Amel yang mendengar jawaban sang suami hanya tersenyum kecut lalu memutarkan bola mata malas. Tatapan kesal ia layangkan pada Raffa. "Jangan sombong gitu, Mas. Kalau gak ada mereka gak ada yang bantuin kamu ini itu, hargai kerja keras mereka," nasihat Amel. Raffa yang mendengar itu hanya terkekeh, tangannya sebelah mengacak-acak rambut sang istri. "Walau aku bersikap begitu, tapi aku menghargai mereka kok. Kamu tenang aja, ini memang sikap aku dari dulu," lontar Raffa. Amel yang mendengar itu mengangguk, ia terus melirik jam di tangannya. Membuat Raffa mengeryitkan alis. "Kamu ini kenapa sih," ucap Raffa. Amel yang mendengar itu langsung menunjukan jam di ponselnya di depan Raffa. "Ini lho, Mas. Ahh kayanya bakal keduluan orang yang bakal dateng ke kampus," ujar Amel. Perempuan itu berkata lesu, membuat Raffa hanya mengulas senyum kecil. "Emangnya kenapa sih, gak papa kali duluan dia juga," balas Raffa. Amel yang mendengar itu memberengut. Ia cemberut memandang Raffa. "Mas
"Untung lo cepet datang, katanya yang bakal jadi pembicara juga telat," lontar Shilla. Amel hanya melirik sekilas Shilla, ia memilih menghempaskan bokong ke kursi dan wajahnya masih tertekuk. "Eh, kenapa wajah lo kusut gitu, kaya belum di setrika," celetuk Shilla. Perempuan itu menarik dagu Amel, melihat wajah kakak iparnya. "Ahhh, Kakak lo tuh, nyebelin banget," sahut Amel lemah. Shilla mengeryitkan alisnya, ia memiringkan kepala memandang sang teman. "Ka Raffa kenapa?" tanya Shilla. Baru saja Amel hendak menyahuti suara dosen terdengar, beberapa orang langsung duduk di kursi. "Pagi semua, Bapak sudah bilang bukan, kalau kita kedatangan tamu istimewa. Pengusahaan muda yang sukses," celetuk Dosen tersebut. Beberapa orang terkejut melihat Raffa, bahkan Shilla dan Amel pun. Mata lelaki itu melirik sekitar lalu tatapannya bertubrukan dengan manik sang istri. Senyuman Raffa lemparkan pada wanita itu, membuat para perempuan memekik karena melihatnya tersenyum. "Ahh, ganteng bange
"Buat apa ngasih tau, gak penting juga," sahut Shilla. Ia risih kala beberapa mendekati dia, bahkan pria juga. Karena tau jika Shilla adik orang kaya, mereka mulai sok akrab. "Penting lah, gue kan bisa aja jadi istrinya Kakak lo dan gue jadi Kakak ipar lo gitu, mau kan. Gue kan cantik," celetuk perempuan itu. Sedangkan Amel yang mendengar beberapa perempuan meminta agar mereka bisa dekat dengan Raffa mulai marah. Dia menggebrak meja, membuat ia menjadi pusat perhatian. "Kalian berisik banget sih, sampe Shilla gak bisa jawab. Jadi cewek jangan genit napa," sembur Amel. Ia memilih pergi meninggalkan mereka yang memandang aneh perempuan itu. "Kalian ini, bikin mood gue sama Kakak Ipar gue ancur aja. Denger ya, Ka Raffa itu udah punya istri dan istrinya Amel. Sahabat gue, jadi jangan sok akrab deh sama gue, jijik gue!" seru Shilla. Gadis itu bangkit menyusul Amel. Semua tercengah mendengar perkataan Shilla, salah satu dari mereka langsung menepuk jidat. "Ampun! Gue lupa soal itu.
