Home / Lainnya / FOTO BAYI DI PONSEL SUAMIKU / Bab 5. Semakin Berani

Share

Bab 5. Semakin Berani

Author: Ade Esriani
last update Last Updated: 2021-08-16 11:42:14

Bab 5

"Mona, buka pintunya. Kamu belum masak, Mona! Kita mau makan apa malam ini?" Ibu mertua berteriak sambil menggedor-gedor pintu kamar. Tapi aku tidak menghiraukannya karena sudah tahu bahwa mereka hanya memanfaatkan kebaikanku. 

Aku tulus menyayanginya dan menganggapnya seperti Ibu kandungku sendiri. Tapi apa balasannya bagiku? Hanya hinaan dan cacian yang selalu kudengar tiap hari dari mulutnya.

***

"Dek, bangun!"

Aku merasakan seseorang menepuk pelan pipiku. Mas Bayu, ternyata ia sudah pulang.

Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ternyata sudah malam, entah jam berapa sekarang, aku ketiduran.

"Dek, tadi kamu ribut lagi sama Ibu, ya?" Tanya Mas Bayu sambil menghempaskan bobotnya di pinggir ranjang.

"Iya," jawabku singkat. Jika dulu aku selalu mengadu dan menceritakan semua keluh kesah ku padanya, sekarang tidak lagi. Aku memilih untuk memendam sendiri. Percuma curhat padanya, ujung-ujungnya aku juga yang disalahkan. Mending aku diam saja.

"Mas kan sudah bilang, Adek harus sabar ngadepin Ibu. Bagaimanapun juga, beliau adalah orang tua Mas. Orang yang telah melahirkan_"

"Aku tahu," ucapku sebelum Mas Bayu menyelesaikan kalimatnya.

"Gini ya, Mas. Wajar aku marah karena Hana telah mencuri semua uangku."

"Hana melakukan itu karena kamu tidak memberinya uang, Dek. Hana bilang, dia sudah memintanya dengan cara baik-baik sebelum berangkat kuliah, tapi kami tidak mau memberikannya."

Ternyata mereka telah lebih dulu mengadu kepada Mas Bayu.

"Ibu bilang, kamu tidak mau memasak. Piring kotor yang belum dicuci juga penuh di wastafel. Kamu kenapa sih, Dek? Untung tadi Ibu sempat menelpon Mas dan minta dibelikan makan malam. Jika tidak, kita semua mungkin akan kelaparan malam ini." 

Apa lagi ini? Sepertinya ibu memang sengaja menjelek-jelekkan aku kepada Mas Bayu. Sekalian saja mengadu bahwa aku telah menampar pipi Hana!

"Mau masak apa, Mas? Mana uangnya? Di kulkas sudah tidak ada bahan makanan. Uang simpananku pun semuanya udah diambil oleh Hana."

Mas Bayu terdiam sesaat.

"Bahkan uang buat bayar cicilan mobil Mas dan motornya Hana sudah nggak ada. Diambil semua oleh Hana," ucapku lagi agar ia tahu bagaimana kelakuan adik kesayangannya itu.

"Begini saja, bayarnya pakai gaji Adek dulu ya. Nggak lama lagi kan Adek gajian." Mas Bayu berucap dengan santai seolah tanpa beban.

Aku hanya tersenyum sinis melihatnya. Sungguh sudah keterlaluan!

"Mas tahu kan berapa gajiku sebulan? Gajiku hanya dua juta, Mas. Buat kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup, gimana mau bayar cicilan?"

Awalnya gajiku memang dua juta, tapi sekarang sudah naik menjadi dua juta lima ratus ribu rupiah. Aku sengaja merahasiakan itu. Uang tersebut aku kirimkan untuk biaya berobat Bapak., Karena sejak kehadiran Ibu dan Hana di rumah ini, Mas Bayu sudah melupakan janjinya. Dulu ia berjanji akan membantu biaya berobat bapak, tapi nyatanya sekarang janji itu tidak ditepati.

"Mas juga sudah mengurangi uang bulanan untukku. Bahkan uang bulanan untuk Ibu dan juga Hana jauh lebih besar dibanding uang yang Mas berikan untukku. Sedangkan kebutuhan di rumah ini aku yang menanggung semuanya," keluhku lagi.

