Sinar matahari menghangatkan Lembah Dieng, udara segar seakan menjadi nafas bagi kehidupan di dalamnya.
Anaxtra meliuk-liukan tubuhnya di atas Papan Selancar menyusuri sungai, sesekali melakukan manuver dan terbang lebih tinggi di atas hutan Lembah Dieng.
Sejauh dia menyusuri Lembah itu, selalu berujung pada tembok batu yang menjulang tinggi, seakan tak ada jalan keluar untuk bisa meninggalkan Lembah Dieng.
Anaxtra menukik ke arah tepian sungai yang tak jauh dari air terjun, lalu mendarat dengan sempurna di atas bebatuan.
Sementara tak jauh dari tempat Anaxtra mendarat, berdiri ayahnya, peter dan Lilia, adik Peter yang ikut menyaksikan uji coba Papan Selancar yang dilakukan Anaxtra.
"Sensornya bekerja dengan sempurna, Ayah!" katanya kemudian.
"Jika sebelumnya Papan Selancar ini hanya melayang di atas permukaan bumi, setelah penambahan sensor, Papan Selancar ini bisa menditeksi benda apapun dan melayang di atasnya, aku tadi mencobanya di atas pepohonan setinggi hampir 20 meter, dan Papan Selancar ini mampu menyesuaikan dan terbang lebih tinggi lagi di atas pohon itu."
Syemin tersenyum puas.
"Wah! Paman berhasil," Lilia berkata dengan girang.
"Lilia, kenapa kau juga ada di sini?" tanya Anaxtra kepada Lilia.
"Tadi aku melihat Peter pergi, katanya dia ingin melihat kau mencoba Papan Selancar itu, makanya aku mengikutinya."
Peter mengangkat bahunya, "Paman, bisakah kau membuakannya untukku?" tanya Peter kepada Syemin.
"Aku juga mau paman!" Lilia tak mau kalah.
Syemin kembali tersenyum, "Kalian sudah aku anggap seperti anak-anakku sendiri, sebelum aku membuat lebih banyak untuk dijadikan alat transportasi orang-orang, aku pastikan kalian yang akan menerimanya lebih dulu."
Peter dan Lilia berkata secara bersamaan, "Terimakasih Paman."
"Anaxtra, kau belum mencoba dengan medan yang miring, cobalah untuk terbang menaiki dinding itu!" kata Syemin kemudian.
Anaxtra menatap tembok batu di depannya dengan ragu.
"Kau hanya perlu mencobanya, perhatikan keseimbangan tubuhmu, jika kau masih goyah, tak perlu memaksakan untuk melanjutkan."
Anaxtra kembali menaiki papan seluncurnya, matanya tertuju ke tembok tinggi yang ada di depannya. Secara perlahan Papan Selancarnya melayang ke arah tembok itu. "Jangan terlalu tegang, rileks aja!" teriak ayahnya dari bawah. "Ayo semangat Anaxtra!" "Kamu pasti bisa!" teriak Peter dan Lilia saling sahut memberi semangat kepada Anaxtra. Anaxtra mengambil posisi badan yang tegak, kaki kiri berada dibelakang sementata kaki kakan di depan seperti layaknya orang mau berlari. Papan Selancar semakin dekat dengan dinding tebing, Anaxtra segera menekuk kaki kanannya dan bertumpu pada kaki kiri yang masih tegak. Dia memiringkan Papan Selancar hingga membentuk sudut 45 derajat. Setelah jarak kurang lebih 7 meter dari dinding tebing, kecepatan laju Papan Selancar agak berkurang, namun Papan itu terus mengapung naik, dan semakin naik. Anaxtra memandang sekeliling, hutan dan tempat dia tinggal terlihat hijau, Papan Selancarnya masih terus nai
