Home / Pendekar / TULANG SUCI NAGA ABADI / BAB 2 : NAGA EMAS DAN API ES 7 WARNA

Share

BAB 2 : NAGA EMAS DAN API ES 7 WARNA

Author: Faisalicious
last update Last Updated: 2025-04-23 16:20:30

Hujan deras mengguyur dataran Luoyuan. Aroma tanah basah bercampur darah membekas di udara, menggantung seperti kabut pekat. Hembusan angin membawa suara denting logam dan teriakan prajurit yang bercampur nyaring dengan gelegar petir dari langit kelam. Di tengah-tengah medan yang porak-poranda oleh jejak kaki kuda dan tubuh bergelimpangan, seorang pria berdiri dengan tombak naga panjang berbalut energi dao, menghadap ratusan pasukan kekaisaran.

Komandan Zhao mengangkat tangan, menghentikan pasukannya saat melihat sosok berjubah kelabu berdiri sendirian di ujung tebing kecil.

“Pendekar,” katanya, suaranya menggema di udara lembap. “Sebutkan namamu. Aku tidak membunuh seseorang tanpa tahu siapa yang kuhabisi.”

Sosok berjubah itu tidak bergerak. Rintik hujan jatuh di pundaknya, tapi ia berdiri tegak, seperti bayangan batu yang menyatu dengan alam. Beberapa saat sunyi, lalu pria itu mengangkat kepalanya perlahan. Wajahnya masih muda, tapi sorot matanya... seperti danau yang menyimpan ribuan tahun badai.

“Kau terlalu banyak bicara,” ujarnya datar. “Anjing kekaisaran memang hobi menggonggong.”

Ia mengangkat tangan, dan dalam satu gerakan cepat, membentuk segel Dao dengan dua jari. Cahaya keemasan muncul dari ujung jari-jarinya, lalu membungkus tubuhnya seperti kabut cahaya.

“Terima ini.” Suara keras menggelegar saat ia menghentakkan kakinya ke tanah dan menggeret tombak naga panjangnya seolah sedang menyanyat tanah.

“Teknik Dao Taraf Kedua: Cakar Naga Mengoyak Surga!”

Dari tanah yang basah, seekor naga emas raksasa muncul, meraung dan menyapu ke arah pasukan Zhao dengan kecepatan mengerikan. Suaranya mengguncang jantung. Angin dari kibasan energinya menyapu pepohonan di kejauhan. Beberapa prajurit tak sempat bereaksi, tubuh mereka terpental ke udara, senjata hancur, dan jeritan kematian menggema ke langit. Barisan depan langsung porak poranda. Beberapa prajurit mundur gemetar, sebagian lain hanya bisa menatap kosong ketika tubuh rekan mereka terlempar ke udara bersama retakan bumi.

Zhao membelalak. “Itu... tidak mungkin…”

Ia menarik pedangnya dan menahan serangan naga emas dengan lapisan qi-nya. Dentuman keras terdengar, dan tanah retak di bawah mereka.

"Pasukan Bersiap! Formasi Penindas Langit!"

Tiga puluh prajurit Dao langsung membentuk lingkaran, membangkitkan energi qi dari pusat telapak tangan ke tanah. Simbol-simbol merah menyala muncul di sekeliling mereka, membentuk penjara dao sementara yang memampatkan tekanan spiritual di sekitarnya.

Di tengah formasi itu, Xu Qian masih berdiri seorang diri. Jubah kelabunya mulai robek di bagian bahu, terkena ledakan sebelumnya. Mata emasnya menatap sekeliling, menilai. Tanah terbelah saat simbol formasi aktif. Deru suara angin bercampur energi dao menggema dari segala arah.

“Ini bukan formasi biasa,” gumam Xu Qian. “Mereka benar-benar ingin memaksaku mengeluarkan segalanya…”

Zhao melangkah ke depan, bayangannya memanjang di tanah lembab.

“Masih belum terlambat untuk menyerah,” katanya, pedangnya bersinar merah darah. “Atau kau ingin anak buahku mati sia-sia demi kesombonganmu?”

Xu Qian tak menjawab. Ia mengangkat dua jarinya, dan menarik napas panjang. "Aku pernah melawan pasukan dua kali lipat jumlah ini di selatan ketika usia baruku dua puluh. Jangan berpikir aku akan takut."

“KAU TERLALU SOMBONG!” Zhao menerjang, pedangnya memotong udara, memicu gelombang tekanan qi yang menggulung seperti badai.

Xu Qian menangkis, lalu melompat mundur. Seketika, tangannya membentuk segel: jari telunjuk dan tengah bersatu, telapak kiri terbuka menghadap langit.

“Teknik Dao taraf ketiga: Hembusan Nafas Langit!”

