15 Tahun kemudian, di sebuah kelas.
“Isu pemanasan global bukanlah masalah remeh-temeh sebatas keresahan soal naiknya suhu ruangan kelas. Atau soal melesetnya prakiraan cuaca sehingga membuat beberapa siswa basah kuyup karena hujan yang sering kali turun tanpa sempat memberikan notifikasi di grup W*.”
“Ini sesuatu yang serius, dan kenaifan kita dalam meremehkan isu tersebut menambah keseriusan masalah ini.”
“Salah satunya, mengenai isu yang sudah cukup hangat sejak dua dekade terakhir, tentang naiknya permukaan air laut.”
“Meski banyak yang berpendapat tenggelamnya bekas Ibu Kota negara kita, Jakarta, sejak lima tahun yang lalu bukanlah akibat dari pemanasan global. Misalnya, tentang teori penyedotan air tanah secara berlebihan.”
“Kenyataannya, beberapa pulau di negara kawasan Polynesia sudah mulai hilang dari peta dunia. Satu yang pasti, pulau tersebut sama sekali tidak memiliki isu yang sama soal air tanah. Namun mereka tenggelam juga. ”
“Satu lagi soal merebaknya virus Antraks yang terjadi sekitar 15 tahun yang lalu, tepatnya di akhir Juli 2016, yang melanda rusa kutub di siberia dan menyebabkan tewasnya 2000 orang.”
“Lalu ada juga...”
“Tunggu, kenapa slide ini masih ada di sini?” gumamnya sedikit panik
Untuk sesaat dia berhenti menjelaskan isi slide presentasinya, dan langsung melewatkannya ke slide berikutnya.
“Bukan yang ini. Maaf, saya skip saja slidenya,” ujarnya sebelum meneruskan kembali presentasinya.
“Satu lagi tentang temuan para ahli setahun sebelumnya. Ada temuan tentang virus yang sudah tersembunyi di dalam es selama lebih dari 30.000 tahun. Virus ini kembali menular ketika lapisan es permafrost di Siberia mencair.”
“Meski dipastikan virus tersebut tidak menjangkiti manusia, hanya terdapat pada amoeba. Tapi ini memberikan gambaran tentang resiko akan adanya virus-virus berbahaya lainnya yang bisa saja masih tersimpan di lapisan es tersebut.”
“Ketika lapisan es ini mencair, ancaman bahayanya tidak bisa diprediksi karena kita tak pernah tahu apa saja yang disimpannya.”
“Potensi bahaya yang tak terprediksi ini lah yang seharusnya justru lebih menakutkan. Karena adaptasi adalah senjata utama makhluk hidup dalam bertahan.”
“Pertanyaannya, sejauh mana kita bisa beradaptasi terhadap perubahan tersebut sementara kita selama ini sama sekali tidak memperhitungkannya?”
“Di sini, sebagai penutup kami sengaja memberikan sedikit gambaran tentang seriusnya masalah pemanasan global ini. Sekian dulu dari kami. Apa ada yang ingin ditanyakan?” tutupnya.
Dua menit berlalu, Mansa masih terdiam di depan kelas masih menunggu sekiranya ada salah seorang temannya yang mengangkat tangan untuk bertanya.
Setelah tiga menit berlalu Mansa menunggu tanpa ada satupun tanggapan, dia pun menoleh ke arah gurunya dengan niat untuk menyudahi presentasi tersebut. Tak ayal, tiba-tiba guru tersebut mengeluarkan jurus andalannya.
“Jangan harap kalian bisa pulang jika tak seorangpun yang mengajukan pertanyaan.”
Sontak, semua siswa di kelas mengangkat tangannya. Salah seorang dari mereka, Danu, langsung saja menyampaikan pertanyaan meski belum dipersilakan.
“Sedari tadi saudara selalu bicara soal kelompok “kami” dan “kami”, pada hal saudara cuma sendiri,” jelas anak itu sebelum masuk ke pertanyaannya. “Apakah itu juga efek dari pemanasan global?” tanyanya.
Mansa hanya diam, sama sekali tidak memberikan respon terhadap pertanyaan tersebut. Namun, lagi-lagi Danu kembali menyampaikan pertanyaan nyelenehnya.
“Apa kah fenomena aneh yang selalu muncul di pojok kelas juga termasuk efek pemanasan global?” tanyanya mulai berseloroh.
Seisi kelas melepas tawa mereka. Tak satupun dari mereka yang masih mengangkat tangannya.
Meskipun ada juga sebagian yang merasa tidak enak untuk ikut tertawa, tetap saja mereka tak kuasa terbawa suasana. Seisi kelas jadi sedikit gaduh oleh suara bisik-bisik dari siswa sebagai respon dari pertanyaan nyeleneh Danu tersebut.
Merasa kasihan melihat Mansa menjadi bahan ledekan, guru memberi kode pada Mansa untuk mempersilakan dia kembali ke tempat duduknya. Mansa yang kesal segera membereskan buku serta perlengkapan lain untuk presentasi tersebut.