Anaxtra mendarat ke atas tanah di depannya. Dia merasakan hawa yang panas langsung membalur sekujur tubuhnya. "Apakah aku di neraka?" pikirnya. Anaxtra melihat sekeliling, hampir tidak ada kehidupan. Sejauh matanya memandang, hanya hamparan kering dan gersang. Anaxtra memegang pelipis matanya, lalu sebuah layar kecil berbentuk kacamata terpampang di depan matanya. Layar itu adalah monitor radar yang mampu menditeksi pergerakan suatu benda. Dengan kaca mata itu Anaxtra kembali melihat sekeliling dengan lebih seksama. "Anaxtra! ... Anaxtra! ... apakah kau mendengarku?" terdengar suara ayahnya memanggil dari chip komunikasi yang tertanam di telinganya. "Aku mendengarmu ayah," kata Anaxtra mengaktifkan mode jawab. "Suaramu terdengar putus-putus, apakah kau baik-baik saja?" kembali suara ayahnya terdengar. Alat komunikasi yang dipakai penghuni Lembah Dieng adalah chip yang ditanam di sekitar telinga, chip ini mampu ber
Sebenarnya Anaxtra masih penasaran dengan penemuannya, namun karna dia tidak ingin membuat ayahnya cemas, dia mengurungkan niatnya untuk menyelidinya lebih jauh.Anaxtra mematikan alat komunikasinya dan menutup radar yang masih terpampang di depan kedua matanya. Dia kembali menaiki Papan Selancar dan melayang berputar untu menuruni tebing menuju ke Lembah Dieng.Jika orang yang belum pernah melihat Lembah Dieng, sesaat dari tempat Anaxtra berdiri, keberadaan lembah Dieng tidak akan pernah di ketahui, dari sana hanya terlihat awan putih. Pantas saja jika Lembah Dieng teramat terlindungi.Anaxtra menukik perlahan sepanjang tepian tebing, dia harus tetap menjaga jarak antara tebing dan Papan Selancar agar sensor bisa bekerja dan menjaganya tetap melayang. Jika tidak, tubuhnya bisa langsung merosot karena jarak sensor dengan benda tidak bisa melibihi 10 meter.Syemin, Lilia dan peter memperhatikan Anaxtra yang melayang turun dengan seksama.Dari tempat
"apa yang kau lihat di atas sana, Anaxtra?" tanya Peter penasaran."Apakah di atas lebih indah dari sini ?" Lilia menyela dengan tidak sabar.Anaxtra menghela nafas, dia ingin sekali menceritakan apa yang baru saja dilihatnya, namun dia mengurungkan niatnya ketika ayahnya juga bertanya."Bagaimana menurutmu Papan Selancar itu, apakah sudah berfungsi dengan sempurna ?""Aku rasa ini sudah berfungsi dengan baik, ayah".Syemin tersenyum dengan puas."Buatkan satu untukku, Paman" kata Peter."Aku juga, Paman" kata Lilia tak mau kalah."Hai...kau anak perempuan, kenapa kau selalu ingin bersaing dengan kami" protes Peter.Lilia menjulurkan lidahnya, "selama Paman bersedia, kenapa kamu yang keberatan".Peter tidak bisa berkata lagi."Kalian tidak perlu bertengkar, aku pasti akan membuatkannya untuk kalian" Syemin berkata untuk melerai keributan dua bersaudara itu.Lilia melompat kegirangan."Anaxtra,
Sepeninggal Ayahnya dan Lilia yang menghilang di antara pepohonan hutan Lembah dieng. Anaxtra tiba-tiba melompat ke tengah sungai, setelah kakinya menginjak batu besar yang berada di tengah sungai, tumbuhnya kembali melayang ke atas dan bersalto di udara.Anaxtra mengeluarkan tiga kali tembakan laser dari tangan kirinya ke arah pepohonan yang berada jauh di tepian sungai itu. Pohon besar yang terkena tembakan itu langsung tumbang dengan sisi yang hancur.Tubuh Anaxtra kembali mendarat ke batu tempat dia berpijak tadi, kali ini dia kembali melakukan lompatan lagi, namun berbeda dengan lompatan tadi, dia melakukan lompatan ke belakang dan kembali bersalto sambil berkata,"Ayo Peter, bermainlah bersamaku"Lalu Anaxtra mengambil benda mirip korek api yang terselip di paha kanannya.Benda itu hanya memiliki panjang tidak lebih dari 15 cm. Ketika benda itu berada digenggaman Anaxtra, seketika benda itu memancarkan cahaya memanjang berukuran 1 meter
