Setelah Dua Kali Dikhianati, Aku Dinikahi Sang Penguasa
Di meja makan, salah satu sahabat suamiku tiba-tiba berbicara dalam Bahasa Italia.
“Tiga tahun lalu, demi membantu Liora mendapatkan surat damai dari Amara, kamu menikahi Amara dengan pesta yang megah. Selama ini aku melihat sendiri, Amara makin lama makin peduli padamu. Tapi kamu masih saja terus membohonginya. Jelas-jelas itu pil KB, tapi kamu bilang obat depresi. Kamu nggak takut, kalau suatu hari dia tahu kebenarannya… hatinya akan hancur?”
Suamiku tersenyum pahit, wajahnya dipenuhi kerumitan.
“Seorang anak yang nggak diharapkan, nggak perlu lahir ke dunia. Soal Amara… selama dia nggak mengganggu kebahagiaan Liora, aku akan menepati janjiku, melindunginya seumur hidupku.”
Tak ada yang tahu, demi bisa mengikuti langkah suamiku, aku sudah menguasai Bahasa Italia sejak lama.
Aku berdiri di ambang ruang tamu. Bekas ciuman masih membekas di leherku. Tanganku menggenggam obat yang katanya “obat depresi”, padahal…
Tubuhku membeku.
Jadi… semua rasa yang suamiku tunjukkan padaku hanyalah kebohongan semata.
Yang kukira sebagai penyelamatan, rupanya hanya tipu daya yang direncanakan dengan rapi.
Kalau begitu, aku memilih untuk merelakan mereka semua.