Kapan Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono Pertama Kali Terbit?

2025-10-30 13:23:25 106

5 Jawaban

Gavin
Gavin
2025-10-31 10:18:59
Di sudut rak perpustakaan kampus, aku pernah memegang edisi pertama yang kabarnya memuat koleksi debut Sapardi. Kumpulan puisi pertamanya, 'Duka-Mu Abadi', tercatat terbit pada 1969, dan itu terasa signifikan karena menandai masuknya suara baru ke panggung sastra Indonesia. Waktu itu aku masih mudah terpesona dengan ritme dan pilihan kata yang sederhana namun menusuk.

Sekarang, ketika membaca kembali, aku lebih menikmati bagaimana puisi-puisinya bekerja: seperti cermin kecil yang memantulkan perasaan besar. Tahun terbit itu membantu memberi konteks, tapi puisi-puisinya sendiri yang benar-benar bertahan lama di kepala.
Xavier
Xavier
2025-11-01 08:35:10
Ada kalanya aku menyusun ulang koleksi puisi di rak dan selalu menyisakan ruang untuk karya-karya lama yang mempengaruhi selera baca. Salah satu fakta yang selalu kutunjukkan pada teman adalah bahwa kumpulan puisi pertama Sapardi Djoko Damono yakni 'Duka-Mu Abadi' pertama kali terbit pada 1969. Informasi itu sering membuka percakapan panjang soal konteks sastra Indonesia akhir 1960-an: bagaimana bahasa yang terkesan sederhana dipakai untuk menyampaikan kerumitan emosi.

Buatku, mengetahui tahun terbit juga membantu menempatkan gaya puisinya dalam garis waktu perubahan sastra—dari eksperimental ke suara yang lebih personal. Itu memberi perspektif kenapa puisinya terasa seperti dialog langsung, bukan monolog berat yang menjauhkan pembaca.
Vesper
Vesper
2025-11-02 11:36:49
Ada sesuatu yang selalu membuatku tersenyum tiap kali mengingat awal karier Sapardi: kemampuannya membuat kata-kata biasa tampak baru. Kumpulan puisi pertamanya, 'Duka-Mu Abadi', terbit pada tahun 1969, dan dari situ mulai terlihat benang merah di puisinya—bahasa yang ringkas, ironi lembut, serta perhatian pada hal-hal kecil yang menjadi besar dalam ingatan. Sebagai pembaca yang tumbuh bersama penerbitan ulang dan antologi, aku sering membandingkan cetakan-cetakan lama untuk melihat perubahan tipografi dan pengantar, karena itu juga bagian dari bagaimana puisi hidup di masyarakat.

Mengetahui tahun terbit bukan sekadar angka: bagiku itu menautkan puisi ke momen sejarah, budaya pop, dan perubahan bahasa sehari-hari. Dari situlah aku bisa lebih menghargai bagaimana Sapardi menulis soal kehilangan tanpa meluapkan diri, memberi ruang bagi pembaca untuk masuk dan menemukan cerita sendiri.
Chloe
Chloe
2025-11-02 16:59:52
Sehari-hari aku sering ngobrol tentang puisi dengan teman-teman yang juga suka bacaan lama, dan selalu aku sebutkan satu detail yang membuat mereka terkejut: kumpulan puisi pertama Sapardi, 'Duka-Mu Abadi', terbit pada 1969. Info itu biasanya membuka diskusi tentang suasana sastra dan politik zaman itu, tapi juga tentang bagaimana gaya Sapardi terasa abadi meski lahir di era tertentu.

Bagi aku, mengetahui waktu terbit memberikan rasa kontinuitas—seolah ada jembatan antara pembaca sekarang dan suasana ketika puisi-puisi itu pertama dibacakan. Dan meskipun banyak karyanya yang lebih populer belakangan, koleksi pertama itu tetap terasa seperti akar yang menambatkan seluruh karyanya ke tanah yang sama.
Quinn
Quinn
2025-11-04 04:10:11
Bayangkan menemukan buku kecil berbingkai polos yang ternyata mengubah cara kamu membaca puisi — itulah perasaan banyak orang saat pertama kali menyentuh karya-karya Sapardi. Kumpulan puisi pertamanya yang berjudul 'Duka-Mu Abadi' diterbitkan pada tahun 1969. Aku masih terpesona oleh betapa lugas dan ringannya bahasanya, meskipun bertemakan kehilangan dan waktu. Itu terasa seperti napas segar di lanskap sastra Indonesia yang saat itu mulai bergema dengan suara-suara baru.

