Home / Fantasi / Like a Fairy Tale / 63’ Robot vs elf pt.3

Share

63’ Robot vs elf pt.3

Author: Raapoo
last update Last Updated: 2021-12-24 17:44:38

Felix mengeluarkan suara nyaringnya, terbang di langit melewati robot-robot berzirah biru tersebut diikuti dengan beberapa elf di belakangnya. Aredel, dan para elf elemen es lainnya tersenyum senang, ketika melihat burung gagah itu membawa pasukan bantuan. Felix membuka paruhnya lebah, kemudian mengeluarkan api bersarnya, melelehkan beberapa panah es yang runcing tersebut.

Para elf berelemen api tersebut menyusul mengeluarkan api dan petirnya menyerang para robot raksasa tersebut. Robot berzirah biru dengan motif gelombang air, dengan sigap mengeluarkan badai salju. Badai tersebut sangat besar dan dingin, meskipun tidak se ganas badai di Gunung Rinjanist, tetapi tetap menghambat gerakan para elf. Tumbuhan-tumbuhan hijau yang berada di dalam hutan tersebut berubah menjadi putih akibat terkena badai salju.

Aredel dan Rayzeul lincah berlari kesana kemari menghindari badai tersebut, seraya mencoba membekukan tubuh besar robot tersebut. Para elf yang lain membantu Aredel dan Rayzeul untuk membekukan tubuh robot bermotif gelombang air tersebut. Robot dengan motif garis-garis kembali menyerang para elf dengan ribuan panahnya yang tajam. Beberapa elf terluka akibat panah tajam tersebut, membuat para elf elemen api sigap melakukan formasi melingkar membuah kubah pelindung.

“Kita harus mempunyai rencana untuk menyelesaikan ini!” ujar salah satu elf.

“Bagaimana kalau para elf elemen api yang menyerang?” saran Aredel.

“Ide yang bagus, kalau begitu biar kami yang membuat kubah pelindung!” seru elf berelemen es.

Semua elf mengangguk setuju. Elf berelemen air membentuk formasi melingkar, membuat kubah pelindung untuk para elf yang terluka. Sedangkan para elf dengan elemen api terbang keluar, seraya menyerang robot-robot tersebut dengan api panas mereka. Burung berbulu jingga dan merah tersebut, juga ikut menyerang. Felix mengeluarkan bola-bola api besarnya ke arah robot-robot berzirah biru tersebut. Serangan demi serangan terus diluncurkan, membuat kedua pihak kehabisan energi. Robot yang menyerang mereka mulai melememah, membuat para elf elemen api semakin bersemangat ketika melihat kesematan emas tersebut.

“Ayo kita serang mereka!”

Tuan Owen menyunggingkan senyumannya ketika melihat makhluk mitologi yang baru dia lihat itu ternyata sangat baik dan kompak, membantu satu sama lain. “Keren.”

Robot bermotif bulat, mengangkat tangannya ke atas, membuat kubah es pelindung untuk melindungi teman-temannya dari serangan para elf. Rayzeul berdecih sebal ketika melihat kubah tebal dan besar itu kembali dibuat oleh robot bermotif bulat. Felix terus menyerang kubah es tersebut dengan semburan apinya, diikuti dengan elf elemen api yang lain.

Kubah es pelindung itu perlahan meleleh, para elf elemen api tersenyum senang ketika melihat kubah yang membeku tersebut pelahan meleleh. Tetapi, dalam sekejap kubah tersebut kembali membeku. Para elf elemen api berdecih pelan seraya terus meluncurkan serangannya pada kubah es tersebut.

Membeku, meleleh, membeku, meleleh, begitulah yang terjadi. Seakan tidak ada habisnya, karena mereka tidak sempat menyerang balik ketika robot-robot tersebut telah berlindung di dalam kubah es pelindung yang besar itu.

“Ketika esnya mulai mencair, kita harus langsung menyerangnya dengan serangan jarak jauh!” teriak Rayzeul, ketika melihat kubah es tersebut yang kian membeku dan meleleh.

