Tidak terlalu lama sebenarnya, tetapi Barbara tidak menyukai saat – saat dia harus dibuat begitu penasaran terhadap sesuatu yang tidak berusaha Abihirt ungkapkan secara gamblang. Rasanya seperti membiarkan dirinya terpanggang di dalam oven, sementara pria itu pergi berkeliling ke suatu tempat untuk kemudian muncul kembali tanpa peringatan.
Hanya suara ranjang berderak dan membuat Barbara berusaha menahan separuh kekesalan yang bertumpuk di benaknya. Dia tidak ingin lepas begitu saja. Mereka sudah cukup puas bertengkar semalam. Meski tidak dimungkiri bahwa cara Abihirt meninggalkannya dengan situasi seperti ini menyerahkan begitu banyak gambaran tidak masuk akal. Dorongan implusif seakan memberi tahu agar dia dapat berpikir lebih jernih untuk mencurigai suaminya. “Kau dari mana saja?” tanya Barbara setelah merasakan betapa jarak antara dia dan bagaimana Abihirt sudah begitu dekat, lalu membuka ikatan dasi di yang menutup di matanya. Aroma maskulin—khas dari tubuh pria itSekarang Moreau lebih menyadari bahwa pakaian Abihirt tampak sedikit lembab dengan beberapa bercak cokelat masih tersisa. Meski pria itu segera duduk di samping Arias. Tidak ada percakapan. Kemarahan masih meledak – ledak pada bagian terdalam di benak Moreau, tetapi di satu sisi lainnya dia menyadari bagaimana Abihirt diliputi kekhawatiran yang besar. Pria itu bahkan mengusap wajah kasar dan membiarkan kedua tangan bertahan di sana, seolah sedang merenungi beberapa kejadian. Moreau tidak berusaha peduli. Dia sudah melarang Abihirt membawa anak – anak pergi, celakalah pria itu merasa becus melakukan sesuatu, padahal tidak. “Mommy, jangan memarahi Daddy lagi. Daddy tidak salah. Daddy sudah melarang kami pergi bersama Tante Menesis, tapi kami tidak mendengarkannya." Sebelah alis Moreau terangkat tinggi menggarisbawahi kata – kata Arias. Siapa Menesis? Dia secara naluriah menatap Abihirt tajam, pria itu melakukan hal yang sama; melirik wajahnya terlalu lamat, kemudian
Kening Moreau bertaut dalam mendapati pemandangan di hadapannya. Sempat mengira Abihirt-lah yang mengetuk pintu rumah dan membawa anak – anak pulang, tetapi dia mendeteksi ada sesuatu yang salah ketika—sudah lama sekali—dan sekarang menatap wajah Roki lebih daripada jelas. Ekspresi pria itu tampak takut; ragu, tetapi juga terdapat keterkejutan yang kentara. Sesuatu dalam diri Moreau mendadak diingatkan saat – saat di mana dia merasakan firasat buruk. “Bagaimana kau bisa ada di sini?” Bahkan bisa mendengar sendiri betapa suaranya sayup – sayup terdengar gemetar. “Abi mengirimkan alamat rumah-mu kepadaku.” Sebelah alis Moreau terangkat tinggi. Sedikit memahami bahwa Abihirt tidak akan melakukan hal tersebut tanpa alasan jelas. “Dia ada di mana sekarang?” dan memutuskan untuk kembali bertanya. Roki sempat meringis sambil menggaruk tengok yang tak gatal. “Rumah sakit.” Barangkali pria itu sudah bisa menebak reaksi seperti apa yang akan dia t