Begitulah kenyataannya. Nafkah untuk ibu dan juga Hana lebih besar dari nafkah yang aku dapatkan. Tapi tetap saja mereka masih merasa kurang, bahkan sampai hati mencuri uang simpananku. Untung aku tidak bodoh, uang dari hasil gajiku sudah ku amankan di bank untuk sekadar berjaga-jaga jika terjadi sesuatu denganku nantinya.

"Kita bahas nanti lagi, ya. Sekarang kita makan malam dulu. Tadi sebelum pulang Mas sempatkan untuk membeli nasi bungkus buat kita. Ayo." Mau Bayu menarik tanganku. Tapi aku tidak mau.

"Aku tidak lapar, Mas. Mas saja yang makan!"

Bisa-bisa emosiku akan naik jika harus makan bareng sama Ibu dan adik iparku itu. 

"Nanti kamu sakit loh, Dek!"

"Biarin!"

Andai kamu tahu, bahkan hati ini jauh lebih sakit, Mas.

"Mas tunggu di meja makan, ya!"

Aku tidak meresponnya.

Saat Mas Bayu keluar kamar, aku kembali mengecek ponselnya. Kali ini aku akan menyadap ponselnya. Agar aku mengetahui semua rahasianya.

Ternyata ponselnya sudah menggunakan kata sandi, sehingga aku tidak bisa menjalankan rencanaku.

Sudah kucoba beberapa kali, tapi tetap tidak bisa. Sepertinya Mas Bayu sengaja. Ia pasti tidak ingin aku mengetahui kebohongannya.

Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang?

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Buru-buru aku menaruh ponsel Mas Bayu kembali di atas meja, lalu berbaring di atas ranjang, pura-pura tidur.

"Dek, kamu tidur lagi? Ditunggu-tunggu di meja makan kok nggak datang-datang. Ini Mas bawain nasi bungkus buatmu." Mas Bayu membelai rambutku, lalu menaruh sesuatu di atas meja.

"Makan dulu, Dek," ucapnya lagi. Kali ini bahkan ia mengguncang tubuhku. "Makan dulu, Dek. Nanti kami sakit loh, ayo!"

Perlahan aku membuka mata, seperti orang yang tidur beneran. "Aku nggak lapar, ngantuk bangat, Mas."

"Adek harus makan. Tolong dengarkan Mas, kali ini saja. Mas tahu Adek marah pada Ibu, Hana dan juga pada Mas. Tapi bukan berarti Adek harus menyiksa diri sendiri. Sekarang makan ini. Ayo!" 

Mas Bayu memberikan nasi yang ia bawa tadi padaku. Terpaksa aku menurutinya. Jujur perutku juga lapar, tapi aku sama sekali tidak berselera untuk makan. 

***

Pagi ini aku sengaja tidak memasak. Aku hanya membersihkan rumah dan juga mencuci piring yang menumpuk di wastafel. Ternyata tidak ada yang mengerjakannya kalau bukan aku. Aku mengalah, mencuci semuanya hingga bersih dan menyusunnya kembali di rak piring. Setelah selesai beberes, aku langsung mandi dan bersiap untuk pergi kerja. Lebih tepatnya membuntuti Mas Bayu, mumpung aku sedang libur.

"Mas, aku berangkat duluan ya," ucapku pada Mas Bayu yang sedang berpakaian.

"Tumben buru-buru. Adek masuk kerjanya kan jam delapan, ini baru jam tujuh loh!"

"Iya, Mas. Sesekali aku berangkat lebih cepat, nggak apa-apa, kan? Malu kalau telat mulu tiap hari."

"Yasudah, Adek hati-hati, ya. Pelan-pelan saja bawa motornya, jangan ngebut!"

"Iya," jawabku singkat sambil mengambil tas selempang milikku.

Seperti biasa, aku mencium punggung tangannya sebelum berangkat.

"Mona, mau kemana pagi-pagi begini?" tanya ibu saat aku melewati ruang tamu. Beliau sedang bersantai sambil menikmati secangkir teh.

"Berangkat kerja, Bu!"

