Novel Writing Summer Programs

Aku tinggal satu atap dengannya. Tidur di kamar sebelahnya. Dia kakak tiriku—status yang datang karena pernikahan orangtua kami. Tapi tubuhku merinding setiap kali dia lewat. Jantungku berpacu saat mata dinginnya menatapku diam-diam. Ardian terlalu tampan, terlalu berbahaya… dan terlalu dekat. Dia memanggil ayahku dengan “Paman”, tapi tidak pernah menyapaku sebagai adik. Karena kami tahu… Ada hal-hal yang seharusnya tidak kami rasakan. Tapi sudah telanjur tumbuh. Dan semuanya dimulai… sejak aku tanpa sengaja melihatnya malam itu—tanpa baju, tanpa batas.

Xaviera Hanske, gadis berusia 17 tahun yang terlahir dari keluarga kaya raya. Hidupnya sempurna dengan fasilitas mewah dan keluarga yang harmonis. Namun, semua berubah saat perjodohan yang tidak ia inginkan datang menghampiri. Ian, guru matematika killer di sekolahnya, ternyata adalah pria pilihan orangtuanya. Seorang pria dingin dan kaku yang bahkan tidak pernah menunjukkan kehangatan sedikitpun padanya. Xaviera semakin frustasi karena nilai matematikanya yang selalu di bawah rata-rata justru membuat ia harus lebih sering berinteraksi dengan calon suaminya itu. Di tengah keresahannya menghadapi perjodohan, muncul sosok Felix - kapten tim basket sekolah yang tampan dan pintar. Kedekatan mereka sebagai teman sekelas perlahan mulai menumbuhkan perasaan lain di hati Xaviera. Felix yang gentle, perhatian, dan pengertian sangat berbeda dengan Ian yang seolah menganggap pernikahan hanya sebagai formalitas belaka. Xaviera terjebak dalam dilema. Di satu sisi, ia tidak bisa menolak perjodohan yang sudah diatur keluarganya. Di sisi lain, hatinya mulai tertarik pada Felix yang selalu ada untuknya. Sementara Ian, meski akan menjadi suaminya, tetap memperlakukannya dengan dingin bahkan di sekolah. Akankah Xaviera memberontak demi cintanya pada Felix? Atau dia akan pasrah menerima takdirnya menikah dengan Ian? Bagaimana ia mengatasi perasaannya yang semakin rumit seiring berjalannya waktu?

Akibat konflik internal di perusahaan keluarga, Ranesya harus menikah dengan musuh bebuyutannya di sekolah. Dia menikah di usia 17 tahun atas desakan kedua orang tua. Ranesya dan Adelio saling membenci satu sama lain padahal mereka tinggal bersama. Namun, benarkah cinta tidak akan tumbuh diantara keduanya? Ig : azellarees_

Satu hal yang tidak bisa dihindari oleh manusia adalah takdir. Namun doa yang tulus pastilah di dengar oleh Sang Pencipta. Dayu Suci adalah seorang dosen sejarah yang lahir dari keluarga kasta Brahmana. Ia sering bermimpi melihat seorang gadis bernama Iluh suci yang berasal dari kasta Sudra. Yang aneh, wajah Iluh suci sangat mirip dengannya. Bunga tidur itu telah meresahkan dirinya, Ia menjadi penasaran dan bahkan mulai mempertanyakan asal usulnya sendiri. Benarkah dia berasal dari keluarga itu? apakah Iluh adalah saudara kembar nya yang terpisah? ataukah gadis itu adalah jati dirinya sendiri pada kehidupan sebelumnya? Setelah ia berkonsultasi dengan seorang pendeta, ia bertekad untuk memecahkan misteri di balik mimpi itu. Di dalam pencariannya, ia dipertemukan oleh De Arya, seorang perwira polisi dan kemudian mereka saling jatuh cinta. Rahasia mimpi mulai terbuka satu persatu ketika De Arya mulai menceritakan bahwa ia juga sering memimpikan gadis tersebut. Bagaimana dua individu yang berbeda bisa memimpikan orang yang sama? apakah sebenarnya hubungan antara Dayu, De Arya dan Iluh Suci? Baca terus ceritanya ya!

“Jadi gimana, kamu mau gak jadi pacarku?” Sayangnya, ucapan itu bukanlah untukku. Sang pelaku adalah Kyohei, temanku sejak kecil. Ia menembak Minami, teman kelas kami di lorong sepi sekolah. Aku tak mengerti apa yang terjadi kali ini, karena dari sudut pandangku jelas-jelas kami sempat bertatapan tadi. Kenapa aku merasa seakan ia sengaja menunggu kehadiranku ya..

I'm diagnosed with late-stage cancer after undergoing a pre-employment medical checkup. My husband says the medication for my condition is expensive. He also says it can only relieve my pain, not treat the cause. I only have a year to live. Upon my husband's pleading, I agree to do an IVF. I endure the pain and put myself through torture to leave him with a child. However, I overhear him saying the child growing inside me isn't mine—it's his and his lover's. He's the one who wants me dead!

On our seventh wedding anniversary, my husband's childhood sweetheart called, claiming a burst pipe at her home. Without a second thought, he ditched our celebration to play handyman. Moments later, Vivian Duffy's social media lit up with a smug post. [No matter when or where, my Superman arrives at one call. How should I reward him?] Accompanying the post was a photo of scattered condoms and torn clothing on the floor. I forced a smile, picked up my phone, and dialed a number. "My pipe is broken. Care to fix it?"

I was growing up as the much-hated "fake heiress" in a wealthy family, and my life took a devastating turn after my death. My childhood friend who lived next door leaked my nudes online, branding me as manipulative and promiscuous. This ignited public outrage, with strangers celebrating my demise at my family's home. My parents, eager to sever any connection with me, destroyed our mansion that very night, even going so far as to feed my ashes to the dog. Everyone said I deserved it. On the day the true heiress married my childhood friend in a grand, live-streamed wedding, I gave them a unique wedding present from beyond the grave.

Nagscroll ako sa reddit ng napadaan ako sa post na naghahanap ng payo. Sabi ng poster na meron siyang HIV pero tinatago ito mula sa kanyang fiancee. Ang post ay merong libong mga like. Naintriga, pinindot ko ito para magbasa pa. Ng dumadaan ako sa mga detalye, napagtanto ko—bakit ang paglalarawan ng fiancee ay pareho ko?

After failing the mission, the System gave me one final chance, and to succeed, I had to give birth to a child. The System promised that if the baby were born safely, it would reveal the truth to my target and give me one last glimmer of hope. However, six months into my pregnancy, just when things seemed stable, I was dragged onto an operating table in the middle of the night by my husband and family. My husband stopped the anesthesiologist from giving me any pain relief. “Let her feel the pain,” he said coldly. “We need to keep the kidneys as fresh as possible.” My parents instructed the doctor to draw my blood. “She’s the same blood type as our precious girl. Let’s take some for backup.” Even my childhood friend, the boy who had always been by my side, was the one to slice open my abdomen.  They wanted my kidneys to save my sister, who was dying from kidney failure. No one believed I was pregnant. No matter how much I begged, they went ahead with the operation, tearing me open. The baby couldn’t survive, and I died on that operating table. However, as my soul began to fade away, something strange happened. Those who had murdered me—my husband, my parents, my so-called friend—they all lost their minds.