Setiap kali menengok kembali, aku melihat bagaimana baris demi baris dari kumpulan itu membuka jalan bagi sapardi untuk menjadi suara yang akrab bagi pembaca generasi berikutnya. Terlepas dari semua label kritis, bagi pembaca biasa seperti aku, yang penting adalah perasaan yang ditinggalkannya: sederhana namun tak mudah dilupakan. Itu alasan kenapa, walau banyak karya lain bermunculan, koleksi pertama itu tetap punya tempat khusus di rak dan hati.
Lihat Semua Jawaban
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Buku Terkait

Kapan Kamu Menyentuhku?
Kapan Kamu Menyentuhku?
Malam pertama mereka terlewat begitu saja. Dilanjut malam kedua, ketiga, setelah hari pernikahan. Andika sama sekali belum menyentuh istrinya, padalhal wanita itu sudah halal baginya. Apa yang sebenarnya terjadi pada Andika? Bukankah pria itu menikahi Nuri atas nama cinta? Lalu kenapa dia enggan menyentuh sang Istri?
10
121 Bab
Kali Kedua
Kali Kedua
Tentang Elsa Azarina Safira, yang merasa bahwa hidupnya baik-baik saja dan sudah cukup bahagia. Tentang Rezky Pramurindra, yang merasa bahwa ingatannya sulit lupa akan kenangan cinta pertama. Tentang takdir yang terkadang membuat kita ingin tertawa. Tentang pertemuan yang mengingatkan kita indahnya suka dan sakitnya luka karena orang yang sama, walau waktu telah berlalu sekian lama. Tentang seseorang yang kita kira hanya datang untuk singgah sementara, tapi ternyata dia hadir kembali dan ingin menetap untuk selamanya.
10
97 Bab
NIKAH DENGAN DUDA TIGA KALI MALAM PERTAMA BIKIN KAGET
NIKAH DENGAN DUDA TIGA KALI MALAM PERTAMA BIKIN KAGET
Mama habis-habisan menentang hubunganku dengan Om Angga. Namun, karena aku terus memaksa bahkan hingga mengancam akan kabur dari rumah jika tidak juga direstui, orang tuaku akhirnya mengalah juga. Om Angga adalah duda tiga kali yang punya dua anak dari pernikahan pertamanya. Dia begitu tampan, bugar, juga mencintaiku--terlihat dari tatapannya. Namun, aku tidak menyangka ... usai malam pertama kami, dia justru mengemukakan keinginan yang membuatku sangat di luar nalar. Kenapa dia meminta hal yang mengorbankan diriku? Apa sebenarnya motif Om Angga menikahiku?
9.9
109 Bab
KALI KEDUA
KALI KEDUA
"Mari kita bercerai saja!" Ucapku tegas. Pria dihadapanku menatapku datar. Seolah apa yang ku ucapkan adalah lelucon sampah. Tak ada angin dan hujan aku meminta cerai. Padahal sandiwara-sandiwara ini sudah terasa memuakkan.
9.7
22 Bab
KALI KEDUA
KALI KEDUA
Byanca tak pernah menyangka atas layangan cerai yang diajukan Bian. Pasalnya selama ini hubungan keduanya berjalan dengan baik dan romantis. Rumah tangga yang selalu diisi dengan keharmonisan berujung kepahitan. Belum lagi Bian secara terang-terangan menyampaikan kepada publik bahwa ia dan Byanca resmi bercerai dan ia kini memiliki pasangan baru, yang tak lain adalah artis pendatang baru. Sanggupkah Byanca menerima semua kenyataan ini? Akankah Byanca hanya diam atau justru balas dendam? Temukan jawabannya hanya di Novel "Kali Kedua"
10
141 Bab
KAPAN AYAH PULANG
KAPAN AYAH PULANG
Kesedihan Faiz yang ditinggalkan Ayah, karena perselingkuhan Ibunya. Penderitaan tidak hanya dialami Faiz, tapi juga Ibunya. Ternyata Ayah sambung Faiz yang bernama Darto adalah orang yang jahat. Faiz dan Ibunya berusaha kabur dari kehidupan Darto.
10
197 Bab

Pertanyaan Terkait

Bagaimana Cara Mengadaptasi Kumpulan Cerita Rakyat Ke Film Pendek?