"Apa ibu nggak salah dengar? Pagi-pagi begini kamu sudah mau berangkat kerja? Kamu mau bikin seluruh penghuni rumah ini kelaparan?" 

Sebenarnya aku masih malas melihat wajah Ibu mertuaku ini, aku masih kesal dan marah padanya.

"Kelaparan bagaimana maksud ibu?" Aku mengernyitkan kening mendengar ucapan ibu mertuaku tersebut.

"Iya, kelaparan. Kamu tidak masak kan? Terus, kami mau makan apa hari ini?" Ibu meninggikan nada bicaranya.

"Oh, itu. Iya, Mona memang nggak masak, Bu. Mona tidak punya uang sama sekali untuk membeli bahan makanan. Soalnya, uang Mona semuanya sudah diambil oleh," jawabku tanpa rasa takut sedikitpun.

"Kamu sudah berani sama Ibu? Ngajakin ribut?"

Siapa juga yang mau ngajakin ribut pagi-pagi begini.

"Bayu … Bayu … cepat kemari. Lihat kelakuan istrimu ini." Ibu berteriak memanggil nama Mas Bayu. Pasti Ibu mertua ingin menjelek-jelekkan aku lagi di depan Mas Bayu.

"Ada apa sih, Bu? Teriak-teriak?" tanya Mas Bayu saat menghampiri kami.

"Ini loh, istrimu ini sekarang sudah berani sama Ibu. Bahkan pagi ini dia tidak memasak. Dia sengaja berangkat kerja lebih awal untuk menghindari tugasnya di rumah ini." Ibu memaparkan semua kesalahanku kepada Mas Bayu.

Mas Bayu menatapku sekilas, setelah itu beralih menatap Ibu."Hal kecil tidak usah dibesar-besarkan, Bu!" 

"Kamu bilang hal kecil? Jika dibiarkan, si Mona ini akan semakin ngelunjak, Bayu! Kamu gimana sih?"

"Mona bukannya ngelunjak, Bu. Kan sudah Mona jelaskan, Mona nggak memiliki uang lagi untuk membeli bahan makanan. Piring sudah dicuci bersih, nasi juga sudah matang di dalam rice cooker." Aku membela diri.

"Lauknya mana? Masa Ibu makan pake nasi doang?"

"Uang tabungan Mona yang kalian ambil pasti belum habis semuanya kan, Bu? Pake uang itu saja. Nggak usah memperpanjang masalah. Mona permisi. Assalamualaikum …."

Aku pun meninggalkan suami dan Mertuaku itu. Berdebat dengan Ibu tidak akan ada ujungnya. 

Bersambung ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si mona ini g lebih pintar dari simpanse. dungu,banyak bacot dan kebanyakan drama. istri waras klu udah curiga suami selingkuh pasti mulai bertindak dan g menye2. syukurin diselingkuhi krn terlalu dungu tapi merasa sok pintar
goodnovel comment avatar
edmapa Michael
ketegasan itu sangat perlu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • FOTO BAYI DI PONSEL SUAMIKU   Bab 40. Ending

    Bab 40Enambulan sudah aku menjadi istri dari Mas Galang. Aku sangat bahagia karena memiliki suami dan mertua yang baik. Mas Galang sangat perhatian, ia sangat sayang padaku. Begitu juga dengan mama mertua, beliau juga sangat baik.Saat ini, aku sedang mengandung, usia kehamilanku sudah memasuki lima bulan. Perutku pun sudah mulai terlihat buncit.Dari dulu aku selalu meminta kepada Allah agar menitipkan janin di dalam rahimku. Di pernikahan pertama tidak kudapatkan.Alhamdulillah di pernikahan kedua, Allah mengabulkan doaku. Aku tidak seperti yang dituduhkan mantan mertuaku. Buktinya, sekarang aku bisa hamil. Aku benar-benar bersyukur atas semua nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah.