Angin berkilau emas menyapu dari dalam tubuhnya, mengarah ke barisan luar formasi. Suara raungan naga terdengar samar, tapi nyata. Dua belas prajurit terangkat ke udara, senjata mereka meleleh oleh panas spiritual dari hembusan itu.

Zhao berteriak, "Tahan! Dia hanya satu orang!"

Namun kekuatan Xu Qian bukan dari jumlah jurus, melainkan presisi dan tekanan spiritualnya. Ia menghindar, berputar, menyerang, dan meledakkan tanah di sekitar prajurit kekaisaran. Medan berubah: dari lapangan berlumpur menjadi retakan-retakan besar dan lubang dalam berasap. Serpihan batu beterbangan, formasi mulai bergetar.

Tiba-tiba tekanan spiritual meningkat. Xu Qian bersiap, tapi sudah terlambat. Tombak panjang menyambar dari udara, Pang An telah tiba, tubuhnya melayang di udara, jubahnya berkibar dengan qi yang menggelegak di sekitarnya.

Xu Qian memekik dalam hati. “Sial... terlalu cepat dia tiba!”

Tombak Pang An nyaris menembus dada Xu Qian, tapi ia berhasil melompat ke samping. Tubuhnya terguling, dan saat berdiri, ia sedikit terhuyung.

Pang An mendarat dengan aura gelap menyelimuti tanah. "Jadi inilah pria yang membuat istana harus membekukan misi utara selama lima tahun?" ucapnya dingin.

Pertarungan pun dimulai. Xu Qian dan Pang An bergerak cepat, bak dua bayangan hitam dan emas. Serangan mereka mengguncang udara. Xu Qian menusuk dengan tombaknya lurus ke jantung, namun Pang An memutar tubuh seperti ular, menghindar lalu mengunci tangan kanan Xu Qian dan menghantam lutut ke perutnya. Napas Xu Qian tertahan sesaat, tapi ia memaksa tubuhnya kembali berdiri.

Xu Qian mengeluarkan jurus ketiganya, namun Pang An membalas dengan teknik tekanan Dao tingkat tinggi yang mampu membalik momentum spiritual lawan dalam satu hantaman. Perbedaan satu taraf dao di antara keduanya membuat perbedaan besar. Kaki Xu Qian menyeret tanah, nafasnya mulai berat. Tangan kirinya berdarah.

“Sudah cukup. Ini akhirnya,” desis Pang An, menyiapkan hantaman terakhir dengan energi Dao terkonsentrasi di ujung tombaknya.

Cahaya hitam menyelimuti tombaknya. Udara membeku. Xu Qian tidak bisa bergerak cepat, tubuhnya nyaris terkunci oleh tekanan qi.

Ia menguatkan langkah. Dalam hatinya berkata, "Jika aku tumbang hari ini, biarlah tanah ini mencatat namaku bukan sebagai pembunuh... tapi pelindung."

Lalu...

“Xu Qian!!!” Suara lembut namun penuh kekuatan menyela udara.

Seketika itu juga, langit pecah. Dari balik rerimbunan, bola cahaya biru keperakan meledak, menghancurkan sebagian bukit kecil di belakang Xu Qian. Angin dingin menyapu seluruh lembah. Api biru, tapi bukan api biasa muncul, berpendar dalam tujuh warna menyilaukan: merah, biru, hijau, ungu, putih, emas, dan hitam lembut.

Dari dalam pusaran api itu, muncul seorang wanita berwajah tenang dengan rambut panjang keperakan melayang diterpa energi qi yang mengalir deras. Xu Ling’er. Api di sekelilingnya bukan membakar, tapi membekukan. Tanah yang diinjaknya berubah menjadi kristal es, udara mengembun jadi salju tipis.

Tanpa berkata-kata, ia mengayunkan tangannya. Api Es Tujuh Warna menari, membentuk seekor phoenix kristal yang mengepak dan menabrak gelombang Dao milik Pang An. Ledakan terjadi. Debu mengepul, langit tersibak. Phoenix itu menghantam tanah, meledakkan api dan es ke segala arah. Batuan meleleh dan membeku bersamaan, menciptakan hamparan es biru berkilau di tengah lumpur perang. Xu Qian terdorong ke belakang dan tertahan di pelukan Ling’er.

“Maaf aku terlambat,” bisik Ling’er, nadanya rendah, tapi ada keteguhan di matanya.

Xu Qian menatap istrinya, tersenyum lelah. “Aku sudah bilang, jangan keluar…”

Ling’er menggeleng. “Kau bukan dewa. Aku tak akan membiarkanmu mati tanpaku.”

Pang An berdiri lagi dari balik puing batu. Bajunya terbakar sebagian, wajahnya berdebu. Ia menatap Ling’er, lalu tertawa kecil. “Api Es Tujuh Warna… tak kusangka masih ada pewarisnya.”