4 Jawaban2025-10-20 18:11:06
Satu hal yang selalu bikin aku bersemangat adalah merombak legenda lokal jadi film pendek. Aku biasanya mulai dengan menciutkan cerita sampai hanya menyisakan satu konflik inti—misal keserakahan, kesetiaan, atau pembalasan—lalu merancang scene yang bisa mengkomunikasikannya secara visual. Langkah praktis yang aku pakai: baca beberapa versi cerita, tandai momen yang paling emosional, tentukan perspektif (apakah dari sang pahlawan, korban, atau bahkan objek seperti keris), lalu buat outline tiga babak yang ketat. Karena durasi pendek, tiap adegan harus punya tujuan ganda: majuin plot sekaligus ngebangun suasana. Aku selalu bikin moodboard visual dan soundscape sederhana agar kru kecil paham tone yang diincar. Selain itu, aku sadar pentingnya menghormati latar budaya—konsultasi dengan pemangku cerita atau sesepuh lokal membantu menghindari stereotip. Terakhir, uji coba ke audiens kecil: potongannya sering beda antara naskah dan realisasi. Kadang ide kecil yang tadinya cuma side detail malah jadi kunci emosional di layar; suka momen itu, rasanya cerita lama dapat napas baru.

Bagaimana Menerjemahkan Kumpulan Cerita Rakyat Ke Bahasa Inggris?

4 Jawaban2025-10-20 17:03:19
Terjemahan cerita rakyat itu penuh jebakan, tapi itulah yang membuatnya seru. Aku biasanya mulai dengan membaca beberapa versi sumber—jangan cuma satu—karena cerita rakyat sering punya variasi yang penting. Dari situ aku tentukan nada: apakah ini untuk pembaca anak-anak, audiens umum, atau untuk kepentingan akademis? Pilihan itu mempengaruhi seberapa literal atau bebas aku akan menerjemahkannya. Misalnya, pengulangan formulais seperti "ada seekor..." yang berulang harus dipertahankan kalau fungsinya ritmis; kalau hanya pengulangan bertele-tele, aku akan merapikannya tanpa kehilangan nuansa lisan. Praktik favoritku: bacakan hasil terjemahan keras-keras. Kalau mengalir seperti dongeng yang diceritakan di depan api unggun, berarti sudah mendekati. Aku juga menambahkan catatan penerjemah singkat bila ada unsur budaya yang perlu konteks—tapi hemat, supaya tidak mengganggu pengalaman membaca. Terakhir, selalu minta seorang penutur asli bahasa Inggris yang juga peka budaya untuk membaca dan memberi masukan; mereka sering menangkap nada atau kata pilihan yang bikin cerita terdengar aneh atau klise. Hasilnya? Cerita yang hidup, bukan sekadar teks terjemahan.

Bagaimana Anda Menulis Puisi Tentang Bunga Untuk Ibu?

3 Jawaban2025-10-20 11:21:38
Satu cara yang sering kucoba adalah memulai dari sebuah kenangan kecil. Aku suka membayangkan sebuah momen—misalnya tangan ibu yang membengkok menata vas bunga di meja makan, atau aroma basah dari tanah setelah ibu menyiram tanaman pagi-pagi. Dari situ aku menangkap detail sensorik: warna yang nempel di pelupuk mata, suara gesekan daun, rasa hangat cangkir teh yang diteguk sambil memandangi bunga. Detail kecil seperti itu yang membuat puisiku tidak klise karena pembaca bisa ikut berada di sana, mendengar dan mencium, bukan cuma membaca kata-kata kosong. Langkah praktis yang kulakukan selanjutnya adalah memilih metafora yang sederhana tapi tepat: bunga sebagai senyuman, sebagai rahasia yang mengepak, atau sebagai waktu yang mekar. Aku cenderung memakai kalimat pendek bergantian dengan baris yang sedikit lebih panjang untuk memberi ritme, lalu menutup dengan sapaan langsung ke ibu—bukan sekadar nama, melainkan sesuatu yang intim seperti 'tanganmu' atau 'malammu'. Contoh baris yang sering kuulang dalam draf: 'Bunga pagi ini membawa kenangan kopi dan tawa,' atau 'kamu seperti lili, tenang namun berani.' Setelah itu aku baca keras-keras, merapikan kata yang terasa canggung sampai ritme dan emosi nyambung. Puisi terbaik menurutku adalah yang terasa seperti surat; sederhana, hangat, dan mudah dilafalkan di depan ibu. Itu yang selalu membuat mataku berkaca-kaca tiap kali kubacakan untuknya.

