Mama habis-habisan menentang hubunganku dengan Om Angga. Namun, karena aku terus memaksa bahkan hingga mengancam akan kabur dari rumah jika tidak juga direstui, orang tuaku akhirnya mengalah juga. Om Angga adalah duda tiga kali yang punya dua anak dari pernikahan pertamanya. Dia begitu tampan, bugar, juga mencintaiku--terlihat dari tatapannya. Namun, aku tidak menyangka ... usai malam pertama kami, dia justru mengemukakan keinginan yang membuatku sangat di luar nalar. Kenapa dia meminta hal yang mengorbankan diriku? Apa sebenarnya motif Om Angga menikahiku?
View More"Besok, kita ke dokter untuk angkat rahim kamu ya, Sayang?"
"Buat apa angkat rahim, Om?" Aku memandang lelaki yang baru 'mewisudaku' sebagai istrinya dengan heran."Agar kamu tidak hamil, Sayang." Diusapnya kepalaku penuh sayang. Ia tersenyum melihat darah di sprei, malam ini adalah malam pertama kami."Memang kenapa kalau aku hamil, Om? Kan kita udah nikah, jadi gak masalah kalau seandainya aku hamil, kaaan? Aku ingin kita punya anak."Ia menggeleng. "Tentu saja bermasalah. Aku tidak ingin punya anak lagi, dua anak saja cukup. Jadi, besok kita ke rumah sakit untuk angkat rahim. Aku punya teman dokter, dia pasti mau bantu angkat rahimmu.""Kalau rahimku diangkat, aku gak akan bisa punya anak, Om." Mataku tiba-tiba memanas dan aku ingin menangis rasanya, namun kutahan."Iya, tidak papa tidak punya anak lagi, kan kita sudah punya Ian dan Deri. Anakku, maka menjadi anakmu juga. Kamu fokus saja mengurus Ian dan Deri, tidak usah memikirkan punya anak yang akan membuat kita repot. Memiliki dua anak saja sudah sangat merepotkan. Sekarang tidurlah, sudah malam, besok kita harus ke rumah sakit untuk angkat rahim." Ia mengecup keningku lalu memejamkan mata.Aku menggigit bibir kuat menahan diri agar tak menangis. Rasa bahagia yang tadi memenuhi dadaku setelah mempersembahkan mahkota yang selama ini kujaga dengan baik lenyap tanpa sisa. Aku ingin punya anak yang lahir dari rahimku sendiri, gak masalah jika harus menunggu dua atau tiga tahun lagi. Tapi kalau rahimku diangkat ....Aku terisak-isak tanpa suara saat teringat Mama yang tak henti menangis sepanjang ijab kabulku tadi, membuat sebagian para saksi menatap mama dengan iba. Papa sesekali mengusap punggung mama untuk menenangkan mama karena anak satu-satunya ini terus ngotot menikah dengan duda. Kalau tetep gak diijinin nikah, aku mau kabur, ancamku tempo hari pada mama. Untungnya walau terpaksa dan dengan berat hati, mama dan papa merestui aku nikah dengan Om Angga, lelaki berparas rupawan yang saat ini terlelap pulas di sampingku.Sekilas tentang Om Angga. Ia berumur 36 tahun sementara aku 19 tahun baru lulus SMA. Om Angga memiliki dua anak, kelas empat SD satunya umur 4 tahun. Selain itu, Om Angga duda tiga kali, kawin cerai kalau kata mama, itulah kenapa papa mama menentang hubungan kami. Ia adalah duda 3 kali dengan dua anak. Istri pertama Om Angga meninggal karena kecelakaan meninggalkan dua anak lelaki yaitu Deri dan Ian. Pernikahan kedua Om Angga hanya bertahan 3 bulan, sedang pernikahan ketiga hanya bertahan satu Minggu."Dan nanti nikah denganmu hanya bertahan satu malam!" Omel mama padaku dua hari lalu. Aku menjawab ucapan mama dengan tegas dan lantang,"Enggak bakalan, Ma! Aku akan jadi istri Om Angga sampai maut memisahkan!" Balasku tak mau kalah."Preeeeet!" Mama mencibir. Dia begitu keberatan aku menikah dengan Om Angga. Tapi keputusanku sudah bulat, aku ingin jadi istri Om Angga.Sebelum