Ternyata Kaya Raya Setelah Disia-siakan Mertua

Ternyata Kaya Raya Setelah Disia-siakan Mertua

Oleh:  Pipit Aisyafa  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
8.7
3 Peringkat
42Bab
62.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Indah selalu diperlakukan tak baik oleh mertuanya, dipandang sebelah mata bahkan sampai dibenci tetangganya karena cerita dari mertuanya itu yang mengarang cerita tak benar.

Lihat lebih banyak
Ternyata Kaya Raya Setelah Disia-siakan Mertua Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Fivi Hanitiani
baru baca. smg tdk clise dg cerita2 yg lain...
2023-04-01 17:34:30
2
user avatar
Li Sa
bagus.....
2023-03-03 20:04:07
2
user avatar
Lina Aezieron
terlalu kuat makan koin
2023-04-02 08:06:28
3
42 Bab
Perlakuan
"Ndah... Mau hujan, jemuran tolong diangkat!" teriak Ibu Mertua dari kamarnya. Aku yang tengah menidurkan Faza anakku yang berusia tiga bulan tergopoh-gopoh lari. Tak lagi kupedulikan Faza yang kaget karena aku langsung beranjak ketika Faza hampir terlelap sambil minum ASI. "Oekk... Oekk...!" Suara tangis Faza memekakkan telinga tapi tak kuhiraukan sebelum aku selesai mengangkat jemuran Ibu. Ya... Semua itu jemuran Ibu mertuaku dan dua adik iparku. "Kamu ini, apa-apaan sih! Anak nangis malah dibiarin!" Tiba-tiba Ibu Mertua keluar kamar sambil mengomel. "Ini, Bu! Kan Indah ngangkat jemuran dan itu juga Ibu yang nyuruh," ucapku sambil meletakkan baju-baju yang baru saja kuangkat. "Alasan aja, kamu! Sekalian ya setrika semua itu kalau Faza udah tidur." "Iya, Bu." Ibu mertua masuk kamar, akupun segera berlari mendekat ke Faza. Bukan sekali dua kali seperti ini tapi hampir tiap hari. Ibu Mertua jarang menolongku ketika Faza menangis dan aku tengah sibuk. Baginya Faza seratus persen
Baca selengkapnya
Dicaci
Satu tas besar sepertinya tak muat untuk membawa pakaianku dan Faza, butuh tas kecil lagi. Aku pikir dulu aku memiliki tas kecil yang sempat di pinjam Sinta adik iparku. Bergegas aku menuju kamarnya. Kuketuk pintu kamar Shinta yang tertutup rapat. "Shin...!" panggilku. Dari dalam belum ada juga sahutan. Mungkin dia sedang tidur. Lima menit kemudian pintu di buka setelah beberapa kali aku mengetuk. "Ada apa si, Mbak? Brisik banget!" ucapnya sambil menguap. "Aku mau ngambil tas kecil yang dulu kamu pinjam," jawabku. "Udah ngga tahu kemana, Mbak. Aku lupa!" Dengan entengnya dia menjawab. "Bisa dicari kan, Shin. Mbak butuh nih!" "Aduh, Mbak! Aku ngga tahu dan males kalau harus nyari.""Ya udah mbak cari sendiri ya?" Dia hanya berdengus kesal dan membiarkan aku masuk. Terlihat barang-barang berserekan, pakaian bergelantungan dan juga ada di bawah sana bahkan di kolong tempat tidur. Aku terus mencari-cari setiap sudut ruangan tapi belum juga ketemu. Tas kecil yang kubeli ketika ak
Baca selengkapnya
Tuduhan
"Ke-kenapa, Mas. Kamu lebih memilih bercerai jika kita tinggal dirumah ibuku yang tak seberapa jauh?" Tanyaku dengan sesengukan. "Apa terlalu berat persyaratanku hingga kamu memilih bercerai. Tak iba kah kamu padaku di perlakukan seperti ini!""Cukup! Mengertilah... Aku hanya minta kamu bersabar atas sikap ibu dan adik-adikku! Aku sangat tahu perasaanmu, tapi tahukah kamu kalau aku anak lelaki satu-satunya. Penganti Bapak yang telah tiada!""Ta-tapi, Mas. Bukankah aku tak menghalangi kamu untuk tetap bertangung jawab pada keluarga ini! Aku hanya ingin keluarga kita terselamatkan, kalau saja ibumu dan adik-adikmu bisa sedikit saja menghargaiku mungkin aku-" kuhentikan kata-kataku berharap Mas Akbar mengerti."Apa jika kamu tinggal dirumah ibumu juga keluarga kita terselamatkan, justru akan ada bahaya yang lebih parah dari sekedar apa yang ibuku lakukan padamu!"Aku menyempitkan mata, mencerna setiap ucapan Mas Akbar. Apa maksudnya? Aku masih memikirkan apa yang baru saja di sampaikan