Tepat ketika Mansa hendak mencabut kabel proyektor dari laptop, seorang siswi mengangkat tangan sembari mengajukan pertanyaan.
“Maaf, saya masih sedikit penasaran. Tadi sesaat setelah Mansa menjelaskan tentang masalah Antraks, Mansa sempat skip satu slide dan kemudian langsung beralih ke slide berikutnya.”
“Masalahnya saya tertarik soal kejadian yang ada di gambar tersebut. Kenapa Mansa seperti sengaja melewatkannya?” tanya siswi tersebut.
Mendengar pertayaan tersebut, Mansa terhenti dari kesibukannya membereskan perlengkapan. Sementara seisi kelas langsung memelas karena satu pertanyaan tersebut.
“Duh, mak oi. Fenomena global apa lagi yang masuk ke kelas ini?“
Lagi-lagi komentar ngasal dari Danu kembali keluar mengungkapkan rasa kesalnya. Pertanyaan itu hanya menunda waktu untuk segera keluar dari kelas itu.
Sementara itu, Mansa juga terlihat enggan untuk membahas hal tersebut.
“Apa ada yang bisa kamu jelaskan Mansa?” tanya guru kepadanya.
Namun Mansa malah mencabut kabel proyektor dan men-shutdown laptopnya. “Maaf pak, soal gambar itu tak sengaja ikut ter-copy ketika mengambil bahan dari Internet. Sepertinya itu hanya isu yang rada-rada konspirasi dan saya sama sekali tidak menemukan informasi yang kredibel mengenai itu. Karena itu tadi saya skip saja slide-nya,” jelasnya.
Mansa menjelaskan sembari meletakkan laptop di meja guru. Dia pun langsung berjalan menuju tempat duduknya yang ada di pojok kelas bagian belakang, tepat di belakang siswi yang baru saja bertanya.
Siswi itu menatap ke arah Mansa dengan ekspresi sedikit kecewa merasa seperti diabaikan. Selama Mansa berjalan menuju ke arahnya, Mansa tak menoleh sedikitpun padanya.
Begitu sampai di barisan belakang, tiba-tiba Mansa terdiam seperti enggan untuk duduk di bangkunya. Dia pun melihat sekeliling dan didapatinya semua mata tertuju ke arahnya. Mansa hanya berdiri di belakang sambil menyandar ke dinding. Cukup lama siswa-siswa di kelas beserta guru memperhatikannya. Mansa tak jua kunjung duduk di bangkunya.
Ini bukan hal yang baru, dan sepertinya seisi kelas seperti sudah terbiasa dengan keanehan Mansa yang seperti itu. Lagi pula, presentasi Mansa menjadi penutup pelajaran terakhir hari itu. Gurupun tak begitu mempermasalahkannya dan menutup sesi pelajaran.
Ketika hampir semua siswa sudah keluar meninggalkan ruangan tersebut, Mansa masih saja berdiri di tempat itu, menatap tasnya yang berada di laci meja.
Rani, siswi yang duduk di depannya memperhatikan Mansa. Dia menoleh ke arah yang sedari tadi menjadi sasaran pandangan Mansa. Rani memasukkan tangannya ke dalam laci tersebut berniat mengambil tas yang ada di dalamnya.
“Hey, apa yang kamu lakukan?” tanya Mansa kepada Rani.
Rani hanya mengernyitkan dahinya. Dia menarik tas tersebut dan kemudian memberikannya pada Mansa. Sedikit menghelas nafas, Ranipun pergi meninggalkan Mansa seorang diri di kelas tersebut.
Tak lama Mansa sendirian di kelas itu, dia memasukkan tangannya ke laci meja yang ternyata masih ada HP-nya yang tertinggal di sana.
Tiba-tiba sambil tersenyum dia berkata, “Maaf, ya. Aku tak bermaksud menganggu.”
Setelah itu baru dia pergi meninggalkan ruangan itu.
Dia pun menjawab panggilan itu dengan raut wajah yang nampak tegang. “Tumben, ada perlu apa Pak Jenderal menelepon saya?” tanyanya berlagak bersikap tenang. << Mike, apa kau ada hubungannya dengan kejadian di Majalengka? >> Pertanyaan yang to do point itu sukses membuat Mike terdiam. [ Aku tak tahu apa motifmu, tapi apa yang telah kau perbuat ini benar-benar serius. Kau akan membuat negera ini kacau ] “Apa maksud Bapak berbicara seperti itu?” tanya Mike dengan ekspresi wajah yang semakin suram dengan wajah yang mulai pucat. Bagaimana dia tidak pucat, tiba-tiba saja seorang jenderal meneleponnya dan sekonyong-konyong bicara soal keamanan negara. [ Aku tak tahu apakah kau sudah menyadarinya atau belum.