“Aku akan menyerangnya!” Aredel menjawab, kemudian menyiapkan lingkaran sihir berukuran sedang yang siap menyerang robot yang berada di dalam kubah pelindung tersebut.

Para elf dengan elemen api, terus-terusan menyerang kubah tersebut. Melihat kubah tersebut meleleh, Aredel dan elf dengan serangan jarak jauh lainnya langsung menyerang robot-robot tersebut.

Klang Klang Klang

Tombak-tombak, panah, batu-batu, dan lain-lain mengenai tubuh besi robot tersebut membuat beberapa bagian dari tubuh besi raksasa itu sedikit penyok. Para elf tersenyum senang, mereka mengira telah berhasil menyerang robot raksasa tersebut. Robot dengan motif garis-garis, tiba-tiba mengangkat kedua tangannya ke udara. Panah-panah es dengan cepat terus meluncur dari tangan besi tersebut.

“Argh!”

Beberapa dari mereka teriak kesakitan, ketika terkena hujaman panah tersebut.

Crat

Bercak-bercak darah berwarna merah menghiasi tanah hutan yang bersalju. Aredel marah. Dengan lingkaran sihir pelindungnya, dia berlari maju menyelamatkan saudara satu rasnya tersebut dari panah-panah kejam itu.

Manik hijau perempuan cantik itu bergetar. “Jangan diam saja dan bantu saudara kalian!” teriak Aredel seraya melindungi, beberapa elf yang tengah sekarat di belakangnya.

Ketika para elf yang selamat berusaha menyelamatkan teman-temannya yang sekarat, robot bermotif gelombang mulai membuka mulutnya. Keluarlah badai salju besar yang membuat para elf terpental jauh ke belakang. Aredel membekukan kakinya di tanah yang sudah dipenuhi oleh darah dan salju tersebut. Dengan jari-jemarinya yang mulai membeku, dia tetap lihai mengobati elf yang berada di depannya.

“Kumohon bertahanlah,” batin Aredel dengan seluruh tubuh yang kini tengah terbalut oleh butiran-butiran salju.

Rayzeul mendekati Aredel, kemudian membantu Aredel mengobati rekan-rekan lainnya yang sekarat. “Beruntung aku pernah bertarung saat badai di Gunung Rinjanist.”

Seakaan tidak memberikan mereka waktu untuk pulih, robot dengan motif bergaris itu mulai menyerang dengan hujaman panahnya. Beberapa elf yang selamat, dengan sisa-sisa tenaga mereka, mereka mulai membuat kubah pelindung untuk melindungi kawan-kawannya yang terluka.

“Siapa lagi yang membutuhkan bantuan?” pikir Aredel. Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar, melihat keadaan saudara satu rasnya tersebut yang terlihat kacau.

“Aredel, aku punya rencana,” ujar Tuan Owen tiba-tiba.

“Tuan Owen tidak apa-apa? Di sini sangat dingin,” ujar Aredel khawatir.

“Aku tidak apa-apa,” ucapnya. Aredel menganggukkan kepalanya kemudian bertanya, “Apa rencana Tuan tadi?”

Tuan Owen tersenyum, kemudian teriak memanggil beberapa elf berelemen api. Para elf dengan elemen api berjalan mendekat ke pria paruh baya tersebut. “Ada apa?”

“Apakah kalian bisa membuat tornado api?”

“Bisa tapi tidak terlalu besar,” jawab salah satu elf.

“Kalau kalian membuat tornado api yang besar, mungkin akan menghapus badai salju ini,” ujar Tuan Owen.

“Ide yang bagus, kita bisa menggabungkan kekuatan kita!” ujar salah satu elf, kemudian diangguki oleh para elf lain.

Para elf elemen api itu kompak berbaris melingkar. Mereka mengangkat kedua telapak tangan mereka ke atas, dengan percaya diri. “Ayo semangat!”

Cling

Keluarlah lingkaran sihir berwarna merah berdiameter tujuh meter. Lingkaran sihir tersebut mengeluarkan hawa yang sangat panas, membuat salju-salju di sekitar mencair.