Bagaimana Penyair Modern Menggubah Puisi Tentang Bunga?

3 Jawaban2025-10-20 14:52:29
Lukisan bunga di kepalaku sering dimulai dari hal sepele: sisa kopi di gelas, bau hujan yang menempel pada pot tanah liat, atau notifikasi yang muncul di layar ponsel. Aku suka mencoba menangkap itu semua menjadi baris—bukan baris yang rapi seperti katalog botani, melainkan potongan-potongan yang ditumpuk, dipotong, dan kadang ditempel dari teks lain. Misalnya, aku pernah menulis puisi yang mengambil kata-kata dari daftar harga bibit online dan menyusunnya ulang jadi soneta modern; hasilnya aneh tapi terasa jujur, seperti bunga yang tumbuh di retakan trotoar. Di halaman struktur, aku bermain dengan teknik: enjambment panjang untuk meniru akar yang merayap, baris pendek seperti serbuk sari, dan putih halaman sebagai ruang kosong yang sama pentingnya dengan teks. Visual juga penting—apa jadinya bunga tanpa gambar? Aku sering menggabungkan tipografi tebal, spasi, bahkan potongan foto untuk memberi tekstur. Tema ekologis masuk dengan mudah; bunga bukan cuma keindahan, tapi juga korban pembangunan dan perubahan iklim. Menulis tentang itu bikin puisiku terasa mendesak, bukan hanya dekoratif. Yang paling menyenangkan adalah reaksi—ketika pembaca mengirim pesan bilang mereka mencium bau melati padahal aku hanya menulis tentang lampu jalan dan aspal. Itu tanda puisi berhasil memancing indera. Jadi, bagiku, menggubah puisi tentang bunga hari ini berarti merangkul kebisingan modern tanpa mengabaikan kelembutan yang sebenarnya membuat bunga menarik: kebetulan, kerentanan, dan cara kita tetap berharap meski musim berubah.

Di Mana Anda Bisa Menemukan Antologi Puisi Tentang Bunga Lama?

4 Jawaban2025-10-20 15:34:25
Aku senang sekali menelusuri rak-rak pudar di toko buku bekas ketika mencari antologi puisi bertema 'bunga lama'. Mulai dari toko-toko kecil di sudut kota sampai pasar buku Minggu pagi, tempat-tempat itu sering menyimpan koleksi tak terduga: antologi lokal, cetakan tua, bahkan buletin komunitas yang memuat puisi bertema flora. Coba cari di perpustakaan daerah atau Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dengan kata kunci seperti 'bunga', 'puisi', 'antologi', atau nama-nama penyair yang memang suka memakai citra bunga—misalnya kamu bisa menemukan karya-karya Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan seperti 'Hujan Bulan Juni' yang penuh metafora alam. Selain itu, jangan remehkan toko buku indie, zine kecil, dan penerbit lokal; mereka suka menerbitkan antologi tematik yang tidak dipasarkan luas. Kalau aku menemukan buku seperti itu, rasanya seperti menemukan surat cinta lama—penuh bau kertas dan memori. Selamat berburu, semoga kamu dapat sampul pudar dengan puisi yang membuat hati bergetar.

Apa Ciri Utama Puisi Elegi Adalah Penggunaan Bahasa Bagaimana?