Baca selengkapnya
Keputusan
'Benarkah apa yang dikatakan Ibu dan Shinta? Ta-tapi kenapa? Aku kira dulu Mas Akbar jatuh cinta padaku pada pandangan pertama. Memang usia Mas Akbar lebih muda dua tahun dariku!' pertanyaan-pertanyaan berkecampuk di hatiku. Segera mengambil HP yang tadi kutaruh di depan televisi. Rasa hati ingin mengetahui kebenaran dengan secepatnya dari Mas Akbar. "Tak usah kamu ganggu suamimu yang sedang kerja! Tanyakan saja padaku apa yang ingin kamu tahu," cetus Ibu Mertua yang sudah satu ruangan denganku. Kumeletakan kembali HP yang sempat kuambil, terlihat Ibu Mertua dengan santai duduk dikursi. "Sebenarnya dulu aku merestui hubungan Dian dengan Akbar, si sulung dan bungsu. Kalau menurut orang tua itu pasti hidupnya berkah!" ucap Ibu dengan nada juteknya. Tanpa terasa air mataku jatuh. Ada rasa sedih mengetahui ini semua. "Ehh... Malah tiba-tiba bilang mau nikahin kakaknya Dian! Anak sulung yang sudah di langkahi adiknya dulu!" Deg!Bagai bogem mentah langsung menusuk keulu hati. Ya mem
Baca selengkapnya
Dihalangi
"Ka-kamu mau kemana, Dek!" tanya Mas Akbar yang melihatku membereskan baju. Tak kujawab pertanyaan Mas Akbar, aku terus fokus menata bajuku dan baju Faza. "Dengarkan dulu penjelasanku, Dek!" Kali ini Mas Akbar kembali bersuara. "Penjelasaan apa lagi, Hah! Kamu menikahiku hanya karena menurutin perintah Dian, Kan?" Teriakku sudah tak terkontrol. Mungkin Ibu Mertua dan adik iparku sudah mendengar pertengkaran hebat ini. "Makanya dengarkan dulu penjelasaanku! Tidak seperti itu kejadiannya." Mas Akbar masih terus ikut berjalan mondar mandir. "Terus apa? Apa yang benar!" cercaku lagi. "Ya, memang awalnya aku pacaran dengan Dian, waktu dia kelas sepuluh. Itu terjadi karena dia dekat dengan adikku Shinta, hingga sering main kesini dan pulangnya aku yang mengantar. Bukankah itu awal pertemuan kita!" Aku bergeming memeluk tumpukan pakaian yang sedangku kemas. Memang awal pertemuanku dengan Mas Akbar adalah ketika dia mengantar Dian dari rumahnya, tapi aku tak menyangka kalau mereka puny
Baca selengkapnya
Tertolong
"Alhamdulillah, Nduk. Akhirnya kamu sadar juga." Kata pertama yang kudengar ketika membuka mata. "Bu, mana Faza?" tanyaku yang pertama kali kudengar. "Dia ada di kamar Dian, Nduk. Minum dulu pasti kamu kecapaian sampai pingsan begini."Kuteguk segelas air putih yang Ibu sodorkan padaku. Rasanya adem membuat dahala hilang seketika. Aku bangkit berusaha duduk. "Kenapa malam-malam begini kamu pulang, Nduk. Ngga minta antar Akbar. Dia dirumahkan?" pertanyaan Ibu beruntun membuat aku tak dapat menjawab satu persatu.Kuhelakan nafas panjang, sedikit mengurangi sesak di dalam dada. Walau kuakui sesek ini bukan karena kekurangan oksigen. "Pasti kamu bertengkar dengan suamimu?" Ibuku menebak. "Bukan sekedar itu, Bu!" Air mata tiba-tiba luruh dengan sendirinya. Terbayang jelas kata-kata tajam Ibu Mertua."Ya sudah sekarang tidur saja dulu! Ini sudah malam." Ibu beranjak pergi. "Bu, ambilkan Faza. Bawa dia kesini!" perintahku pada Ibu karena masih malas melihat Dian. Entahlah, kenapa ada s
Baca selengkapnya
Ayah?