Kini, keduanya berdiri berdampingan. Naga Emas dan Phoenix Es berputar di sekitar mereka. Namun pertarungan hanya berlangsung beberapa menit lagi. Tenaga Xu Qian menurun drastis, dan bahkan Api Es Ling’er mulai melemah, nyalanya menurun dari tujuh warna menjadi hanya empat.

Dengan satu serangan kuat dari Pang An yang kali ini membawa kekuatan Dao Penindas Jiwa, Xu Qian dan Ling’er terhempas bersamaan, tubuh mereka terbentur batu dan jatuh ke tanah. Tak bisa bangkit lagi. Pang An berdiri, menghela napas panjang.

"Sayang sekali… kekuatan hebat, tapi terlalu lama mengasingkan diri. Kalian lemah karena cinta.” Ia mengangkat tangan, memberi isyarat. Rantai dao melilit tubuh keduanya, menyegel aliran spiritual mereka.

Namun, sebelum pergi, Pang An menatap mereka sekali lagi. “Identitas kalian... bukan sesuatu yang bisa diadili sembarangan. Aku akan membawamu ke hadapan Kaisar Xuan.”

“Kau anjing kekaisaran, lebih baik bunuh saja kami sekarang!” Ling’er berteriak marah.

“Aku tidak bisa buru-buru membunuhmu, nona muda Kerajaan Es…” Pang An tersenyum sinis, menaikkan kedua pipinya.

Bersambung…

Faisalicious

Dalam dunia Benua Dao yang luas dan penuh misteri, kekuatan seseorang tidak diukur dari umur, keturunan, ataupun harta—melainkan dari sejauh mana ia melangkah di jalan kultivasi. Jalan ini dikenal sebagai Dao, jalur yang menghubungkan tubuh fana dengan kekuatan abadi yang mengalir dari langit dan bumi. Kultivasi bukan sekadar latihan jasmani atau penguasaan teknik bertarung, melainkan proses panjang penyatuan diri dengan hukum alam semesta. Dan dalam dunia ini, pencapaian seorang kultivator diukur melalui sepuluh tingkat kemajuan, yang dikenal sebagai Taraf Dao Qi. Setiap taraf bukan hanya representasi kekuatan, tetapi juga refleksi dari kedalaman jiwa, pemahaman terhadap hukum kosmik, dan seberapa jauh seseorang mampu menanggung tekanan spiritual dari Dao itu sendiri.

| 5
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
noval.andrean.501
wah mntep bngt crita nya
goodnovel comment avatar
Coco Ccrunch
Dih, apaan si Pang An
goodnovel comment avatar
faisalkhrisna
Pang An sok jago banget anjir
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 120

    Suasana di aula produksi mendadak membeku. Tubuh Xu Ming ambruk begitu saja, jatuh dengan suara berat di lantai batu hitam yang masih hangat oleh suhu dari puluhan tungku yang menyala. Suara dentuman tubuhnya memantul keras di seluruh sudut ruangan, memotong setiap obrolan pelan, setiap desisan uap, dan setiap langkah para Dan Shi yang sebelumnya sibuk.Beberapa orang langsung berlari panik ke arahnya. “Xu Ming!”Teriakan itu datang hampir bersamaan dari berbagai penjuru aula. Beberapa Dan Shi senior yang paling dekat segera berlutut, memeriksa denyut nadi dan kondisi napasnya. Wajah-wajah mereka langsung berubah pucat."Nadinya lemah! Napasnya tidak stabil!"Sha Bu, yang sejak awal berdiri di pinggir ruangan bersama Lin Feng dan Liu Mei, langsung melesat secepat kilat. Tubuh besar pria itu menerobos kerumunan Dan Shi tanpa memperdulikan siapa pu

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 119

    Sin Wok Yu menepuk bahunya pelan. “Benar. Kompresi Qi Anti-Racun adalah teknik produksi masal. Suatu metode yang biasanya hanya dipakai dalam perang besar.”Zhuge Liang berdiri tegak, menatap seluruh aula. “Dan ingat! Tidak ada satu pun dari kalian yang boleh menyebutkan apapun tentang ini pada siapa pun di luar aula ini.” Ia berhenti sejenak, lalu mengeraskan suaranya. “Jika Lembah Moyan sampai tahu sebelum kita selesai, kesempatan kita untuk membalikkan keadaan musnah.”Semua kepala mengangguk. Sumpah tak terucap tapi dipahami semua. Sin Wok Yu mengambil jarum peraknya, menatap formula di hadapannya lalu menatap Xu Ming. Senyum samar muncul di wajahnya yang lelah namun tegas.“Bersiaplah, anak muda.”Gemeretak suara logam, desisan tungku pembakaran, dan aroma kuat dari herbal yang direbus memenuhi setiap sudut