"Kamu gak papa, kan Sayang?" tanya Raffa. Pria itu memegang pipi Amel dan langsung ditepis wanita itu. "Seneng ya dikhawatirin cewek," sembur sang istri. April mengeryitkan alis melihat intraksi kedua manusia itu. Ia langsung menarik lengan Amel membuat wanita tersebut menoleh. "Kalian udah saling kenal?" tanya April. Raffa dan Amel langsung saling pandang, kedua mengangguk bersamaan. Bahkan lelaki itu kini merangkul Amel, membuat April membulatkan matanya terkejut. "Bukan kenal lagi, kita tuh bahkan udah nikah. Iya gak, Sayang," seru Raffa. Raffa mengedipkan mata memandang sang istri, sedangkan wanita itu langsung menganggukan kepalanya. Ia paham dengan gerak-gerik April, pasti perempuan tersebut menyukai suaminya. "Iyain aja deh. Mas, kamu mau ke mana? Ayo biar aku yang anter," balas Amel. Raffa langsung mencium pipi Amel tanpa rasa canggung sedikit, membuat sang istri yang mendapatkan perilaku begitu mematung dan matanya membulat. Begitupun April sangat terkejut mendapatka
"Tuan tolong, jangan kasuskan kelakuan adikku. Cukup hukum aja," pinta lelaki itu. Raffa tidak menanggapi perkataan lelaki itu, ia memilih mendaratkan bokong dikursi. Tidak lupa mengajak sang istri, melihat tak ada respon dari Raffa. Lelaki tersebut beralih pada Amel. "Tolong, jangan kasuskan kelakuan adik saya. Saya tau dia sangat keterlaluan, tapi kalau adil saya dipenjara masa depannya akan suram," mohon Kakaknya Diana. Amel hanya tidak menjawab atau memberikan kepastian pada lelaki itu. Akhirnya ia hanya pasrah, duduk dilantai dengan wajah tertunduk. Bahkan kini kedua orang tua Diana berada di sini, Raffa yang melihat hal tersebut hanya menyeringai. "Tolong jangan kasuskan kelakuan anakku, dia masih remaja masa depannya bakal hilang kalau dia masuk penjara. Kalau dia dipenjara takut kejiwaan dia terganggu," ucap Mamanya Diana. Wanita itu berjongkok memegang lengan Amel. Ia meminta belas kasihan istrinya Raffa. "Lalu mentalku gimana Bu," seru Amel. Tatapan kesal Amel layangk
Diana yang mendengar itu melotot, ia langsung meminta bantuan pada kakak dan Papanya. Tetapi mereka menggeleng, sebagai jawaban. Diana dengan gerakan cepat mendekati Raffa dan menjatuhkan lutut ke lantai dan memegang kaki Raffa. "Tuan, tolong maafkan saya. Saya tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi, saya tidak akan mengganggu Amel lagi. Tolong jangan masukan saya ke penjara," mohon Diana. Amel menyeringai mendengar itu, ia berjongkok untuk mensejajarkan tatapan dengan Diana. "Lo ngomong gitu karena tau, gue gak bakal pernah melihat lelaki lain karena memiliki suami seperti Mas Raffa," sinis Amel. Diana menunduk mendengar ucapan Amel, dia mengiyakan dalam hati. "Bukannya udah gue bilang! Gue gak pernah deketin Gala," bentak Amel. Raffa menyodorkan tangannya agar Amel berdiri. Setelah membantu sang istri bangkit, ia memandang dalam.wanita itu. "Aku serahkan dia sama kamu, Sayang. Terserah mau kamu apa kan. Langsung masukin penjara juga boleh," lontar Raffa. Diana langsung mem
Amel menghela napas mendengar ucapan Diana. Ia mendaratkan bokong di kursi lalu memainkan handphone. "Itu terserah lo mau nurutin ucapan gue atau enggak, gue udah berbaik hati menawarkan hal itu," seru Amel. Wanita itu melirik jamnya, ia langsung bangkit dan mencium punggung tangan sang suami. "Bentar lagi masuk kelas, Mas. Aku pamit dulu ya," lontar Amel. Setelah kepergian Amel, Raffa bersidekap memandang sinis Diana. "Sebenarnya gak setuju kalau cuma di skors dan menjadi pembantu di rumah, lebih bagus langsung masukin ke penjara aja! terus hubungan kerja sama dengan orang tua lo gue putusin, biar bangkrut! Gak tau diri banget sih, gue yang bantu kalian tau!" geram Raffa. Keluarga gadis itu langsung menunduk, Papa Diana membisikan agar sang anak meminta maaf dan menerima hukuman dari Amel. Dengan cepat mendorong Diana agar cepat berbicara. "Maafkan saya Pak, saya akan melakukan apa yang dikatakan Amel. Tapi jangan putuskan kerja sama dengan keluargaku," cicit Diana. Raffa men
Gadis itu menghentakan kakinya lalu memilih masuk ke kediaman, terlihat banyak orang di sana. "Eh kamu udah pulang, ayo sini," seru Wulan. Sedangkan di mobil, keadaan hening. Akhirnya Dimas memulai pembicaraan untuk memberitahu apa yang menganjal dari tadi. "Mel, gue pengen ngomong sesuatu," tutur Dimas. Amel berdehem mendengar ucapan Dimas, ia tidak lepaskan handphone karena tengah bermain games. "Gue ngomong soal penting nih, Mel," seru Dimas kesal. Wanita itu mendengar penuturan Dimas terkekeh, ia mematikan dan menaruh di tas benda pipih tersebut. Tatapannya terarah ke Dimas yang melihat dari kaca spion. "Apa yang mau lo omongin, Dim," lontar Amel. Dimas mengembuskan napas terlebih dahulu membuat Amel mengeryitkan alisnya. "Lo napa sih, kaya berat banget lo ngomongnya," sembur Amel. Dimas menatap sekilas Amel lagi lalu menatap jalanan. Tangannya memegang erat setir mobil. "Cewek yang demen sama Bos dateng," ucap Dimas. "Sepupunya Erika, siapa tuh namanya gue lupa," lanj