“Besar sekali,” kagum Aredel ketika melihat sebuah api tornado, yang perlahan mulai membesar.

Para elf api yang membuat tornado itu tersenyum puas, kemudian dengan teriakan semangatnya mereka melepaskan tornado tersebut ke arah robot-robot yang menyerang mereka. “Serang!”

Pyuh

Bagaikan kertas yang tercelup ke dalam air, salju-salju dan hawa dingin di sekitar mereka hilang seketika ketika tornado api tersebut lepas, berputar-putar tanpa kendali di sekitar robot berzirah biru.

Para elf, dan Tuan Owen tertawa, mereka menghidar mundur, mengamati tornado yang tak terkendali itu bak kuda liar.

Cling

Sebuah lingkaran sihir berwarna hitam berdiameter sepuluh meter itu tiba-tiba saja muncul di atas para robot raksasa yang tengah terbakar. Bagaikan mesin penghisap debu, api yang membakar robot berzirah itu tersedot masuk ke dalam lingkaran sihir hitam.

“Lingkaran sihir hitam itu … Aredel mungkinkah dia?” tanya Rayzeul dengan kedua mata yang terus menatap penasaran pada lingkaran sihir.

“Iyah, dia adalah orang yang membuat semua ke kacauan ini,” ujar Aredel.

Perempuan dengan surai putih panjang, dan mata hijau menyala keluar dari lingkaran sihir hitam setelah benda tersebut menghisap habis tornado besar. Perempuan berparas cantik itu melangkahkan kakinya anggun, berjalan santai bak artis di atas red carpet.

“Wah … wajahnya mirip sekali dengan Aredel.”

“Apakah dia kembaran Aredel?”

Sayup-sayup para elf bercakap mengenai perempuan dengan surai putih tersebut.

“Aredel, aku kira kau sudah mati,” ujar perempuan tersebut dengan nada meledek.

Aredel mendengus kesal, mengeluarkan tombak sedang dari lingkaran sihirnya, kemudian mengacungkan benda panjang tersebut ke hadapan perempuan bersuari putih yang ada di depannya. “Jangan mendekat! Atau akan ku tusuk tubuhmu dengan tombak ini.”

Perempuan bersurai putih itu memiringkan kepalanya, sambil menunjukkan ekspresi wajah meledek pada Aredel. “Wah aku sungguh takut.”

“Aredel hati-hati, aura sihirnya sangat kuat,” ujar salah satu elf dari belakang.

Para elf pun dengan sigap memasang kuda-kuda, dengan kedua tangan mereka yang teracung ke depan. Bersiap untuk menyerang.

“Kalian curang. Aku hanya sendiri, dan kalian beramai-ramai.

Kalau begitu jadinya, bolehkah aku ….”

Perempuan itu terbang cepat, ke hadapan wajah Aredel. “Menyerang kau lebih dulu?”

Bugh

Perempuan itu menendang perut Aredel keras, membuat si empunya terhempas jauh ke belakang. Rayzeul membelakkan matanya tak percaya, kemudian langsung menolong saudarinya tersebut.

“Aredel ka---“

“Hei bocah kuarter elf, jangan mengganggu mangsaku. Minggirlah …,” ancam perempuan bersurai putih tersebut.

Pria bersurai putih itu marah, kemudian mengeluarkan lingkaran sihir pelindungnya untuk melindungi dirinya dan Aredel.

“Hahahaha … itu semua percuma. Apakah kalian tidak menyadari betapa jauhnya perbedaan kekuatan kita?”

Perempuan bersurai putih itu kembali melesat cepat, dengan kaki kanan yang dia acungkan ke depan ke arah lingkaran sihir pelindung Rayzeul.

Clang

Rayzeul terkejut. Lingkaran sihir  tersebut pecah berkeping-keping seperti piring yang di lemparkan oleh sebuah batu besar.

“Rasakan ini!”

Bugh

Dada Rayzeul terkena tendangan kencang tersebut, membuat pria bersurai putih itu juga terhempas ke belakang. Perempuan yang menyerang mereka berdua tertawa keras, mengepalkan tangannya bersiap untuk menyerang Rayzeul lagi.

