, mobil sedan putih dan jeep hitam telah terparkir manis di depan mereka bersama beberapa orang berbadan kekar yang sengaja menunggu keluarga Bima.
Bima tampak meneguk ludah dan mengusap muka, cemas. Sedang Arman langsung waspada dan bersiap menyerang.
Lima orang berbadan kekar itu mulai maju. Mereka mengeroyok Arman yang terlihat paling depan dan seakan menantang mereka. Perkelahian tidak seimbang pun terjadi. Dalam waktu singkat, para preman berhasil meringkus Bima, Arman beserta Lek Dirman. Mereka mengikat tangan ke tiganya dengan tali.
Bu Marini memeluk erat putrinya dengan gemetar. Ia ketakutan melihat suami dan anak laki-lakinya tidak berdaya.
Seorang lelaki dengan tato di leher menghampiri mereka dan menarik gadis itu dengan paksa. Seperti apapun sang Ibu mempertahankan, ia tetap kalah dengan lelaki itu. Bahkan, Marini terdorong hingga jatuh terjerembab."Lepaskan anakku. Katakan pada Seno, kami harus menebus dengan apa agar Lena tidak kalian ambil?" teriak wanita setengah baya itu histeris.
Orang-orang itu tidak peduli dengan teriakan histeris keluarga Bima. Karena mereka hanya menurut pada satu perintah yang harus membawa gadis cantik itu dari keluarganya.
"Brengsek kalian! Lepaskan aku. Ayo lawan aku satu-satu, jangan seperti pengecut." Arman berusaha melepaskan ikatan tangannya dan mencoba menendang mereka. Alena terisak tak berdaya melihat keluarganya.
Teriakan sumpah serapah di pagi itu hanya bagai angin lalu yang tiada guna. Karena mereka hanya menginginkan Alena.
Dengan kasar mereka mendorong tubuh Alena agar masuk ke dalam mobil putih. Tiba-tiba Arman datang dengan tangan masih terikat dan menendang salah seorang preman hingga jatuh tertelungkup.
Perbuatan Arman membuat mereka murka dan menghajarnya tanpa ampun. Teriakan dan jeritan keluarga Bima tidak membuat mereka berhenti, malah semakin menambah kalap.
Setelah puas, mereka meninggalkan mereka dengan Arman yang terluka parah.
Alena hanya bisa menangis melihat semua itu dari dalam mobil yang semakin menjauh meninggalkan keluarganya. Ia masih sempat melihat Ibunya yang jatuh pingsan sebelum pandangannya juga kabur dan gelap.
"Le-Lena ...." Bima luruh di tanah dengan tergugu. Ia tidak bisa menyelamatkan putrinya. Bahkan Arman, putranya tergeletak bersimbah darah dan tak sadarkan diri.
Orang-orang mulai berdatangan dan menolong mereka dengan melepas ikatan tangan terlebih dahulu. Tidak lama kemudian ambulans datang membawa Arman juga Ibunya. Sedangkan Dirman tetap berada di sana menunggu mobil derek tiba untuk menarik mobil tua itu. Bagaimanapun, sawah itu milik orang lain dan keluarga Bima harus bertanggungjawab dengan kerusakan yang terjadi.Marini, ibu Lena histeris memanggil-manggil putrinya saat sadar, hingga para perawat terpaksa menyuntikkan obat penenang untuk menenangkannya. Sedang Arman harus menjalani operasi tangan kirinya yang patah akibat di tendang dengan keras berkali-kali.Bima mengusap rambut Marini--istrinya dengan sendu. Wanita itu diam tertidur karena pengaruh suntikan dari perawat. Pria itu menyeka sisa lelehan air mata di pipi istrinya."Bu ... bagaimana caraku untuk menyelamatkan Lena? Kenapa nasib keluarga kita jadi seperti ini? Kita sudah kehilangan Vena, bahkan sebelum dia gena
"Kenapa malah bengong?" Pertanyaan Davin membuat gadis itu tersentak. Ia segera menundukkan wajahnya.Lelaki muda itu terkekeh kecil, "kamu masih takut? Baiklah kita keluar dari sini."Davin menarik tangan Alena dan menggandengnya keluar dari gudang itu. Sampai di luar ternyata sudah malam. Beberapa orang yang menghajar keluarganya tadi pagi tampak berjaga di luar. Lena beringsut bersembunyi dibalik punggung Davin."Kenapa kalian menempatkannya di gudang busuk itu?" hardik Davin."Perintah Tuan besar," ucap si brewok, salah satu pengawal.Davin mendesah kasar lalu membimbing tangan Lena yang masih ketakutan melihat mereka.Mereka menundukkan kepala ketika Davin dan Alena melewatinya.Salah seorang membukakan pintu sebuah mobil mewah warna hitam metalik untuk mereka berdua."Kamu suka makan apa, Lena?" tanya Davin tiba-tiba dan membuat gadis itu gelagapan."M-m ... apa aja, Kak."
