"Sudah sangat lama aku tidak pernah melihat Ervent," sosok itu masih terus berbicara dengan kata yang asing bagi Gale.
Sedangkan Caesar, hanya menatap tak acuh pada tatapan Gale yang meminta pertolongan.
"Bagaimana bisa ada Ervent di sini? Bukankah portal antar dimensi telah ditutup sejak lama?" Sosok itu mengitari Gale. Sesekali juga menyentuh bagian tubuhnya.
"Dia adalah pengganti Hearthsoul yang Kau ramalkan. Lui memintaku menjemputnya kemarin," suara yang diharapkan terdengar. Caesar meliriknya sejenak sebelum kembali berkata, "kami ke sini untuk membeli beberapa barang."
Akhirnya makhluk kerdil itu melepaskan Gale. Dia berbalik ke rumah mungilnya dan dengan suasana hati yang baik memberi isyarat pada dua tamunya agar mengikuti.
Mereka berdua tidak masuk, hanya berdiri di depan pintu dengan dahi berkerut. Menyadari kesalahannya, Vryollin, nama makhluk kerdil itu, tertawa terbahak-bahak. Suaranya tercekik seperti tikus yang mencicit.
"Katakan apa yang Kalian inginkan dari sana."
Caesar tidak berpikir panjang dan bergumam, "beberapa ramuan dan buku sihir dasar. Jangan lupa alat perantaranya."
Dapat dilihat kepala kecil itu mengangguk-angguk dan berjalan lebih ke dalam. Saat punggung ringkih itu menghilang dari pandangan, Gale menyapukan pandangannya ke seisi rumah itu.
Meskipun terlihat sangat kecil, namun bagian dalamnya cukup luas. Gale bisa masuk ke sana jika saja atapnya tidak terlalu rendah. Ada beberapa kuali hitam yang berisi cairan aneh mengepulkan asap panas. Masing-masingnya terletak di pojok. Di lantai tersebar berbagai macam buku dengan tulisan yang tidak dapat Gale mengerti. Di dinding kayunya terpajang berbagai macam jenis senjata besi.
Tatapan Gale tidak teralihkan dari berbagai macam senjata berat yang terpajang itu. Dia dengan tertarik menganalisis mulai dari bahan pembuatannya hingga warna yang tersembunyi di balik lapisan besinya.
Barulah saat Vryollin kembali dengan tangan penuh barang, Gale mengalihkan pandangannya.
"Ambil!" Caesar memerintahkan.
Dengan bingung Gale menunjuk dirinya sendiri. Dia cepat-cepat mengambil semua barang di tangan kecil itu saat tatapan tak sabar diarahkan padanya.
"Aku memilihkan berbagai buku sihir yang sesuai untukmu. Karena Kau masih belum mengerti apa-apa, baca dengan perlahan. Juga, ini adalah tongkat sihir, sebagai perantara. Jika Kau sudah menguasai sihir dan mengerti bagaimana menggunakannya, Kau tidak perlu menggunakan tongkat. Sering-seringlah belajar dari Caesar," Vryollin memberi penjelasan panjang lebar. Kalimat terakhir yang diucapkannya membuat Caesar tersentak. Dia ingin menolak, namun pasrah setelahnya.
Gale menjadi linglung saat mendengarkan. Otaknya tidak dirancang untuk memuat informasi sebanyak itu secara tiba-tiba. Dia menoleh untuk melihat Caesar dan menemukan pria itu sedang berbicara entah pada siapa. Telapak tangan pria itu terbuka memperlihatkan semacam gelembung berisi cairan biru.
Telapak tangannya kemudian menggenggam, memecahkan gelembung berisi cairan biru itu. Gale yang tadinya berpikir cairan biru di dalamnya akan meluber keluar, tidak terjadi. Sebaliknya asap biru tipis mengudara.
Kepala yang tertutupi topi cowboy menoleh, membuka mulutnya, "ada sesuatu yang harus kuurus. Kau tunggu di sini. Aku akan menjemputmu setelah urusanku selesai." Tanpa menunggu jawaban, Caesar berbalik dan pergi. Punggung tegapnya menghilang dalam kerumunan. Vryollin sedikit memiringkan kepala, menatap Gale yang cemberut.
