Dante berdiri di samping Nathaniel dengan wajah penuh ketegangan. Mata hitamnya menatap Zera yang masih berlutut di samping tubuh Nathaniel, air mata jatuh membasahi pipinya. Sementara Zera terus bergumam, menyalahkan dirinya tanpa henti, perasaan marah yang berkobar di dada Dante semakin sulit ia tahan. Suaranya akhirnya pecah, menembus kesunyian yang menggantung di ruangan.
"Cukup!" Dante berseru, suaranya keras dan penuh emosi. Ia melangkah maju, mendekati Zera dengan napas terengah-engah, seolah ia berada di ambang ledakan yang tak terhindarkan. "Berhenti menyalahkan dirimu, Zera! Ini bukan hanya tentangmu!"
Zera tersentak mendengar suara Dante yang tajam itu. Dia mendongak, menatap Dante dengan mata yang penuh kesedihan dan ketidakpahaman. Namun, meskipun Dante berkata demikian, di dalam dirinya, rasa bersalah itu seperti duri yang terus menusuk hatinya. Tangan Zera bergetar ketika ia kembali meremas tangan Nathaniel, seolah mencoba menguatkan diri dari kenyataan yang menyakitkan