"A-apa maksud ayah?" tanyaku penasaran. "Duduklah, Nduk! Kita bicarakan semuanya baik-baik," ucap Ibu yang menuntunku keruang tamu. "Nak Akbar, ayo masuk! Kita bicarakan baik-baik." Ibu juga mempersilahkan Akbar agar ikut duduk bersama kami. Beberapa saat semua saling diam, tak ada satu orang pun mampu bersuara. Aku masih menunggu agar Ayahlah yang pertama kali membuka percakapan. "Aku tahu kondisi ini akan terjadi cepat atau lambat!" Ayah mulai membuka percakapan. "Tapi... Aku ingin ketika ini terbuka hati Akbar sudah benar-benar tertambat pada Indah." Aku makin tak mengerti dengan apa yang di ucapkan Ayah. Apa maksud dari semua itu! Benarkah semua ini konspirasi orang tuaku juga. Ya Allahhh... Sakit sekali hati ini mengetahui kenyataan pahit yang harus aku terima juga dari keluargaku. Tak inginkah berkata jujur hingga tak melukai perasaanku. Dulu aku memang tak pernah memikirkan jodoh. Bagiku mencari uang untuk membantu perekonomian keluarga ini. Kupikir Ayah Ibu tak pernah m
Baca selengkapnya
Rahasia besar
"Ayah! Jangan berkata seperti itu, kasian Indah." Ibu berusaha membelaku, sosok mata tulusnya terpancar jelas di matanya. "Biarkan, Bu. Biar dia tahu diri dan tak seenaknya sendiri kalau perlu dia juga tahu sebenarnya. Memang sejak kehadiran dia keluarga kita kena-""Cukup!" Potong Ibu berusaha mencegah agar ayah tak mengucapkan kata-kata yang menyakitkan. "Biarkan, Bu. Puaskan Ayah menghinaku terus menerus. Memang aku sampah yang hanya membawa bau bagi keluarga ini." Emosiku sudah terpancing. Tak lagi ada kata hormat pada seorang Ayah. "Bagus! Kalau kamu sadar akan itu. Ayah memang sudah muak melihat kamu, tingkah kamu yang selalu membuat keluarga ini kena masalah."Ibu sudah menangis air matanya tumpah ruah, sedangkan Dian hanya tertunduk entah apa yang sedang dia pikirkan. "Apa kamu tahu, sejak kehadiran kamu di sini kami kehilangan anak laki-laki dan seterusnya dapat anak perempuan. Berbagai masalah... Aduh!" Ayah tak melanjutkan kata-katanya hanya memegangi dada kirinya. Meri
Baca selengkapnya
Nasib
Ya Allahhh kebenaran seperti apa lagi ini! Benarkah mereka bukan orang tuaku. Aku ini anak siapa? Berbagai pikiran berkecambuk dalam otakku. Ibu masih terdiam, ada rasa yang di sembunyikan dari rupa dan gelagatnya. Kumasih menunggu sepatah demi sepatah kata yang akan terucap dari mulut Ibuku ini. Ah! Ternyata hanya ibu angkat, bukan ibu kandung. Sedih sekali hatiku. Kusiapkan hati agar kuat menerima kenyataan yang sudah di depan mata. "Dulu, saat ibumu di bawa kerumah kami usia kandunganmu memasuki tujuh bulan. Ibumu adalah adik Ayahmu, dia hamil di luar nikah dengan seorang yang sampai akhir khayat Ibumu tak ada yang tahu." Kudengarkan dengan segsama. Itu berarti Ibuku telah meninggal. "Orang tua Ayah malu karena Ibumu tak mau menyebutkan siapa ayah dari anaknya. Hingga dia akhirnya menitipkan ibumu pada kami, saat itu keluarga kami hidup berkecukupan. Kerjaan yang mapan dan tak kekurangan suatu apapun. Aku juga tengah hamil yang usianya hampir sama dengan kandungan Ibumu." Ibu me
Baca selengkapnya
Bagaimana lagi
"Tapi, Aku mau makan dulu bareng Indah, kalau mau ikut ayuk! Abis itu baru aku antar kamu pulang." Mas Akbar berusaha mementingkan aku dulu. Entahlah ini setingan atau memang benar adanya. Sebenarnya aku muak sekali melihat keadaan seperti ini. "Ngga mau, Mas. Lebih baik aku pulang naik ojeg! Biar deh dempel-dempel sama tukang ojeg." Dian terlihat banget merajuk. "Jangan gitu dong, ayukk... Ikut makan dulu bareng kakakmu juga!" Mas Akbar masih berusaha membujuk Dian. Aku makin bingung sebenarnya apa sih mau Mas Akbar. Tadi sudah seperti mendahulukanku sekarang justru tak rela ketika Dian akan pulang naik ojeg. Gedeg aku lihatnya, aku memilih untuk berjalan meninggalkan mereka. Kududuk di sebuah bangku memesan satu porsi mie rebus bersama teh manis. Mas Akbar tak terlihat mungkin dia lebih memilih mengantar Dian dari pada harus di goda tukang ojeg. Sepuluh menit pesanan datang bersama dengan kedatangan Mas Akbar. "Ayo, Dek! Di makan keburu dingin!" "Di mana Dian? Ngga jadi di ante
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status