  • FOTO BAYI DI PONSEL SUAMIKU   Bab 39

    Bab 39Mamanya Galang menepati janjinya. Beliau datang ke rumah bersama Mas Galang. Wajah Mas Galang terlihat bingung, mungkin ia bingung karena tidak dikasih tahu sebelumnya.Mamanya Mas Galang mengutarakan niatnya di depan keluargaku bahwa beliau ingin meminangku. Beliau juga kembali meminta maaf karena telah menghinaku waktu itu.Seketika wajah Mas Galang langsung berseri-seri saat mendengar kalimat yang diucapkan oleh mamanya. Mungkin ia tidak menyangka jika mamanya telah merestui hubungan kami."Mama, Mama serius? Mana melamar Mona? Itu artinya Mama sudah merestui hubunganku dengan Mona?" tanya Mas Galang pada mamanya, seperti tidak percaya."Iya, Mama

  • FOTO BAYI DI PONSEL SUAMIKU   Bab 38

    Bab 38"Jadi sekarang kamu buka butik? Gimana, rame?" Matanya memindai sekitar, apa mungkin beliau mau merendahkanku lagi? Padahal aku sudah tidak berhubungan dengan anaknya."Alhamdulillah, Tante. Rame atau enggaknya tetap Mona syukuri. Yang paling penting, Mona bisa mandiri tanpa menyusahkan orang tua.""Bagus itu! Oh ya, Tante ada perlu denganmu. Bisa kita bicara berdua?"Ngajakin aku bicara? Ada apa ya?"Bisa, Tante. Kita bisa bicara di dalam, mumpung belum ada pelanggan. Mari!" Aku mengajak mamanya Mas Galang ke dalam."Bagaimana hubunganmu dengan Galang?" tanya beliau sesaat setelah kami duduk di kursi yang saling berhadapan.

  • FOTO BAYI DI PONSEL SUAMIKU   Bab 37

    Bab 37"Terimakasih sudah mengantarku. Mulai sekarang jangan pernah menghubungiku lagi. Lebih baik Mas langsung pulang saja, ya! Aku capek, mau istirahat," ucapku pada Mas Galang setelah kami tiba di Belanda rumah."Tunggu, Mona!" Mas Galang tampaknya masih tidak terima dengan keputusanku."Tolong jangan ganggu aku lagi, Mas. Permisi!"Aku segera masuk ke dalam dan meninggalkannya sendirian di luar. Aku yakin, benaknya sedang dipenuhi oleh berbagai pertanyaan saat ini."Loh, datang-datang kok' gak ngucapin salam? Galang mana? Sudah pulang? Kok' gak diajak masuk dulu?" Kak Mila langsung menyambutku dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat kepala

  • FOTO BAYI DI PONSEL SUAMIKU   Bab 36. Terhalang Restu

    Bab 36Hati ini bagai disayat-sayat mendengar ucapannya. Luka di hati yang masih dalam proses penyembuhan, kini menganga kembali.Serendah itukah diriku di matanya?"Aku sarankan lebih baik kamu menjauh dari kehidupan Galang karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah sudi menerimamu sebagai menantuku," ucapnya dengan santai tanpa memikirkan bagaimana perasaanku.Bulir bening yang sedari tadi ingin keluar, berusaha kutahan. Aku tidak mau terlihat lemah dihadapannya. Aku harus tenang menghadapinya.Hal yang aku takutkan benar-benar terjadi. Sebenarnya inilah alasan utama kenapa sampai detik ini aku belum juga menerima pinangan Mas Galang. Jika sudah tahu begini, maka aku akan lebih mudah untuk m

  • FOTO BAYI DI PONSEL SUAMIKU   Bab 35. Dilamar Mas Galang

    Bab 35 Ternyata apa yang dikatakan Kak Mila itu benar. Mas Galang beneran datang. Ia sengaja meminta izin kepada Bapak dan Kakak untuk mengajakku dan memperkenalkan aku pada orang tuanya. Mas Galang datang tanpa memberitahuku sebelumnya. Ia benar-benar membuat kejutan untukku. "Om, saya mau meminta doa restu pada Om. Saya mau melamar Mona untuk menjadi istri saya. Saya sudah lama mencintai Mona, Om. Saya janji akan membuatnya bahagia dan tidak akan pernah menyakitinya," ucap Mas Galang pada Bapak saat kami sedang mengobrol di ruang tamu. Bapak menatapku sekilas, lalu kembali menatap Mas Galang. "Kalau Om sih tergantung Mona saja. Jika Mona bersedia menerima lamaranmu, Om akan memberika

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status