"Ayo minum teh," ajaknya lembut. "Kau tunggulah di jamur payung. Aku akan membuatkanmu kue beri dan teh." Vryollin kembali masuk ke rumahnya, meninggalkan Gale sendirian.
Tanpa membutuhkan banyak usaha, Gale segera menemukan jamur payung yang dimaksud. Bangku berbentuk jamur payung dengan bintik-bintik hitam menghiasi.
Meletakkan semua barangnya pada meja yang juga berbentuk jamur payung dengan permukaan yang lebih datar. Begitu tubuhnya dijatuhkan, rasa tenggelam segera dirasakan.
Jamur payung ini memiliki kualitas yang lebih baik daripada sofa kelas atas!
Sembari melemaskan tubuhnya, pandangannya berkeliling. Sebelumnya, dia kehilangan kesempatan untuk mengetahui sekitarnya karena kelelahan. Tapi, sekarang, dia bisa bebas membiarkan matanya berkeliaran.
Apa yang dilihatnya saat ini membuatnya tidak bisa teralihkan. Rumah berwarna-warni berjajar beraturan. Jembatan batu di antara pembatas yang terbuat dari batu di sisi kanan jalan. Bagian bawahnya terdapat sungai jernih yang mengalir tanpa hambatan.
Ukuran rumah di sini semuanya hampir sama, sebatas hidungnya. Begitu pun dengan orang-orangnya. Yang sebelumnya ia anggap sebagai anak kecil hanyalah kulitnya saja. Bagian dalamnya adalah makhluk dewasa.
Tatapannya jatuh kembali pada barang-barangnya. Sebuah tongkat mengintip dari balik tumpukan buku dan botol berisi cairan aneh. Tangannya terjulur, mengambilnya dalam sekali sentakan. Tongkat itu memiliki bentuk yang monoton. Panjang dan lurus tanpa memiliki hiasan. Warna pegangannya cokelat muda dan sisanya adalah hitam pekat. Tangannya ia gerakkan. Membuat gerakkan mengayun, seolah berharap sesuatu keluar dari sana.
"Kau tidak akan berhasil jika mengayunkannya saja," suara serak terdengar dari arah sampingnya.
Cepat-cepat Gale meletakkan kembali benda di tangannya. Kepalanya menunduk dengan ujung telinga memerah, merasa malu karena tindakan bodohnya ketahuan.
Vryollin, dengan senyuman khasnya, meletakkan nampan berisi kue dan teh. Jelas tidak peduli dengan rasa malu Gale, dia melanjutkan, "tongkat itu hanya sebagai perantara. Jika Kau tidak menyalurkan energimu, sihir tidak terjadi."
"Jangan bicarakan lagi. Aku tidak mengerti," gumam Gale dengan suara rendah. Dia mengambil kue berwarna ungu gelap yang disuguhkan di depannya tanpa malu-malu. Rasa manis dan asam bercampur saat ia mengambil satu suapan.
Satu suapan itu juga lah saat ia tersedak karena tekanan yang datang dari depannya. Kepalanya terangkat dengan patah-patah, mendapati sosok di depannya melotot ke arahnya. Gale menelan ludahnya kasar sebelum meludahkan, "apa ada yang salah?"
Tidak ada jawaban yang datang Vryollin bergerak dan secepat kilat berdiri di depan Gale, memegang wajahnya. Memutarnya ke kanan dan kiri penuh antusias yang meledak.
"Wajah ini...benar-benar Ervent," helaan napas terdengar. Gale sontak menahan napas merasakan bau amis yang makin pekat menerpa wajahnya.
Ragu-ragu Gale mengajukan pertanyaan, "apa maksudmu Er...vent?"
"Kau adalah Ervent," Vryollin memiringkan kepalanya bingung. Gale mengerjap beberapa kali, "namaku Gale bukan Ervent."
"Bukan namamu, tapi jenismu," decakan keluar dari mulut mungil itu, merasa jengah karena manusia di depannya tidak segera mengerti.
"Apakah di sini manusia disebut Ervent?" Gale mendapatkan pencerahan setelah berpikir beberapa saat.