“Apa-apaan ini, apakah kalian selemah in---“

“Jangan berani-berani menyentuhnya,” ujar Aredel tiba-tiba yang sudah berada di belakang perempuan bersurai putih tersebut. Aredel mengacungkan ujung tombak es tajam pada leher belakang  perempuan tersebut.

“Wah, kau cepat pulih juga rupanya,” ledek perempuan tersebut.

“Hentikanlah semua ini, kau itu hanyalah sebuah roh kebencian yang dendam akan masa lalumu,” ujar Aredel dengan tenang.

“Apa maksudmu anak kecil?” tanya perempuan bersurai putih itu, seraya membalikkan badannya menghadap Aredel.

“Aku tahu semuanya, kau adalah elf kegelapan yang dendam dengan elf cahaya,” ujar Aredel samil menatap mata perempuan itu pilu.

“Diamlah! Kau tidak akan bisa menhentikan aku!” teriak perempuan tersebut marah, sambil menggenggam tombak Aredel.

“Morie, hentikanlah. Ini semua adalah hal yang sia-sia,” ujar perempuan bersurai putih itu pada Morie, elf jahat yang mengacaukan semua ini.

Perempuan yang disapa Morie itu terkejut. Dia menyunggingkan senyuman sinisnya pada Aredel.

“Kau tahu namaku?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Like a Fairy Tale   88' New Seasons (END)

    Sejak Aredel kembali, keadaan Aciel dan Rayzeul berubah. Mereka nampak lebih semangat, dan sering tertawa bersama. Kekhawatiran mereka akan keadaan perempuan bersurai putih itu menghilang. Karena dia telah kembali, dan bahkan sudah melakukan banyak hal berempat. Seperti berjalan-jalan, mencari sesuatu yang aneh di hutan, atau mencoba penemuan baru Rayzeul. Pip Pip Pip “Dalam hitungan ketiga … dia akan meledak. Satu dua ….” Dor Semua orang bertepuk tangan. Termasuk Aciel dan Aredel. Mereka layaknya kedua orang tua yang bangga saat melihat Rayzeul dan Irimie sedang mendemontrasikan alat buatan mereka. “Mereka keren!” seru perempuan bersurai putih itu dari kejauhan. “Mereka pasti berhasil! Kalau begitu ayo!” Grep Pria bersurai merah itu menarik tangan Aredel. Dia tertawa, seraya membawa perempuan cantik bersurai pendek itu ke suatu

  • Like a Fairy Tale   87’ Into the new world

    Satu bulan kemudian.Hari-hari yang dijalani Aciel sangat berat.Bukan hanya tentang Aredel yang belum kembali, tapi juga tentang pekerjaannya yang bertambah. Akibat adanya perang kemarin, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.Misalnya mengembangkan senjata baru, mini jet untuk perang, dan menjinakan robot-robot perang kemarin agar bisa digunakan kembali.Tentu saja dia tidak sendiri melakukan hal itu. Bersama dengan timnya yang lain, dan Irimie serta Rayzeul yang membuat amunisi-amunisi seperti bom.Dar “Dasar ahli kimia menyebalkan! Sudah aku bilang jangan coba-coba dulu dengan senjata itu!”Aciel berteriak marah. Lantaran pistol gel merahnya meledak begitu saja ketika Irimie dan Rayzeul menambahkan sesuatu.“Kita kan sedang ingin mencoba! Siapa tahu berhasil bukan?” tanya Irimie kesal.“Lihat … apakah itu berhasil? Kau membuatnya menjadi potongan be