"Ajak dia masuk ke dalam kamar Vena dan ajarkan semua kebiasaan anak itu selama ini," perintah Seno pada Davin."Baik, Pa. Ayo Lena," ajak Davin dengan segera masuk ke dalam sebuah kamar.Lagi-lagi gadis itu dibuat takjub dengan isi kamar Vena, saudara kembarnya. Kamar ini besar, tiga kali lebih besar dari kamarnya dan juga sangat mewah. Kamar bernuansa abu muda ini menambah kesan pemiliknya adalah seorang gadis bercita rasa tinggi.Davin membuka almari baju serta sepatu milik Vena. Ia menjelaskan satu-persatu baju dan sepatu yang disukai Vena dan menyuruh Lena untuk mencoba memakainya.Awalnya Lena ragu untuk mencoba baju milik kembarannya, karena semua baju miliknya sexy dengan lekuk tubuh menggoda. Namun Davin mencoba terus dan berusaha meyakinkannya.Lena keluar dari kamar mandi dengan malu, menggunakan sebuah dres selutut yang menampilkan lekuk tubuh. Davin tertegun melihatnya. Lena benar-benar sempurna sebagai seorang wanita, ti
Mobil sedan hitam mewah memasuki sebuah gerbang dengan beberapa penjaga, lalu meluncur masuk dan berhenti tepat di depan sebuah rumah yang besar dan sangat mewah.Sekali lagi Lena dibuat takjub karena rumah ini lebih pantas disebut istana khayalan. Dengan pilar-pilar penopang yang besar dan megah, serta ukiran unik di dinding pintu masuknya, menambah kesan bahwa pemiliknya adalah pecinta seni.Tiga orang pelayan dengan seragam navy menyambut mereka di depan pintu. Lena keluar dan melangkah dengan anggun memasuki ruang tamu yang begitu mewah.Seperti yang Davin katakan, ia harus memasang wajah angkuh serta meremehkan. Beberapa pelayan meliriknya sekilas, lalu menunduk tidak berani menatap.Tuan Seno menyuruh Lena duduk di sebuah sofa empuk berwarna soft dengan isyarat mata. Tidak lama kemudian, seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah dengan anggun.Wanita itu masih cantik di usianya yang mungkin sudah mengin
Sore kelabu dengan awan berarak hitam menggumpal pekat. Angin bertiup agak kencang, petir menyambar terdengar dari kejauhan.Lena terpekur di atas sofa kamar memandang rintik hujan yang mulai turun di luar sana. Kamar yang mewah ini baginya bagai sebuah ruangan kosong tanpa ruh. Semuanya hampa.Apa yang akan dilakukannya saat suami Kakaknya nanti datang? Bagaimana jika laki-laki yang dipanggil 'Kai' itu meminta kewajibannya sebagai seorang istri?Arghhh ... rasanya kepala Lena ingin pecah. Seumur hidupnya ia belum pernah berpacaran. Lalu sekarang ia harus dihadapkan pada kenyataan berpura-pura harus menjadi Avena. Dan bodohnya lagi, ia mau dan tidak bisa menolak.Tapi, ia tidak punya pilihan, karena nasib keluarganya ada di tangan Om Seno. Berkali laki-laki paruh baya berkepala setengah botak itu mengancam akan membuat keluarganya menderita jika tidak mau menuruti keinginannya.Gadis itu mengusap air matanya saat ada yang meng