Tepuk tangan senang yang menyatakan tebakan Gale benar, datang dari Vryollin. "Dahulu sekali, sebelum pemberontakan itu dimulai, manusia dengan Federlin hidup berdampingan." Sebelum Gale bertanya mengapa manusia juga memiliki julukan di Federlin, makhluk di depannya sudah menjelaskan, "Kami saling membantu satu sama lain. Manusia adalah ahli pedang dan besi terbaik di Federlin, tidak ada yang bisa menandinginya."
"Lalu?" Penasaran menyelimuti Gale. Vryollin tidak segera melanjutkan. Dia menggeleng-geleng penuh keprihatinan, entah karena apa. "Portal kemudian ditutup dan hubungan manusia dengan Federlin sepenuhnya terputus."
Suasana menjadi hening selama beberapa saat, tidak ada yang bersuara. "Itu...." Gale tidak tahu harus bicara apa. Dia memilih menutup mulutnya kemudian.
Menyadari kebingungannya, Vryollin mengubah arah pembicaraan, "Ah, aku sampai lupa memperkenalkan diriku. Aku Vryollin Zackwerg. Kau bisa memanggilku Ollin. Di Federlin, jenisku disebut Hobbit."
''Tangkap pria berjubah biru dan rubah itu!'' Gale tidak tahu bagaimana ia bisa terjebak di situasi ini. Awalnya, saat mendengar seruan dari pria berjubah hitam, ia berniat melarikan diri. Namun, mendengar rengekan kecil dari rubah berekor delapan itu, membuat Gale tak tega meninggalkannya. Dan sepertinya, makhluk itu mengerti jika Gale berniat menolongnya. Terbukti saat Gale mengangkat tubuhnya. Ia diam saja dan tidak menyerang seperti sebelumnya. Setelah bermenit-menit berlari menaiki tangga serta orang-orang berjubah hitam yang mengejar di belakangnya, Gale mulai menyesali keputusannya. ''Sial, kenapa juga aku ikut campur dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya denganku. Dan juga, kenapa tangga ini rasanya semakin panjang?'' Gale menghentikan langkahnya, terengah-engah dan merasa kelelahan. Ternyata rubah yang kelihatannya kecil, bisa menjadi beban yang sangat berat. Derap kaki terdengar semakin dekat dari mereka. ''Hei!'' Gale menggoyangkan rubah yang bersembunyi di balik j
''Butterfly's Eye terjual kepada ruangan VVIP nomor 7.''Ruangan VVIP nomor 7 adalah tempat dimana Gale dan lainnya berada. Tak perlu dijelaskan siapa yang menawarkan harga tinggi untuk mendapatkan benda itu. ''Dasar gila! Untuk apa Kau membeli barang tak jelas semahal itu,'' umpat Caesar saat mendengarkan harga yang ditawarkan Fallona untuk mendapatkan Butterfly's Eye.Fallona mengibaskan rambutnya, tak sedikit pun tersinggung karena umpatan Caesar. ''Diamlah! Kau saja yang tidak tahu kegunaannya. Lagipula uangku sangat cukup untuk membeli lima benda itu.''Tak lama, pelelangan berakhir setelah MC memberikan kata penutup. Gale menyandarkan tubuhnya pada bantalan sofa dan menghela napas puas. Dia menatap Fallona yang kembali setelah mengurus pengiriman barang beliannya.''Omong-omong benda apa yang Kau beli itu?''''Kau penasaran?'' Fallona menjawab dengan nada main-main. Setiap kali Gale bertanya, wanita itu tidak bisa untuk tidak menggoda Gale terlebih dahulu.''Namanya Butterfly's
Pusat kota adalah tempat terbuka yang penuh keajaiban. Begitu Gale turun dari kereta, dia disambut dengan sorakan-sorakan yang datang entah darimana. Merpati-merpati putih terbang di langit biru dengan memancarkan cahaya keemasan di ujung ekornya.''Sepertinya akan ada suatu pertunjukan,'' sahut Fallona saat melihat merpati terbang di atas kepalanya. Tangannya terangkat, menjangkau merpati putih itu. Hebatnya, merpati itu menurut dan bertengger tenang di bahunya.''Pertunjukan?''''Ya. Burung merpati ini sebagai pengingat jika sebuah pertunjukan akan berlangsung di sini.''Gale mengangguk, tanda mengerti. 'Mungkin aku bisa menontonnya nanti.'''Bagaimana kalau kita ke tempat pelelangan alat-alat sihir? Ada sesuatu yang ingin kudapatkan,'' kata Fallona sembari melepaskan merpati putih yang bertengger di bahunya. Gale memberikan suara persetujuan, sedangkan Caesar memutar matanya malas. Mereka bertiga melewati kerumunan, yang mana menyebabkan Gale hampir terseret. Untungnya, Caesar seg