  • Like a Fairy Tale   86’ Yang Seharusnya Terjadi

    “Aredel! Hei bangun! Kau tidak bisa meninggalkanku!”Suara teriakan pria bersurai merah itu menggema di medan pertempuran.Dia putus asa. Terus menerus meneriaki nama Aredel. Meskipun si empunya hanya bisa diam bergeming. Tanpa menyahut sekalipun.“Kau bilang akan hidup selamanya … tapi kenapa hanya dengan tertusuk pisau saja kau sekarat begini huh?!”Aciel tidak terima. Dia terus menggenggam tangan Aredel yang kini tengah diobati oleh Rayzeul.“Aciel … kau harus menerimanya. Itu bukanlah pisau biasa, pisau it---“ ucapan Ratu Tauriel terputus.“Aku tidak peduli! Seharusnya dia bisa hidup selamanya! Aku mau di---“BughRayzeul meninju pipi Aciel kencang. Pria bersurai merah itu diam, tak bisa berkata-kata. “Dasar sialan! Bisakah kau diam?! Bukan hanya kau yang bersedih di sini! Apakah kau tidak membayangkan bagaimana sedihnya Ibu Aredel?!”

  • Like a Fairy Tale   85’ Perpisahan

    “Aredel … kenapa aku merasa telingaku gatal ya?” tanya Aciel tiba-tiba.“Di sebelah mana?”“Kiri … apakah mungkin?”Aredel tertawa. Dia menidurkan tubuhnya di atas rumput hijau sambil menatap jutaan bintang di langit. “Ada yang membicarakan hal buruk tentangmu.”“Siapa yang berani membicarakanku?!” Aciel kesal. Dia melipat tangannya di dada sambil menatap datar Aredel.“Mungkin Irimie dan Rayzeul sedang membicarakanmu sekarang.” Perempuan bersurai putih itu menarik tangan Aciel lembut. Agar dia berbaring di sebelahnya.“Bagaimana bisa? Ugh aku tidak suka melihat adikku berdekatan dengan Rayzeul!” ujar Aciel kesal sambil merebahkan dirinya di samping Aredel.“Kenapa? Kau cemburu?”“Tidak. Aku hanya takut kalau Irimie akan menyukainya. Bagaimana kalau nanti Rayzeul mengkhianati adikku?” Wajah Aciel nampak kesa

  • Like a Fairy Tale   84’ Makan Malam

    Serpihan bintang langit malam menghiasi latar belakang kedua insan yang tengah bercengkrama, membuat makan malam di pinggir air terjun ini menjadi romantis.Perempuan bersurai putih itu kesusahan. Ini pertama kali untuknya memasakkan sebuah hidangan.Bahkan jika diingat terakhir kali, dia lupa kapan pernah masak.“Aku tidak bisa masak Aciel,” ujar Aredel pasrah sambil terus membersihkan sisik ikan.“Aku tahu. Kalau begitu kau harus belajar masak dengan Irimie.” Aredel menghela napasnya kasar. Mendengar pria bersurai merah itu menjawab sesuatu yang tidak mungkin, terdengar sangat menyebalkan di telinganya.“Dia tidak ada di sini. Bisakah kita langsung meminta saja makanan jadi? Daripada aku harus susah-susah membuatkanmu makanan,” keluh Aredel kesal dengan bibirnya yang mengerucut gemas.“Lihat betapa menggemaskannya dia,” batin pria bersurai merah itu senang.Aciel tertawa lalu menghampi

  • Like a Fairy Tale   83’ Irimie dan Rayzeul

    ZrasshHujan turun di seluruh Kerajaan Cartenzeul. Seperti tanda berkah dan kesedihan karena perang balas dendam ini telah berakhir. Mereka semua yang berada di medan perang satu persatu kembali, ke rumah mereka masing-masing.“Kau akan pulang ke kerajaan elf?” tanya Irimie sok akrab dengan Rayzeul.Pria bersurai putih itu mengangkat bahunya cuek. “Entahlah. Aku juga tidak tahu harus ke mana sekarang. Aku ingin kembali ke rumahku di Hutan Lhokove tapi rasanya malas.”“Bagaimana kalau kau tinggal di sini? Aku dengar kau mempunyai kemampuan kimia yang hebat? Kau bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dengan kemampuan itu di kerajaan kami.”Seseorang dari belakang berbicara.Perempuan anggun bersurai kuning keemasan tersenyum ramah. Menatap pria bersurai putih itu lembut.“Tuan Putri ingin merekrutku?” tanya Rayzeul tanpa basa-basi.Putri yang kerap disapa Aurora itu mengangg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status