“Ada apa denganmu?” Sejak tadi, Caroline tidak melewatkan kesempatan sekadar mengawasi gerak gerik Moreau yang terlihat ganjil. Mondar mandir dengan jari – jari tangan saling meremas. Dia bahkan bisa menyaksikan bagaimana ekspresi kekhawatiran tampak begitu kentara di sana. “Moreau,” panggil Caroline sekali lagi. Dia menelan ludah sesaat mendapati Moreau menoleh cepat ke arahnya. “Aku tidak tahu. Hanya memikirkan anak – anak. Firasatku mengatakan sesuatu yang buruk.” Ntahlah, Caroline mengerti jika naluri seorang ibu selalu satu langkah lebih maju. Dia hanya berusaha yakin bahwa Abihirt akan melakukan yang terbaik kepada anak – anak. “Kau mungkin takut karena mereka pergi bersama Tuan Abi,” dia menambahkan. “Aku sudah mengizinkn mereka pergi. Seharusnya bukan itu yang kupikirkan. Ada sesuatu yang tidak beres, kurasa.” Moreau yakin, dia tidak pernah salah mengenai urusan seperti ini. Selama anak – anak bersamanya, selalu ada rasa aman, t
“More.” Satu ungkapan menarik perhatian Menesis. Dia kembali menatap wajah Lore. “More?” dan menggulang dengan cara bertanya. Nama yang aneh. Menesis harus berpikir lamat. Perlu nama belakang untuk informasi lebih lengkap, tetapi bisakah dia menaruh seluruh kepercayaan kepada gadis kecil ini? Begitu banyak pertimbangan. Namun, mungkin saja tidak perlu terburu – buru untuk mengetahui semua secara gamblang. Paling tidak, Menesis tahu bahwa ada hubungan tidak pasti. Jika terjadi sesuatu kepada—salah satu bocah kembar ini—dia sedang memikirkannya. Kemungkinan besar Abihirt akan menjadi satu – satunya orang yang sangat disalahkan. Nyatanya, dia memiliki potensi tak terduga untuk membuat ikatan yang telah renggang supaya menghadapi masalah lebih krusial. Kebetulan, sebagai seorang model, dia perlu melakukan diet besar – besaran, tetapi ketika pengkhianatan dalam dirinya terlalu sulit untuk dikendalikan; makan apa saja yang dia mau, maka satu – satunya hal per
“Anakmu? Mengapa aku tidak tahu?” tanya Menesis seolah menuntut jawaban pasti. “Kami baru bertemu. Aku tidak punya kewajiban untuk memberitahumu masalah pribadiku.” Sungkar dimengerti bahwa wanita itu bersikap seperti tidak melakukan sesuatu yang buruk. Semalam, Abihirt perlu mati – matia menahan diri dan bahkan ... nyaris membuat hubungannya dan Moreau, yang belum selangkah baik – baik saja, menjadi runyam. Memang ada kelegaan bahwa Moreau tak benar – benar marah. Lagi pula, Abihirt tidak pernah ingin membahasnya di sini. Hanya berharap Menesis segera pergi. “Apa mereka anak dari mantan istrimu?” Sebuah pertanyaan tak terduga tanpa sadar membuat Abihirt mengepalkan tangan erat. Lore dan Arias tidak pernah terikat bersama Barbara, tidak akan pernah. Namun, dia tidak akan mengatakan apa pun, sampai Roki segera berbisik, “Ibu mereka adalah seseorang yang tidak bisa Abi lupakan sampai saat ini, Mene. Mereka kembali bertemu setelah berpisah selama lima tahun. Kau
“Itu anak gadismu? Damn. Dia akan menjadi primadona di sekolah setelah besar nanti.” Perhatian Roki tak pernah luput dari tiga bocah yang sedang bermain di halaman belakang rumahnya. Dia sama sekali tidak pernah membayangkan akan mendapati Abihirt membawa anak kembar dan bagaimana akhirnya mereka ada di sana. Suara tawa yang keras sesekali terdengar. Roki bisa melihat sendiri bagaimana Franciss, yang punya kebiasaan serupa, persis seperti dirinya, berusaha mendekati Lore yang terlalu polos—ketika berusaha menghindar, tetapi tidak benar – benar pergi. Masih ada keinginan besar untuk bermain. Demikian pula Arias, yang mencoba mencegah Franciss dari sekadar memusatkan perhatian kepada Lore. “Kau sebaiknya singkirkan mata kotormu dari anakku.” Kemudian, Abihirt menambahkan sebagai bentuk perlindungan kepada anak perempuan sendiri. Roki punya pandangan berbeda. Agak liar, meski segera melakukan pembelaan diri, “Apa yang salah? Aku hanya berpikir kalau Franciss mu