Kereta tiba-tiba berhenti selama tiga menit sebelum kembali bergerak. Sepertinya itu adalah pengecekan yang disebutkan oleh Fallona. Gale melihat keluar jendela dan menemukan jika kereta memasuki lingkungan yang tampak familiar di ingatannya. Dia sudah pernah kesini sebelumnya. Tepatnya sehari setelah ia datang ke Federlin.Tidak ada yang berubah dari tempat ini. Masih sama indahnya seperti sebelumnya. Pohon-pohon biru yang akrab masih berdiri tegak di sepanjang jalan yang dilalui. Ini adalah kali kedua Gale datang kemari, namun tetap saja ia takjub melihat keunikan warna dari daun-daun pepohonan itu.Manusia-manusia kerdil yang berjalan sambil membawa kayu di punggung, menghentikan langkah saat kereta kuda melewati mereka. Kepala-kepala kecil itu, satu persatu menoleh ke belakang menatapi kepergian kereta itu.Sangat jarang untuk melihat kereta kerajaan masuk ke desa ini. Hal ini membuat mereka saling memandang satu sama lain dengan raut penasaran di wajah berkerut mereka. Ada rasa a
Gale ragu-ragu menatap Caesar, sebelum matanya beralih ke Fallona. Dia dengan hati-hati membuka mulut dan mengeluarkan suara kebingungan, ''emm, itu.....''Fallona berdecak sebal, mengerti pertanyaan tersirat Gale. Jari telunjuknya yang ramping dan lentik menunjuk ke arah Caesar. ''Jangan terus-terusan menatapnya! Aku tidak tahu darimana asalnya pria ini, yang tiba-tiba datang dan ingin menggangu rencana kencan kita berdua. Sialan!''''Ke- kencan?'' wajah Gale sontak memerah mendengar kata kencan yang meluncur halus dari mulut Fallona tanpa hambatan. Di sampingnya, Caesar memberikan senyum mengejek. ''Kau sebaiknya bangun dari mimpimu terlebih dahulu. Oh, tidak, tidak. Kau benar. Aku memang berniat merusak 'rencana kencan' yang Kau sebutkan itu. Bukankah sudah kewajibanku menjauhkan seorang anak yang tidak tahu apa-apa dari pengaruh buruk?''Suara gertakan gigi yang jelas terdengar. Hanya mendegar suaranya saja, membuat Gale membayangkan gigi-gigi itu akan rontok di detik selanjutnya
''Omong-omong, apa yang terjadi dengan Sydney? Aku belum melihatnya selama beberapa hari,'' tanya Gale penasaran dengan keberadaan Sydeny yang tidak muncul di hadapannya selama beberapa hari terakhir ini.Bukan berarti dia senang jika bertemu dengan wanita gila itu. Hanya saja ia heran, mengingat kelakuan wanita itu yang entah mengapa sangat terobsesi untuk melukai Gale tidak menampakkan batang hidungnya sedikit pun.Fallona yang mendengar pertanyaan Gale menyesap teh terlebih dahulu sebelum menanggapi pertanyaan Gale. Dia menopang dagunya dengan gumaman pelan, seolah berpikir. Namun, tentu saja Gale tahu jika wanita itu hanya berpura-pura.Mengetahui rencananya gagal, Fallona hanya tertawa singkat sebelum memutuskan untuk benar-benar menjawab pertanyaan Gale, ''sebenarnya aku juga tidak terlalu tahu. Tapi kudengar dia dikeluarkan dari Scootharts, lagi.''Dengan penasaran Gale menatap Fallona saat mendengar penekanan pada kata terkahirnya. ''Lagi?''''Oh, Kau tidak tahu? Benar juga, K