Mike masih diam saja, tak menanggapi pertanyaan kedua pria asing itu. Namun Mike cukup sadar bahwa pria berkaca mata itu tak begitu memerlukan jawaban darinya. Dari reaksinya, jelas terlihat kalau dia sudah bisa membacanya sejauh itu.“Aku cukup mengerti jika kau memilih diam soal ini, karena dia adalah orang yang paling dicari saat ini,” lanjut pria berkaca mata itu.“Aku tak tahu apakah ini juga ada hubungannya denganmu, tapi dari informasi yang kami dapatkan, dalam waktu dekat mereka akan kembali melakukan pergerakan di Eropa. Awalnya aku tak begitu mengerti karena dari kabar, katanya mereka akan berburu serigala di sana,” jelasnya.Mendengar cerita itu, reaksi Mike nampak berubah dan pria itu menangkap perubahan itu dengan cermat.Laki-laki itu nampak tersenyum karena deduksinya seperti mencapai titik temunya.&nb
Sementara itu, di halaman rumah terdengar suara Acil dan ‘Aini. Mereka nampak kebingungan sekaligus ngeri dengan kondisi di tempat itu.“Apa yang sebenarnya terjadi di tempat ini?” gumam Acil, menutupi mulutnya seperti sedang berusaha menahan diri agar tidak muntah.Wajah mereka nampak pucat. Mereka pun semakin tercengang begitu berdiri di pintu masuk rumah. Pada detik itu, Acil tak lagi kuasa menahan diri dan memuntahkan semua isi perutnya. Sementara ‘Aini masih nampak berdiri melongo di pintu masuk itu.Hingga tiba-tiba Mike sadar dan bangkit. Tanpa sepenuhnya sadar dengan kondisinya, dia membiarkan kain itu terlepas dari badannya.“Hey, Mike!” seru Mansa kaget, berusaha mengingatkan.Namun ‘Aini sudah terlanjur melihatnya. Dia berteriak dan sesaat kemudian pingsan, kaget karena ti
Suara burung gagak itu menarik perhatian dua orang asing yang masih sibuk di perkarangan halaman. Mereka menyaksikan burung gagak berapi itu terus terbang menuju sedikit celah di bagian puncak dari kelopak bunga raksasa yang tidak sepenuhnya menutup itu.“Did you see that, mate?” tanya pria yang berkaca mata.“Apa mungkin itu Ki Bejo? Aku tak menyangka kalau dia juga chimera, tapi bentuk apa itu? Burung Phoenix?” balas pria yang berambut afro itu dengan berbahasa inggris.“Dasar bodoh, mana ada chimera model phoenix,” balas temannya.“Tapi entahlah, aku juga tak tahu apa itu. Sebaiknya kita coba periksa ke dalam,” seru pria berkaca mata itu, bergegas berlari ke dalam rumah.Begitu mereka masuk ke dalam rumah, ruangan tengah itu sudah begitu sesak oleh
Ki Bejo nampak menoleh ke sana ke mari, mencari di mana kerisnya berada. Dia tak tahu bahwa pria itu sebelumnya telah menendang keris itu dan saat ini berada di bawah kulkas tak jauh dari tempatnya bersimpuh. Namun entah bagaimana, Ki Bejo seperti menyadari keberadaan keris itu. Dia pun mulai meraba-raba ke bawah kulkas itu, berusaha meraihnya dengan jari-jarinya. Pria itu menyeret kaki Mansa ketika dia hendak menghampiri Ki Bejo di bagian dapur. Musa langsung datang mencoba menolongnya. Namun pria itu hanya berteriak, melepaskan tekanan energi yang cukup besar. Tekanan energi yang dilepaskannya itu mendorong Musa cukup jauh dan membuat sebagian besar tubuhnya terurai. Setelah itu pria tersebut kembali berjalan menghampiri Ki Bejo. Begitu sampai, diapun menginjak tangannya hingga patah. “Sayang sekali, sepertinya tanganmu tak bisa menjangkau keris itu,” ujarnya nampak menatap d
Mansa yang mulai menyadari keunikan tubuh dari pria misterius itu langsung menyerangnya dari belakang dengan tenaga espernya. Serangan itu mengenai bahunya, dan membuat bagian itu pecah seperti kembali ke bentuk api.Pria itu memang nampak kesakitan, namun dia segera menyerang Mike yang ada di dekatnya dan mengabaikan Mansa. Tubuhnya kembali memadat, dan mulai menghantam Mike ke lantai.Mulut Mike yang sudah seperti kepala serigala itu menganga seperti mencoba menerkam pria itu. Namun dia langsung memukul kepalanya begitu brutal.Sementara itu, Mansa diam saja melihat Mike menjadi bulan-bulanan. Ternyata serangan yang terakhir itu telah menguras staminanya. Meski dia masih bisa berdiri dan pandangannya belum benar-benar kabur, namun dia sudah mulai kesulitan mengumpulkan aura espernya.“Diam kau!” ujar pria itu terus memukuli mulut Mike yang terus saja meronta.