"Putraku tersayang sudah pulang? Kemarilah cepat, duduk dan makan," ujar Nyonya Merry dengan riang."Aku sudah makan tadi di kantor, Mi," jawab lelaki itu dengan duduk disamping Lena.Jantung gadis itu berdegup kencang, tangannya gemetar dan berkeringat. Ia tidak berani menoleh pada lelaki disampingnya."Kamu sudah pulang," tanya lelaki itu datar dengan menatap tajam ke arah Lena, saat gadis itu menoleh padanya.Lena tertegun saat menyadari betapa tampan Kakak iparnya ini. Namun, mendadak Lena merasa ketakutan dengan tatapannya yang tajam dan dingin, seakan menelanjangi seluruh tubuh Lena."I-iya," jawabnya gugup.Kaindra tertawa garing kemudian beralih pada Ayahnya. Mereka membicarakan bisnis tanpa sedikitpun Kaindra peduli pada Lena yang duduk dengan gemetar dan gugup disampingnya.Makan malam itu sangat lama dan membosankan menurut Lena. Karena ia hanya diam mendengarkan, tidak tahu apa yang mereka semua b
"Ti-tidak." Lena tergagap dan mencoba membalas tatapannya. Namun, hatinya mencelos dan bergetar melihat manik mata Kai yang dingin dan dalam. Ia menundukkan kepala, lalu bersiap pergi untuk menghindar dari tatapan menusuk Kai.Namun, tiba-tiba Kai menarik lengan Lena kemudian mencengkeram rahang gadis itu dengan kuat.Lena tersentak dan merintih karena merasa terkejut juga sakit."Le-lepaskan. Sakit ....""Siapa kamu?!" Suara Kai yang tajam mendesis membuat bulu kuduk Alena meremang.Gadis itu ketakutan setengah mati, tapi ia tetap berusaha untuk tenang. "Aku istrimu, siapa lagi?" jawabnya dengan suara serak, seakan menantang.Kaindra tertawa sinis. Ia melepaskan cengkramannya kemudian membopong tubuh Lena dan melemparnya di ranjang dengan kasar. Lena terhempas. Ia menelan ludah saat melihat seringai mengerikan dari bibir tipis laki-laki itu."Siapa kamu!" Suara Kai bagaikan seorang algojo yan
Malam semakin pekat, hawa dingin mulai terasa menusuk. Hujan sudah mulai reda meski rintiknya masih bernyanyi sahdu di atas muka bumi.Alena masih meringkuk di pembaringan meski sedu sedannya telah berhenti dan akhirnya ketiduran karena lelah menangis.Kaindra memasuki kamar dan melihat gadis itu meringkuk masih dengan posisi saat ia tinggalkan tadi. Lelaki itu mendekatinya, menyibak sedikit rambut yang menutupi wajahnya.Keningnya berkerut karena wajah gadis yang tertidur ini sangat mirip dengan Vena, bahkan tanpa cela. Apa yang membuatnya mau berpura-pura menjadi istrinya, itu yang harus diketahui oleh Kai. Dan di mana Vena sesungguhnya berada, ia belum menemukan titik terang, meski sebenarnya ia tak peduli.'Apakah Vena sebenarnya memiliki kembaran? Tapi, dimana selama ini gadis itu berada? Jika benar, dia adalah kembaran Vena, kenapa Seno menyembunyikan nya selama ini?' lirih batin Kai sangat penasaran.Kai mengambil