Wajah Baskara menegang mendengar pertanyaan Annisa.'Kenapa dia berasumsi aku menikah dengan Laura? Apa Ibu yang memberitahunya? Sengaja biar dia marah!?' batinnya.Setelah berpikir beberapa detik, semuanya menjadi jelas. Pantas saja sikap Annisa begitu sinis saat pertama kali bertemu di restoran sushi itu.'Dia pasti cemburu, kan?'Baskara menatap lekat mata Annisa, mencoba mencari jejak kecemburuan di sana. Annisa balas menatapnya, dahinya berkerut seolah sedang memikirkan sesuatu. Tak lama, senyum hangat yang menawan perlahan terukir di bibir Baskara."Nisa, aku tahu kamu cemburu. Tapi kamu nggak perlu khawatir soal perempuan itu. Aku nggak punya hubungan apa-apa sama dia, bahkan menyentuhnya pun nggak pernah."Annisa terdiam. Mulutnya sedikit terbuka, tak bisa berkata-kata.'Dia pikir apa? Siapa juga yang cemburu sama dia?' Ia menatap Baskara dengan tajam, tapi pria itu hanya tersenyum, senyum terbaik yang pernah Annisa lihat darinya.Annisa menggelengkan kepalanya pelan, mencoba
Senyum di wajah Baskara perlahan memudar. "Maaf soal ibuku, Nisa," katanya tulus. "Aku janji hal seperti itu nggak akan terjadi lagi. Ibuku nggak akan pernah muncul di hadapanmu lagi.""Ok, Baskara. Tapi yang kukhawatirkan sekarang bukan ibumu. Aku nggak mau dia sampai ketemu anakku—""Anak kita, Nisa," potong Baskara.Annisa menelan ludah, tapi tidak mengoreksinya. "Baskara, aku khawatir," tangannya terkepal. "Kalau ibumu sampai tahu soal Dax, aku nggak mau dia bertingkah memalukan seperti tadi. Kamu bisa janji?""Tentu saja, Nisa. Kamu istriku, dan Dax anakku. Aku akan melindungi kalian. Nggak akan ada yang bisa menyakiti kalian... bahkan ibuku sendiri."Annisa menghela napas. "Aku bukan istrimu. Bisa serius sedikit nggak, Baskara?""Aku serius. Kamu wanitaku, tentu saja akan kulindungi.""Astaga..." Annisa kehabisan kata-kata. Kenapa pria ini terus-menerus memanggilnya 'istri'? "Tuan Aditama, apa kepala Anda habis terbentur sampai lupa kalau kita sudah cerai?"Baskara terdiam."Ser
Di Menara Aditama.Baskara menghabiskan sepanjang hari di penthouse-nya, menunggu waktu yang tepat untuk menelepon Annisa. Ia harus membicarakan soal pekerjaan dan, yang terpenting, putra mereka.Dari laporan Marcel, ia tahu Annisa berada di kantornya di gedung Quantum Capital sejak pagi. Ia ingin sekali menyusulnya, tapi takut Annisa akan marah. Untuk mengalihkan pikirannya, ia meminta kakeknya mengirimkan video dan foto Dax. Melihat betapa menggemaskannya putranya itu cukup untuk menahan keinginannya untuk segera menemui Annisa."Bos, saya nemu sesuatu yang menarik."Suara Marcel membuyarkan lamunan Baskara. Ia melihat asisten IT-nya itu masuk dengan laptop di tangan, wajahnya tampak kusut."Ada apa?" tanya Baskara."Beberapa saat yang lalu, video dan foto ibu Anda dengan Laura Kiels di restoran Sushi menyebar di media sosial."Baskara mengerutkan kening. "Terus kenapa kamu kasih tahu aku?" Ia tidak peduli dengan urusan ibunya."Waktu saya lihat videonya, ada sesuatu yang mengejutka
"S-sudah, Pak. Mari saya antar," jawab pelayan itu tergagap, kaget dengan perubahan sikap Leo yang tiba-tiba.Annisa mengikuti Leo, menundukkan wajahnya agar tidak terlihat oleh Jessica. Ia bersyukur berat badannya sudah kembali normal; mungkin Jessica tidak akan mengenalinya.Tapi harapannya pupus saat suara melengking Jessica terdengar dari belakang."Annisa... i-itu... kamu?!"'Sialan!' umpat Annisa dalam hati. Ia terus berjalan, pura-pura tidak dengar."Jadi benar kamu kenal Tante - tante itu?" bisik Leo di sampingnya."Kenal. Seseorang dari masa lalu yang nggak mau kutemui," jawab Annisa pelan."ANNISA! BERHENTI!" teriak Jessica, suaranya menggema di seluruh restoran, membuat semua orang menoleh.Annisa menggeram tertahan. 'Nggak punya malu banget! Teriak-teriak di tempat umum!'"ANNISA PRIAMBODO, BERHENTI!!" Jessica kini berjalan cepat mengejar mereka.Tepat saat Annisa akan berbalik untuk menghadapi mantan ibu mertuanya itu, Leo tiba-tiba berhenti dan berdiri di hadapannya, men
Laura Kiels.'Perempuan Pelakor itu... kerja di bawah perusahaanku?' Annisa menggelengkan kepalanya tak percaya. 'Dunia sesempit ini, ya? Bakal lucu nih kalau aku konfrontasi dia langsung.'Pikirannya melayang pada Baskara. 'Tapi kalau aku melakukan itu, pasti ada yang marah...'Annisa menggelengkan kepalanya lagi, mencoba mengusir bayangan Baskara dan Laura dari benaknya. Ia kembali fokus pada laporan, tenggelam dalam pekerjaannya hingga lupa waktu. Ia bahkan melewatkan makan siang.Ia baru tersadar saat mendengar suara ketukan pelan di pintu kantornya.Tok..Tok..
"Hai, Annisa. Lama nggak ketemu ya?"Annisa hanya bisa menatapnya, terdiam. Pikirannya kosong. Pria di hadapannya ini adalah Leo Sanjaya. Cinta pertamanya. Pria yang membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama karena warna mata mereka yang serupa. Pria ini juga yang pertama kali menolaknya mentah-mentah.Gara-gara dia, Annisa memutuskan untuk mundur dari perusahaan dan kembali ke Indonesia, yang kemudian menjerumuskannya ke dalam pernikahan perjodohan dengan Baskara. Mengingatnya saja sudah membuat hatinya sesak.Dan sekarang, setelah semua itu, pria ini berdiri di hadapannya. Sebagai asistennya.'Sialan! Kenapa juga orang ini yang jadi asistenku?!'Batin Anisa BerbisikAnnisa menarik napas dalam-dalam, mencoba menguasai diri. "Ngapain kamu tiba-tiba di sini?" tanyanya, pura-pura tidak tahu.Leo tersenyum tipis, tangannya santai masuk ke saku jas. "Lho, Jay nggak bilang?""Bilang apa?""Aku setuju diminta jadi asistenmu. Jadi mulai sekarang, Anda bos saya, Bu Bos."Annisa baru saja ak