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 118

    Suasana di ruang penyulingan mendadak terasa lebih berat setelah Sin Wok Yu selesai mengumumkan komposisi racun utama. Tak ada yang bicara. Hanya suara napas berat dan langkah kaki pengawal yang terdengar samar dari luar koridor. Xu Ming menunduk, tangannya yang menggenggam botol racun masih sedikit bergetar. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Tatapannya sesekali melirik Sin Wok Yu, menanti arahan selanjutnya, seolah satu kalimat saja dari lelaki tua itu akan menentukan arah hidup seluruh kota.Zhuge Liang berdiri di dekat ambang pintu. Tubuhnya kokoh seperti biasa, namun bayangan gelap di bawah matanya mengungkapkan segalanya. Bahu lebarnya sedikit turun, seolah dua tahun beban penderitaan kota ini benar-benar melekat di punggungnya sendiri. Sin Wok Yu memejamkan mata beberapa saat, menarik napas panjang, lalu membuka suara dengan nada rendah dan berat.“Zhuge Liang.” Panggilan tanpa gelar, tanpa basa-basi.Zhu

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 117

    Udara dalam ruang isolasi masih dipenuhi aroma alkohol, herbal, dan bau amis dari racun hitam yang baru saja dikumpulkan. Sin Wok Yu menutup matanya sejenak, tangannya yang kurus masih menggenggam pergelangan pasien, memastikan denyut nadinya stabil. Zhuge Liang melangkah maju mendekati Xu Ming dan Sin Wok Yu, wajahnya sedikit lebih segar meski lelah masih kentara di sudut matanya.“Pak Tua, dengan semua cairan yang sudah kita kumpulkan... apa langkah selanjutnya?” tanya Zhuge Liang, suaranya berat namun penuh harap.Sin Wok Yu perlahan membuka mata, napasnya sedikit berat. “Kita harus memisahkan struktur kimiawi dan spiritual racun ini. Menyingkap lapisan-lapisannya satu per satu.”Kepala Tabib Kota yang sejak tadi berdiri di sudut, langsung menimpali dengan gugup, “T-Tapi... di ruang medis kami tak punya fasilitas sekompleks itu, Tetua.”Zhuge Liang berpikir sejenak, lalu mengangguk mantap. “Ikuti aku. Di dalam

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 116

    Ruangan isolasi itu sunyi, namun tegang seperti tali busur yang ditarik sampai hampir putus. Udara di dalamnya terasa lebih berat dari penjara bawah tanah tadi. Aroma herbal yang dibakar sebagai penetral racun bercampur dengan bau besi, darah kering, danVsesuatu yang lain. Sesuatu yang busuk, lembab, dan membuat bulu kuduk berdiri.Sin Wok Yu duduk bersila di kursi rendah di sisi ruangan. Di sampingnya, seorang tabib kota berdiri dengan gugup, tangannya menggenggam kotak peralatan medis. Xu Ming, yang masih mengenakan pakaian perjalanan lusuh, berdiri tak jauh dari mereka, menatap dengan campuran rasa ingin tahu dan kecemasan.Di tengah ruangan target utama mereka terbaring. Seorang pria, atau lebih tepatnya sisa-sisa dari seorang manusia. Tubuhnya kurus kering, kulitnya menempel ketat di atas tulang-tulang yang menonjol. Kulitnya berwarna abu-abu kehitaman. Beberapa bagian sudah membusuk di sekitar siku dan lutut. Di wajahnya, hanya ada sepasang mata merah menyala, de

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 115

    Xu Ming yang sedari tadi berdiri diam di sisi Sha Bu, sempat terkejut. Keningnya berkerut, alisnya terangkat. “Kenapa dia menatap ke arahku?” pikirnya heran.Sin Wok Yu, tanpa mengalihkan pandangan, perlahan mengelus jenggotnya yang tak terlalu panjang. Ada senyum tipis, nyaris tak terlihat di sudut bibirnya. Dengan nada datar namun dalam, ia berkata.“Dan kau, anak muda, bisakah kau membantuku dengan sesuatu?”Xu Ming spontan menunjuk dirinya sendiri. “Aku?!” Suaranya nyaris naik satu oktaf karena kaget.Sin Wok Yu mengangguk pelan lalu menggeleng sambil menarik sudut bibirnya seolah mengejek. “Lalu siapa lagi? Bukankah kau seorang... Dan Shi?” Mata tuanya menyipit, penuh penilaian tajam.“Sejak pertama kali aku melihatmu pada pertemuan pertama kita di hutan saat memasuki kota pembantaian sebelumnya, aku sudah merasakan aroma herbal yang samar, merembes keluar dari dantianmu.”Xu Ming membelalak. “Apa-apaan orang tua ini? Apa dia anjing pelacak atau sejenisnya? Bisa-bisanya dia menc

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status