4 Jawaban2025-10-20 12:09:05
Ada hal yang langsung kusadari setiap kali membaca elegi: bahasanya cenderung melankolis namun terkontrol. Aku sering tertarik pada bagaimana penyair memilih kata-kata yang sederhana tapi bermuatan—bukan melulu runtuhan metafora yang rumit, melainkan pilihan kata yang menimbulkan keheningan. Dalam elegi, kata sering dipadatkan sehingga tiap frasa membawa beban emosi; ada ritme lirikal yang mengalun perlahan, di mana jeda dan pengulangan berfungsi seperti napas yang menahan duka. Gaya bahasa juga sering bersifat personal dan langsung, meski bisa memakai citraan universal—langit, malam, sungai—sebagai cermin kehilangan. Aku merasakan penggunaan apostrof (panggilan pada yang tiada) dan pertanyaan retoris yang membuat pembaca diajak berduka bersama. Intinya, elegi memadukan kesedihan personal dengan estetika bahasa yang membuat rasa kehilangan terasa indah sekaligus mengena, dan itu selalu membuat aku berhenti sejenak saat membaca.

Struktur Puisi Elegi Adalah Seperti Apa Dalam Analisis Sastra?

4 Jawaban2025-10-20 15:53:18
Ada sesuatu yang selalu menarik perhatianku tentang elegi: ia seperti percakapan yang berbisik antara penyair dan ketiadaan. Dalam pengamatan aku, struktur elegi klasik biasanya bergerak melalui tiga tahap dasar—ratapan, pujian, dan penghiburan—namun bukanlah pola kaku. Pada bagian awal penyair sering membuka dengan ekspresi kehilangan yang intens, menggunakan citraan kuat dan pertanyaan retoris untuk menyoroti kekosongan. Di bagian tengah, nada bisa beralih menjadi reflektif atau dokumenter: kenangan tentang almarhum, pencatatan sifat-sifat mereka, atau pengakuan dosa dan penyesalan. Akhirnya ada upaya mencari penghiburan, entah lewat nasihat moral, pemaknaan ulang kematian, atau pengakuan tentang kelangsungan hidup dalam ingatan. Secara formal aku perhatikan bahwa elegi dapat memanfaatkan bentuk metrum tradisional—seperti pasangan elegiak pada tradisi klasik—atau justru memilih bentuk bebas dengan repetisi, enjambment, dan refrains untuk menekankan kehilangan. Yang membuat elegi berkesan bagi aku adalah pergeseran tonal: dari kepedihan ke penerimaan, walau penerimaan itu sering terasa pahit dan ambigu. Itu selalu meninggalkan rasa intim, seperti menerima surat dari teman yang sedang meratapi dunia, dan aku suka sekali merasakannya.

Sejarah Puisi Elegi Adalah Mulai Kapan Dalam Sastra Indonesia?

4 Jawaban2025-10-20 03:11:49
Bayangkan sebuah nyanyian duka yang menempel di bibir masyarakat nusantara jauh sebelum kata 'puisi elegi' dipakai — itulah akar yang sering kulacak saat membahas sejarah elegi dalam sastra Indonesia. Dari sudut pandang tradisional, bentuk-bentuk ratapan dan lagu duka sudah ada sejak lama dalam budaya lisan: tangis pengantar pemakaman, kidung-kidung Jawa, nyanyian para pelayat di Sumatera, atau syair dan pantun yang memuat unsur kehilangan. Itu berarti nuansa elegis hidup berabad-abad dalam praktik budaya; ia bukan sesuatu yang tiba-tiba muncul bersamaan dengan buku cetak. Namun, istilah elegi dan bentuk puitik modernnya lebih jelas muncul ketika tradisi lisan bertemu sastra bertulis dan pengaruh luar. Dalam periode modernisasi sastra Melayu-Indonesia, terutama sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 ketika karya-karya mulai dicetak dan ide-ide romantisme Eropa meresap, nuansa elegi mulai terstruktur sebagai genre puitik: puisi yang secara sadar meratapi kematian, kerinduan, atau kehancuran. Nama-nama modern seperti Amir Hamzah, Chairil Anwar, lalu generasi sesudahnya seringkali menulis puisi berbahasa Indonesia yang memuat rona elegis secara eksplisit. Jadi, kalau ditanya mulai kapan—akarnya kuno dan oral, tapi sebagai bentuk sastra yang dikenali secara modern, ia menguat pada awal abad ke-20. Aku selalu merasa menarik bagaimana tradisi lama itu kemudian menyatu dengan ekspresi personal modern, menciptakan elegi yang kita baca sekarang.
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status