Anaxtra dan Peter merebahkan tubuhnya menatap ke langit, seluruh badan mereka basah oleh keringat yang bercampur cipratan air sungai yang sesekali memercik ke tubuh mereka."Kecepatanmu sungguh luar biasa, aku selalu tertinggal jauh jika mengikuti gerakanmu" kata Peter memuji Anaxtra."Kekuatanmu juga lumayan naik pesat, aku kewalahan jika harus menghadapimu hanya mengandalkan kekuatan saja".Mereka tertawa bersama lalu kemudian hening memandang langit dengan gumpalan langit putih."Anaxtra, apa sebenarnya yang kau liat di atas sana." Tanya Peter kemudian.Anaxtra menoleh ke arah Peter."Peter, mungkin di luar sana ada kehidupan lain selain kita."Peter menatap serius ke arah Anaxtra,.Sementara Anaxtra bangun dengan posisi masih duduk. Peter juga ikut bangun dari rebahnya.Dengan tatapan yang menerawang Anaxtra bercerita."Diatas sana seperti layaknya Lembah ini, ada daratan yang membentang, namun memiliki suhu y
Berita Anaxtra berhasil menaiki Tebing Dieng tersebar dengan cepat ke seluruh penghuni Lembah. Keberhasilannya tak lepas dari Papan Selancar yang mengalami perkembangan cukup signifikan. Kebanyakan warga lembah menantikan sebuah transportasi yang dapat membawa mereka ke permukaan. Meskipun ada beberapa yang tidak setuju dengan dunia di luar lembah.Bukan lagi sebuah rahasia, desas-desus adanya kehidupan lain di luar lembah sudah menjadi kepercayaan yang turun temurun.Beberapa warga pagi-pagi sudah berkumpul di depan rumah Syemin, mereka ingin melihat bagaimana Anaxtra, Peter dan Lilia mengoperasikan alat transportasi tersebut.Selang beberapa waktu kemudian, Syamin dan ketiga remaja itu kekuar dengan membawa Papan Selancar masing-masing."Syemin, apakah kau akan membiarkan anak-anak kita bermain terlalu jauh dengan barang mainanmu itu?" Kata seorang laki-laki di antara kerumunan warga yang berkumpul."Kau tak perlu mengkhawatirkan mereka, mereka s
Seperti halnya perangkat smartwatch yang berintegrasi dengan ponsel, cara kerja Papan Selancar hampir sama. Perbedaan yang mendasar hanyalah tubuh Anaxtra sediri yang berfungsi operating sistemnya, dan Papan selancar adalah bagian aksesoris yang mendapat perintah sepenuhnya."Aku beri nama Papan Selancarku dengan sebutan Alpha" kata Anaxtra setelah melakukan sinkron dan setting pada Papan Selancar miliknya."Papan selancarku, ku beri nama Beta" sahut Peter."Kalau begitu aku juga akan memberi nama Charli" Lilia tak mau kalah.Syemin tersenyum puas."Hei siapa yang memberi ijin kepadamu untuk ikut bersama kita, kau seorang perempuan" protes Peter.Lilia menjulurkan lidahnya, "aku tak perlu meminta ijin kepada siapapun untuk terbang kemanapun aku mau"Anaxtra hanya memandang ke arah ayahnya, seakan meminta penjelasan kepadanya."Kalian tak perlu mengkhawatirkannya,, meskipun dia seorang perempuan, namun kemampuannya dalam hal pem