Livia masih duduk di tempat tidur dengan pipi menggembung, kesal karena rencananya untuk membujuk Zayn agar mengizinkannya kuliah gagal total.
Pria itu sudah menghilang ke dalam kamar mandi, meninggalkannya begitu saja tanpa memberi jawaban yang diinginkan.
Livia menghela napas panjang, lalu berguling ke samping sambil memeluk boneka kelinci kesayangannya, Caca.
“Apa aku memang terlihat terlalu kekanakan, Ca?” bisiknya pada boneka itu.
Seolah-olah bonekanya bisa menjawab, Livia mengangguk sendiri, lalu mendesah. Mungkin memang benar, selama ini dia masih bertingkah seperti anak kecil.
Tapi dia ingin berubah.
Dia ingin menjadi wanita dewasa yang bisa berdiri sendiri, bukan hanya bergantung pada Zayn.
Tiba-tiba, pintu kamar mandi terbuka, dan Zayn keluar dengan handuk melilit pinggangnya. Tubuhnya yang berotot masih sedikit basah, rambutnya acak-acakan, dan aura dinginnya begitu kentara.
Livia langsung membalikkan badan dengan pipi yang memanas.
“Kau kenapa?” suara Zay