melangsungkan ijab kabul, Om Angga bertanya padaku. "Apa kamu sungguh-sungguh ingin jadi istriku?" tanyanya."Tentu saja, Om, aku mencintai Om."Dia mengangguk. "Baiklah. Kalau begitu, jadilah istri yang baik juga ibu yang baik untuk Deri dan Ian.""Tentu saja, aku akan jadi istri dan ibu yang baik." Itu yang kukatakan padanya tadi."Urus dan fokus pada anak-anakku, anggaplah seperti anakmu sendiri." Ia menggenggam tanganku dengan tatapan memohon, aku kembali mengangguk tanpa keraguan.Dan sekarang, kami resmi jadi suami istri. Harusnya aku senang, tapi sebaliknya aku justru sangat sangat sedih. Aku tak ingin angkat rahim tapi suamiku menginginkannya karena ingin aku hanya fokus mengurus kedua anaknya. Ya Allah aku benar-benar bingung. Kalau mengabulkan keinginannya, berarti aku tidak akan punya anak seumur hidup. Apa yang harus kulakukan. Aku terus terisak-isak, sakit sekali rasanya hatiku."Ha, ha. Mana mungkin saya berhenti menemui calon istri saya? Itu aneh sekali." Rama sedikit tersenyum."Saya tekankan sekali lagi, saya bukan calon istri Bapak!" sahut Yana dengan ketus. Heran, kok ada manusia seperti Pak Rama. Otaknya sepertinya sedang slek, udah ditolak berkali-kali terus aja ngejar, batin Yana, wajahnya terlihat jengkel sekali. Dia langsung menatap ke luar jendela saat bertemu tatap dengan Rama yang menoleh memandangnya.Rama tak menjawab perkataan Yana. Dia terus mengemudi. Karena Yana tak mau mengatakan inginnya ke mana sebaliknya malah minta diantar pulang dan menyuruh dia tak mengganggunya lagi, akhirnya Rama melajukan mobil ke arah Kolam Renang Palem Indah. Tak banyak kendaraan yang terparkir di tempat yang telah disediakan, jelas karena bukan hari libur. Biasanya tiap hari libur selalu ramai penuh kendaraan. Bahkan mau mandi ke kolam renang pun susah saking banyaknya orang. Rama hampir tiap Minggu ke kolam renang menemani Shelin. Yana hanya bisa menghela na
Tunggu! Aku mau bicara!" Yana yang sudah menstarter motor siap melajukan benda itu pergi meninggalkan parkiran pun memutar kontaknya, mesin kendaraannya itu pun mati seketika."Ada apa, An?" tanyanya, tatapannya tertuju pada Andika yang berjalan cepat ke arahnya. Mata Yana sedikit membola saat tiba-tiba saja Andika membonceng di belakangnya."Jalan.""Apaan sih kamu, An." Dia menoleh ke belakang. "Turun!" "Jalan, kubilang! Ada yang ingin kukatakan padamu. Ini serius.""Serius tentang apa? Jika mengenai Kakak kamu yang aneh itu, bisa-bisanya mentip ex tanda koma dan titik di makalah, maaf-maaf aja! Aku gak ada waktu membahasnya!" "Jalan dulu baru tau aku mau bilang apa.""Baiklah." Dengan terpaksa, Yana mengendarai kendaraannya itu keluar dari parkiran, terus melaju menuju gerbang kampus yang ramai kendaraan. Beberapa kendaraan sepeda motor juga mobil berhenti di depan gerbang, menunggu jalanan di depannya benar-benar sepi. "Cie ci-eeee, romantisnyaaa. Cocok," kata Naya yang berjal
"Ada apa, Pak Rama? Aku tidak membuat kesalahan pada Bapak, kan?" Suara Yana melunak. Rama mengusap dadanya, menahan napas sebelum akhirnya berkata, "Tidak. Tapi ini soal ...." Rama ragu-ragu. "Kalau soal lamaran tadi siang, aku tidak mau pikir ulang. Aku tolak lamaran bapak." Tanpa basa-basi. Langsung pada inti. Rama benar-benar tidak percaya hal ini.Hening. Rama menelan ludah merasakan sakit di dadanya. Tapi ia sudah bertekad tidak akan begitu saja menyerah. Justru, ini akan jadi tantangan buatnya. Disaat gadis lain ingin dekat dengannya, Yana malah tanpa ragu menolaknya. Mentah-mentah menolak lamarannya."Besok, saya ingin bicara." "Maaf Pak, tidak bisa. Sudah dulu ya Pak, saya mengantuk ingin tidur. Sudah malam juga." Klik! Sambungan diputus sepihak. Rama membelalak tak percaya menatap layar HP-nya. Diminumnya kopi yang hampir dingin hingga tak bersisa kemudian dia mengetuk-ngetuk kepalanya. Bagaimana caranya agar bisa bicara dengan gadis jutek itu? Sangat jutek. Tapi anehn
Yana menatap ke arah pintu kamar yang mengayun membuka, menghela napas panjang saat melihat sang ayah melangkah masuk sambil tersenyum kecil. "Apa kamu tidak ingin memikirkannya dulu, Yan?" Yana menatap ayahnya yang perlahan duduk di tepi ranjang. Dia yang tengah rebahan melihat-lihat FB langsung beranjak duduk. Ditatapnya ayah lekat. "Yakin. Aku nggak suka sama Pak Rama. Dan mana ada mahasiswi nikah sama dosennya sendiri? Apa kata teman-temanku nanti? Memalukan." Juga menakutkan. Lamaran Pak Rama membuatnya gemetaran tadi dia mencoba tenang. Tapi tetap saja dia gemetaran. Tidak bisa membayangkan saat bertemu tatap dengan Pak Rama di mata kuliahnya. Kira-kira dosennya itu akan menghukumnya tidak, ya? Semisal melempar pertanyaan macam-macam, begitu?Itu bisa jadi. Hii. Yana bergidik ngeri. Kok bisa-bisanya, ya, Pak Rama yang terlalu kaku melamarnya? Selalu membuat ia begitu tegang di semua mata pelajarannya. Mana mungkin dia menikah sama orang tegang, coba? Bukan berarti benci, hany
POV AuthorYana mendelik jengkel, sama sekali gak menyangka dosennya akan bersikap seperti itu. Dia menghentakkan kaki lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya."Sangat kekanak-kanakan," gumam Rama. Tapi sekaligus sangat mengemaskan. Dia tersenyum sendiri.Lalu dia menghela balas panjang, menggigit bagian dalam bibir bawahnya saat merasakan nyeri di hati. Tentu saja walau dia berusaha menunjukkan bahwa dia tidak apa-apa ditolak akan terus mengejar Yana, tapi hatinya tetap saja sakit. Tubuhnya lemas bagai tak bertulang. Penolakan Yana yang tanpa keraguan sedikit pun membuatnya jengkel. Lihat saja nanti, kamu pasti akan kudapatkan Dayana Saputri! Dia menekankan itu di dalam hatinya.Dia tidak habis pikir Yana akan menolak lamarannya. Dia pikir, Yana hanya tak mempercayainya ucapannya di mobil tadi pagi. Tapi ternyata benar-benar menolaknya. Apa yang kurang darinya? Bukan menyombongkan diri, tapi kebanyakan orang yang bertemu dengannya di jalan atau di manapun, sering memperhatikannya berl
"Apa?!" kataku sambil mendelik jengkel. Tapi aku tetap menyambut uluran tangannya yaitu hanya menempelkan telapak tanganku ke telapak tangannya saja lalu aku menarik tanganku.Andika menggeser kursi di sebelahku. Dia bertopang dagu memandangku."Apa kamu gak dianterin kakakku? Kak Rama bilang, dia mau bareng kamu. Katanya sekalian bareng dia karena motormu di rumahnya. Makanya aku tinggalin kamu.""Iya, aku bareng Pak Rama. Tapi kan harusnya kamu yang anterin aku pulang bukannya Kakak kamu itu!" sahutku dengan jengkel. Senyum terbit di bibir Andika."Ehemp, maunya dianterin aku, ya?" tanyanya sambil mengerling jail. "Jangan-jangan kamu suka, lagi, sama aku. Ya wajar, sih, aku kan populer sama kayak Kak Bayu. Aku juga ganteng, pula," katanya kepedean. "Ih, amit-amit aku suka sama kamu!" Dia sama Pak Rama gak ada bedanya, sama-sama menjengkelkan.***Begitu mata kuliah berakhir, aku dan teman-teman, Naya, Putri, Mei, Dini berjalan menuju kantin. Di sana, Nari sudhs menunggu. Gadis yang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments