Home / Pendekar / TULANG SUCI NAGA ABADI / BAB 3 : PUTRI MALU SEMBILAN PERUBAHAN

Share

BAB 3 : PUTRI MALU SEMBILAN PERUBAHAN

Author: Faisalicious
last update Last Updated: 2025-04-23 16:22:13

Di pinggiran Lembah Huoyan, sekitar seratus mil dari Desa Kayu, tim pemburu sedang menjalankan misi.

“Ada getaran Dao kuat dari arah lembah barat!” seru Han Su, pemimpin Tim Pemburu Desa Kayu. Ia adalah pria paruh baya dengan tubuh kekar berbalut rompi kulit binatang buas. Wajahnya tegas, dagunya ditumbuhi jenggot kasar, dan matanya tajam seperti elang. Di punggungnya tergantung pedang lebar bersarung hitam, senjata khas pendekar yang telah mencapai Taraf 4 - Dao Vein Awakening.

Empat orang pemburu lainnya segera mengelilinginya. Liang Fei, pemburu termuda namun paling gesit, memiliki rambut kuda panjang dan senjata sabit ganda yang tergantung di pinggang. Qi Bao, bertubuh tambun tapi bermata tajam, adalah ahli jebakan dan pengintai. Lalu ada Lei Shan dan Duan Wu, saudara seperguruan dengan tombak panjang dan teknik gerakan cepat. Semuanya berada di puncak Taraf 3 - Dao Core Formation, dan tengah menanti waktu untuk menerobos ke taraf selanjutnya.

“Gemuruh itu... bukan tanah longsor,” kata Liang Fei, suaranya parau. “Itu seperti... suara dua raksasa bertarung.”

Langit mencelat merah keemasan. Awan membelah. Angin mendesing liar, dan dari arah lembah, dua sosok kolosal muncul.

Yang satu menyerupai singa perunggu bersisik, bertanduk dua dengan tubuh membara, menggetarkan tanah tiap kali ia menginjakkan kaki. Yang satu lagi adalah burung raksasa bersayap petir, matanya menyala biru, tubuhnya panjang dan ramping seperti naga.

“Demi langit...” bisik Liang Fei. “Itu... Kirin Api Tanah dan Garuda Petir Angin!”

Han Su menyipitkan mata, menahan napas. “Makhluk surgawi taraf lima... Mereka tidak seharusnya ada di sini.”

“Kenapa di Lembah Huoyan?” tanya Duan Wu dengan suara tegang.

Han Su menunjuk ke tengah pertarungan. “Lihat tanaman itu... Kelopaknya merah muda keemasan. Itu Putri Malu Sembilan Perubahan. Dan di tengahnya... Benih Api.”

Qi Bao menelan ludah. “Benih Api? Yang bisa memperkuat jiwa?”

“Benih itu menyimpan energi Dao langit dan bumi dalam bentuk paling murni,” jawab Han Su. “Jika ditelan, ia dapat menyempurnakan hati Dao... cukup untuk menembus taraf keenam.”

Langit bergemuruh. Garuda menyelam dan melepaskan Petir Seribu Tombak, menghantam tanah, menciptakan kawah hitam berasap. Kirin meraung dan membalas dengan Ledakan Inti Lava, menumpahkan magma merah ke tanah, membakar pepohonan dan batuan.

“Bukankah benih itu bisa dimanfaatkan... oleh manusia?” tanya Qi Bao.

Han Su mengangguk. “Jika jatuh ke tangan penyuling pil... bisa dibuat menjadi pil taraf enam. Bahkan pil pencerah kehendak, atau pil penyatu jiwa Dao.”

Ledakan maha dahsyat mengguncang langit. Benih Api mekar, melepaskan cahaya tujuh warna. Garuda menukik cepat. Kirin melompat dengan raungan membara.

BOOOOM!!!

Api dan petir bertabrakan. Gelombang spiritual menghantam seluruh sisi lembah, mengguncang batu dan pepohonan. Tim pemburu terhempas ke tanah.

Saat debu dan kabut mulai surut, Benih Api tampak masih melayang. Kelopaknya separuh terbakar, tapi cahayanya tetap utuh.

“Dia belum memiliki tuannya,” ujar Han Su pelan.

Liang Fei bergumam, “Kalau kita yang dapat benih itu...”

Han Su tidak menjawab. Pandangannya kosong, menatap langit yang memerah.

“Kapten,” ucap Qi Bao tiba-tiba, “ini... mungkin terdengar gila, tapi bukankah ini... peluang?”

Han Su menoleh. “Apa maksudmu?”

“Ingatkah kalian perintah Pak Tua Mozi?” kata Qi Bao cepat. “Kita dikirim untuk mencari esensi darah monster taraf tiga demi upacara pendewasaan anak-anak desa.”

Liang Fei tersentak. “Benar! Esensi itu dibutuhkan agar kolam yin-yang dapat digunakan oleh anak anak menyerap Dao dan membentuk meridian.”

“Tapi lihatlah sekarang,” Qi Bao menunjuk medan pertempuran. “Salah satu dari mereka akan mati. Yang satu lagi terluka parah. Ini bukan hanya sisa... ini kesempatan untuk meraih segalanya. Darah esensi, bangkai monster, bulu, taring, sisik semua bisa digunakan. Pedang, armor, atau pil obat... semua alkemis akan membayar harga tinggi untuk barang-barang seperti itu.”

Lei Shan menimpali, matanya menyala, “Bahkan... Benih Api itu sendiri. Jika kita mendapatkannya, mungkin salah satu anak desa akan menjadi alkemis besar di masa depan.”

Han Su menatap mereka semua. Wajahnya keras, tapi sorot matanya berubah.

“Kita akan bertaruh segalanya,” katanya akhirnya. “Saat salah satu dari mereka tumbang, dan yang lainnya tak bisa berdiri... kita serbu. Kita rebut apa yang bisa direbut.”

Ia mengangkat pedangnya dan menunjuk ke arah lembah. “Bukan karena tamak. Tapi karena masa depan Desa Kayu... bisa ditentukan hari ini.”

Detik demi detik berlalu. Darah menggenang di lembah, menguap perlahan dalam panas yang menyengat. Garuda Petir Angin akhirnya roboh, tubuh megahnya menghantam tanah seperti gunung runtuh. Sayapnya tercabik, bulu-bulu petir tercerai-berai, dan dari mulutnya keluar semburan energi terakhir yang merontokkan puncak-puncak pohon di kejauhan. Ia tergeletak diam, dan dunia menjadi sunyi sejenak.

Di sisi lain, Kirin Api Tanah berdiri goyah. Tubuh raksasanya dipenuhi luka, darah magmanya menetes dari pori-pori retak seperti batu vulkanik pecah. Nafasnya kasar, matanya merah padam, namun tetap berdiri dengan sisa kehendak terakhirnya.

Han Su menatap medan, lalu mengangkat tangan tinggi dengan sorotan mata tajam seperti pedang.

“SEKARANG! SERANG!”

Tim pemburu langsung melesat bagai anak panah dilepaskan dari busur kekuatan. Liang Fei melompat lebih dahulu, sabit kembarnya berkilau di udara. Qi Bao menggenggam jimat segel dan mengaktifkan formasi pembungkus energi. Lei Shan dan Duan Wu berputar dari sisi kanan dan kiri, menyusun formasi pengepung segitiga.

Langkah kaki mereka mengguncang tanah. Aura mereka meledak satu per satu. Mereka bukan lagi sekadar pemburu, mereka adalah penjaga masa depan Desa Kayu.

Namun sebelum serangan mereka tiba, suara berat dan penuh dendam menggema dari dada Kirin yang masih menyala.

“Kalian... manusia menjijikkan...” suara itu seperti gemuruh dari dasar jurang api, dalam dan menyakitkan.

Kirin mengangkat kepalanya perlahan. Cahaya merah darah memancar dari matanya yang menyala seperti bara abadi.

“Bahkan saat aku tak berdaya... kalian masih datang... seperti lalat mengerubungi bangkai...”

Ia terbatuk keras, menyemburkan darah magma yang langsung membakar tanah tempat jatuhnya.

“Tapi ingat ini, manusia...” katanya lagi, suaranya kini berubah menjadi geraman rendah yang penuh kebencian.

“Meskipun aku mati... aku akan membawa kalian... semua... KE NERAKA BERSAMAKU!”

Tubuhnya mulai bergetar hebat. Retakan-retakan bercahaya membelah tanah di sekitarnya, seolah dunia sendiri menolak kehendaknya untuk mati begitu saja. Dari tubuhnya, aura kebencian membumbung, bercampur kehendak Dao yang telah terbakar, menggulung ke langit dalam bentuk pusaran api besar.

Langit memerah. Awan terbelah. Tanah terangkat di sekitar kaki Kirin, membentuk medan api yang menggila. Darahnya berubah menjadi lava liar, dan setiap tetesnya menyebar seperti tombak panas ke segala arah.

Han Su memekik, suaranya menggelegar mengalahkan raungan angin.

“SEMUA ORANG! AKTIFKAN SEGEL PENJARA! SEKARANG!”

Bersambung…

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mulai menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 4 : UPACARA PENDEWASAAN

    Langit masih diliputi semburat ungu ketika Xu Ming berdiri di tanah basah, napasnya menggantung dalam udara pagi yang dingin. Kedua tangannya mengepal, lalu perlahan membentuk segel dasar pelatihan napas."Tiga... dua... satu..." bisiknya.Pukulan lurus dilontarkan ke batang kayu tua yang tergantung dengan tali rotan. BUK! Tubuh mungilnya terpental setengah langkah ke belakang. Telapak tangannya berdarah lagi.Dari kejauhan, Nenek Hua muncul dengan langkah tertatih, membawa kantung obat. Rambutnya yang abu tersapu angin pagi saat ia menghela napas."Setiap pagi seperti ini… selalu saja tanganmu berdarah," gumamnya sambil membuka gulungan kain kasa.Di sampingnya, Kakek Mozi bersandar pada tongkat bambu, matanya tetap tertuju pada Xu Ming."Anak itu keras kepala, ya?" komentar Hua sambil duduk di atas batu."Bukan hanya keras kepala," jawab Mozi, tersenyum kecil. "Tulangnya masih muda, tapi semangatnya… seperti baja tua yang telah ditempa ratusan kali.""Kau juga yang menanamkan itu pa

    Last Updated : 2025-04-23
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 5 : LEDAKAN ENERGI DAO

    “Kau yakin anak-anak itu siap?”Suara Nenek Hua terdengar pelan, tapi tajam, saat ia menyusun gulungan daun pahit ke dalam mangkuk tembaga. Asap tipis mengepul, membawa aroma yang menusuk hingga ke paru-paru.Kakek Mozi, berdiri di bawah pohon plum tua, tak langsung menjawab. Ia hanya menatap bocah yang duduk bersila di ujung pelataran altar batu. Xu Ming, diam, mata terpejam, napas lambat tapi berat, seperti menahan sesuatu di dalam tubuhnya.“Tidak ada yang pernah benar-benar siap, Hua,” kata Mozi akhirnya. “Tapi jika bahkan tulang-tulang muda Desa Batu kita tak mampu menanggung kerikil pertama di kaki mereka ini, kita yang tua ini hanya bisa berdoa…”Nenek Hua mendengus pelan. “Kau bicara seperti dewa, Pak Tua. Aku hanya ingin semua anak-anak ini menerobos dengan lancar. Termasuk Xu Ming... Aku sudah menganggapnya seperti cucuku sendiri. Aku hanya ingin dia menggenggam erat keinginannya, apa pun yang terjadi nanti.”Keduanya mengangguk sepakat, lalu berjalan pelan menuju altar batu

    Last Updated : 2025-04-23
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 6 : MENGUNGKAP SIAPA?

    Salah satu keistimewaan dalam jalan kultivasi adalah kemampuannya menembus batas tubuh, jiwa, dan waktu itu sendiri. Bagi manusia fana, hidup tak lebih dari serpihan musim. Seratus tahun dianggap panjang, namun bahkan usia itu pun kerap terputus di tengah jalan. Lain halnya dengan seorang kultivator. Meski tak berbakat, selama berhasil menembus Taraf Pertama: Penempaan Tubuh Dao, ia dapat memperpanjang hidup hingga dua atau bahkan tiga abad lamanya.Karena itu, langkah pertama dalam kultivasi bukan sekadar awal pelatihan, melainkan kelahiran kembali. Sebuah pemisahan dari kefanaan, menuju usia panjang yang hanya dimiliki oleh mereka yang terpilih. Malam itu, di Desa Batu, tampak sebuah perayaan sederhana. Anak-anak yang baru saja menyelesaikan upacara pendewasaan menari mengelilingi api unggun, tertawa dan saling bercanda. Namun bagi mereka yang memahami dunia Dao, ini bukan sekadar pesta. Ini adalah keajaiban. Simbol bahwa generasi baru telah lahir, anak-anak yang kini tak lagi terik

    Last Updated : 2025-04-25
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 7 : DAO QI NAGA ES

    "Tenangkan hatimu. Biarkan napasmu menyatu dengan bumi, dan biarkan Dao menunjukkan bentuk aslimu."Suara Kakek Mozi menggema lembut di aula latihan batu di sisi barat Desa Kayu. Pagi masih basah oleh embun. Aroma kayu, rumput liar, dan tanah yang lembab memenuhi udara, menghadirkan suasana sakral yang hening dan penuh harap.Sepuluh pemuda duduk bersila dalam lingkaran, mata terpejam, tubuh mereka tegak dalam keheningan. Mereka adalah generasi baru ksatria Taraf Satu, yang kini bersiap melangkah ke fase sejati dalam dunia kultivasi: membentuk pondasi Dao yang stabil.Kakek Mozi berdiri di tengah lingkaran, menggenggam tongkat bambunya."Setiap orang memiliki karakter Dao yang unik," ujarnya, suaranya tenang namun sarat makna. "Api, angin, batu, cahaya, racun, bahkan kehampaan... semua bisa menjadi dasar teknik Dao kalian. Namun karakter Dao itu tidak datang dari luar. Ia lahir dari dalam. Dari tulangmu. Dari napasmu. Dari jiwamu yang mulai bangkit."Ia mengangkat tangan kanannya. Sek

    Last Updated : 2025-04-25
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 8 : ROH API PRIMODIAL

    "Sepertinya Nenek belum pulang. Lebih baik aku bermeditasi kembali."Xu Ming duduk di tikar usang dalam pondok kayu, menggenggam liontin es yang sejak kecil menggantung di lehernya. Tak ada kata istirahat untuknya. Anak-anak lain seusianya masih tertawa-tawa, mengejar ikan atau mencari katak monster di sungai belakang lembah. Mere`ka sudah mencapai Taraf 1 dan merasa itu cukup. Tapi bagi Ming'er, ini tak cukup!Ia menutup mata, berusaha menstabilkan aliran Qi. Tapi tepat saat energi Dao mulai mengalir dari Dantian ke meridian, sebuah suara dingin muncul, menggema dari dalam liontin.“Teteskan darahmu. Alirkan Dao Qi ke liontin. Sekarang!”Xu Ming terlonjak, membuka mata lebar-lebar. “Siapa itu?!”“Jangan banyak tanya. Kau ingin menjadi kuat bukan? Lakukan!” titah suara misterius ituSuara itu dingin. Tegas. Tak memberi ruang penolakan. Darahnya berdesir. Dan entah kenapa, ia patuh. Tanpa ragu, ia menggigit jari, meneteskan darah ke liontin biru es di dadanya. Dalam sekejap, seluruh ru

    Last Updated : 2025-04-26
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 9 : API PRIMODIAL PERINGKAT 23

    Langkah kaki tua yang tertatih memasuki rumah kecil yang porak-poranda. Pintu yang tergantung miring berderit saat Nenek Hua mendorongnya perlahan, dan pandangannya langsung tertumbuk pada kekacauan yang tidak biasa.“Ming’er…?” suara seraknya pelan, tapi cukup menusuk ke dalam kesunyian sore itu.Dari balik pintu, sosok pemuda kurus tampak duduk bersila, tubuhnya bergetar lemah. Wajahnya pucat pasi, dan setitik darah segar menetes dari sudut bibirnya.Nenek Hua terdiam sejenak, lalu tersenyum sangat tipis. “Jadi kau… berhasil membentuk Dao Qi-mu sendiri…”Xu Ming hanya mengangguk lemah. Dengan satu gerakan cekatan, Nenek Hua mengeluarkan kuali tembaga dari cincin penyimpannya, dan dalam sekejap, nyala api berwarna ungu-merah muda menari dari telapak tangannya.“Lihat baik-baik, Nak. Ini bukan api biasa. Ini Api Kalajengking Sutra,” katanya, suaranya kini berubah tenang namun penuh kekuatan. “Dulu, ayahku hampir tewas karena racunnya, tapi dari sanalah api ini ditaklukkan dan diwarisk

    Last Updated : 2025-04-26
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 10 : PENOLAKAN ENERGI SPIRITUAL

    Xu Ming akhirnya menggenggam Benih Api di tangannya. Aroma hangat bercampur manis dari cahaya merah gelap itu menelusup ke paru-parunya, menenangkan namun juga memberi tekanan tak kasat mata ke setiap pori-porinya. Ia mengangguk pelan ke arah Nenek Hua.“Aku akan melakukannya… Nenek.”Wajah tua itu mengendurkan ketegangan, meski matanya tetap waspada. “Baiklah, tapi dengarkan baik-baik. Meski kau telah menerobos Taraf Kedua dan lautan jiwamu telah terbentuk, menjadi seorang Dan Shi bukan sekadar memiliki api. Kau harus menstabilkan semuanya dari awal.”Ia menepuk bahu Xu Ming, lalu mulai mengatur formasi pelindung di sekeliling mereka. “Pertama, lautan jiwamu. Kau telah membentuknya, tapi belum menstabilkannya. Arus spiritualmu masih liar. Tanpa kestabilan itu, kau bisa mati terbakar hanya dengan niat menyentuh Benih Api.”Xu Ming menarik napas. Ia duduk bersila, perlahan mulai memusatkan kesadarannya ke dalam. T

    Last Updated : 2025-04-27
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 11 : PIL PERTAMA BUATAN MING'ER

    "Sudah tiga hari, anak nakal itu tak datang ke tempat latihan!" Gerutu Kakek Mo menggema di antara jalur setapak berbatu Desa Kayu. "Apa dia sedang mengalami kebuntuan? Atau jatuh sakit? Hatiku gelisah sekali rasanya..."Langkahnya mantap tapi disertai ketidaksabaran yang tak biasa. Tongkat kayu tua menghantam bebatuan kecil di sepanjang jalan sempit yang jaraknya hanya lima menit dari pondoknya. Kabut pagi masih menggantung rendah di atas pucuk bambu, dan aroma tanah basah membumbung samar setelah hujan malam sebelumnya. Tapi bukan udara yang mengganggu batinnya, melainkan rasa cemas yang menancap di dada seorang tetua yang terlalu menyayangi cucu didiknya."Hua! Huaaa!" teriaknya lantang saat mendekati pekarangan pondok. “Apa ada masa—”Ucapannya terputus begitu kaki tuanya menyentuh lantai pekarangan yang berembun. Matanya membelalak. Mulutnya sedikit menganga.“Ming’er...? Dia... sedang mencoba memurnikan pil?”

    Last Updated : 2025-04-27

Latest chapter

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 25 : BING'ER TERBANGUN

    “Nenek… bisakah kau… meninggalkanku sendiri malam ini?”Nenek Hua yang tengah memeriksa kuali pemurnian menoleh cepat, alisnya berkerut. “Tunggu… Apa ada sesuatu yang salah? Bukankah Nenek perlu berjaga selagi dirimu menyerap Fussion Essence Pill itu?Xu Ming menggenggam pil penyatu esensi Dao erat, matanya menunduk dalam. “Aku tahu Nek… Tapi kali ini, aku harus menyerapnya sendirian. Ada… hal yang harus kulakukan. Sesuatu yang… untuk saat ini perlu dirahasiakan dari siapapun.”Nenek Hua memandangnya lama, napasnya berat seolah ingin membantah, tapi akhirnya hanya menghela panjang. “Baiklah… Nenek akan menuruti permintaanmu kali ini. Tapi ingat, jangan ceroboh dan mencelakai diri sendiri. Segera panggil nenek, jika sesuatu yang buru terjadi, mengerti?”Xu Ming mengangguk pelan. “Terima kasih, Nek.”Pintu kayu tertutup perlahan, menyisakan ruangan yang tiba-tiba terasa jauh lebih hening dan dingin. Angin malam menyelinap masuk melalui celah dinding, menyisakan desir tipis yang menyentu

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 24 : PEMURNIAN PIL BINTANG 3

    “Inti monster Taraf Tiga yang ke-91,” ucap Xu Ming sambil menyerahkan batu kristal merah keunguan itu ke tangan Nenek Hua.Wanita tua itu menerima dengan anggukan ringan. “Sembilan lagi. Pastikan tidak retak atau menghitam. Kalau energi dasarnya rusak, akan mengganggu kestabilan kuali.”Xu Ming duduk bersila di lantai batu. Napasnya masih terengah, sisa latihan aliran Qi pagi tadi belum sepenuhnya pulih. Kalung kristal es tergantung di lehernya, diam dan dingin seperti biasanya. Sudah hampir dua minggu sejak mereka kembali dari misi pengumpulan. Seratus inti monster Taraf Tiga itu bahan utama yang paling sulit dalam penyulingan Pil Penyatu Esensi Dao. Tim pemburu melakukannya bersama-sama, dan tidak mudah. Beberapa luka, beberapa hari terjebak, dan banyak tenaga terbuang.Nenek Hua tidak tahu pil ini sebenarnya bukan untuk apinya. Xu Ming kembali mengingat janjinya. Ia tidak boleh membocorkan siapa Bing-Bing sebenarnya. “Akhirnya 100 esensi monster taraf 3 ini sudah diperiksa satu pe

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 23 : MISI SELESAI

    “Hnghh... ada yang aneh... aliran Dao di tubuhmu meningkat?” suara serak Liang Fei terdengar memecah keheningan senja. Matanya menyipit, mengamati Xu Ming yang duduk bersila di atas batu datar.Aura hangat dan gemuruh halus mengalir dari tubuh pemuda itu, seperti suara sungai kecil yang baru menemukan jalur alirannya. Daun-daun kering bergetar lembut di sekelilingnya, digerakkan oleh hembusan angin tipis bercampur esensi Dao yang tersebar di udara.Xu Ming membuka matanya perlahan. Sorot matanya kini jauh lebih dalam, seperti cermin yang baru diasah kembali. Kilau cahaya senja terpantul samar di pupilnya. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya pelan. Seberkas cahaya tipis melapisi energi Dao yang berkilat di kulitnya sebelum menghilang, meninggalkan jejak keheningan yang sarat makna.“Aku menembus Taraf Dua tingkat menengah,” ujarnya pelan, seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri. “Sepertinya... karena pertarungan bert

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 22 : BALAS BUDI

    Liang Fei menggosok tengkuknya, lalu mendesah pelan. “Itu... benar-benar lebih parah dari yang kuperkirakan.”Ia melirik sejenak ke arah tangan kanannya, mengencangkan kepalan, memastikan semuanya masih utuh. Kulit di beberapa ruas jarinya masih memerah, tapi rasa nyeri yang tersisa seperti pengingat: bahwa ia telah melewati sesuatu yang nyaris tak mungkin.Lei Shan, yang duduk bersandar di batang pohon tua tak jauh darinya, hanya mengangguk sambil membenarkan ikat kepalanya yang longgar. “Tapi syukurlah, Kakak Kedua. Setelah kau berhasil, kita berempat akhirnya resmi menjadi pendekar Taraf Empat.”Suasana diam sejenak, seperti membiarkan kalimat itu mendarat di dada masing-masing. Pelan, Duan Wu berdiri, meregangkan bahu yang masih terasa kaku. Sendi bahunya berbunyi pelan saat diputar.“Hampir saja...,” gumamnya. “Tak terasa, genap enam puluh lima hari kita berkutat di sini.” Ia melirik ke arah Qi Bao yang

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 21 : TEROBOSAN

    Perburuan seratus esensi monster dihentikan sementara waktu, Desa kayu hari ini Tengah menghadapi kejadian besar yang akan dilakukan. Terobosan para anggota tim pemburu, akan dimulai hari ini. Di sisi lapangan, Han Su berdiri dengan tangan bertolak pinggang, tatapannya penuh semangat. Ia melirik ke empat sahabatnya yang duduk santai di atas batu besar."Bagaimana kondisi kalian?" serunya sambil merangkul bahu Liang Fei. "Sudah siap melakukan terobosan, bukan?"Liang Fei, yang wajahnya sedikit tegang hanya menyeringai dan menepuk dada berpura-pura seperti pria kuat. "Siap kapan saja, Kakak Han! Tubuh ini sudah gatal ingin meledak."Lei Shan, yang duduk tak jauh, tertawa mengejek, "Hmph, jangan membual. Kakak Kedua ini semalaman tak bisa tidur! Istrinya sampai menggerutu di depan rumahku. Katanya, 'Suamiku grasak-grusuk kayak anak kecil, muter-muter terus, gak mau tidur!'"Suara cekikikan kecil terdengar. Qi Bao hanya menahan tawanya sambil mengangguk setuj

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 20 : DAO SPIRIT BREAKING PILL

    "T-Tim pemburu kembali!" teriak seorang anak kecil dari menara kayu di utara desa.Teriakan itu langsung menggema ke seluruh penjuru Desa Kayu. Dalam hitungan detik, penduduk yang sedang memperbaiki pagar, menambal atap, atau mengolah ladang, semua berlarian menuju lapangan tengah. Di tengah riuh itu, Xu Ming yang masih bersandar di ranjang pondok, menggenggam tongkat kayu di sisinya. Wajahnya pucat, tapi matanya bersinar penuh semangat."Nenek Hua... tolong tuntun aku ke sana," pintanya, suaranya lirih namun tegas.Nenek Hua mendengus seolah ingin memarahinya, tapi pada akhirnya ia hanya menghela napas panjang. Dengan sabar, ia memapah Xu Ming berdiri, membiarkannya bersandar di tongkat, dan bersama-sama mereka berjalan menuju kerumunan yang semakin padat.Saat mereka tiba, pemandangan yang menghangatkan hati terbentang di hadapan mereka. Liang Fei, Qi Bao, Lei Shan, dan Duan Wu seluruh anggota Tim Pemburu tengah berdiri gagah, meskipun tubuh mereka lusu

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 19 : KERAS KEPALA

    Suasana di pondok Nenek Hua membeku dalam ketegangan. Kata-kata tentang "seratus monster taraf tiga" bergema dalam pikiran semua orang, menimbulkan rasa takut yang mencekik. Namun Xu Ming, yang masih bersandar lemah di ranjang, perlahan menggenggam erat selimutnya. Tatapan matanya yang buram kini mulai menunjukkan kilatan tekad."Aku... akan bertarung," bisiknya.Nenek Hua membungkuk, wajahnya penuh kekhawatiran. "Ming'er, kau bahkan berdiri saja belum kuat. Bagaimana mungkin…"Han Su maju selangkah, wajahnya serius. "Tidak. Kali ini kami yang berburu." Ia menghela napas berat sebelum melanjutkan, "Tapi kami tak bisa berjanji seberapa lama waktu yang kami butuhkan untuk menyelesaikan pemburuan seratus esensi monster taraf tiga. Kami hanya bisa menjanjikan, paling banyak dua esensi dalam sehari, dan paling sedikit satu."Xu Ming terdiam. Di matanya tergambar konflik batin yang dalam. Ia tahu, setiap hari yang berlalu adalah taruhan pada harapan tipi

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 18 : PIL PENGUMPUL ESSENSI

    Suasana dalam pondok kecil Nenek Hua yang sederhana itu terasa hening dan berat. Aroma ramuan pahit dan asap dupa memenuhi udara, membuat napas terasa berat. Di ranjang kayu besar di tengah ruangan, Xu Ming, pahlawan kecil Desa Kayu, masih terbaring dengan wajah pucat pasi. Tubuhnya lemah, namun nafasnya perlahan mulai stabil setelah seminggu penuh dalam ketidaksadaran.Di sisi tempat tidur, Kakek Mozi duduk berjaga. Matanya yang tua namun tajam mengawasi Xu Ming dengan penuh kekhawatiran. Ia belum meninggalkan sisi ranjang itu sejak Xu Ming ambruk pasca pertempuran berdarah oleh organisasi bandit taring serigala yang membantai seluruh desa itu.Tiba-tiba, jari Xu Ming yang kurus bergerak sedikit. Kelopak matanya bergetar... lalu perlahan terbuka. Kakek Mozi, yang hampir tertidur, langsung melonjak berdiri, matanya membelalak penuh kegembiraan. Suaranya pecah, penuh emosi."Hua! Ming'er! Xu Ming terbangun! Hua, cepat kemari! Dia bangun!" teriaknya keras.

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 17 : PEMBANTAIAN ES

    "Bing'er... Aku mohon... tolong aku..."Kabut darah menggantung di atas Desa Kayu. Tubuh Xu Ming terkapar, hampir tanpa nyawa. Dunia berputar di sekelilingnya suara teriakan, benturan senjata, semua memudar menjadi dengung sepi. Dalam kehampaan itu, sebuah suara lembut menggema dari dalam dirinya. Seperti bisikan hangat di musim dingin.“Istirahatlah, Nak. Serahkan sisanya pada yang mulia ini…”Seperti petir dalam keheningan, energi es meledak dari tubuh Xu Ming. Pilar cahaya biru keperakan menghantam langit. Angin menderu. Butiran salju pertama jatuh di musim panas yang membara ini. Xu Ming melayang perlahan, tubuhnya diselimuti kabut es yang bergolak. Luka-lukanya berhenti berdarah. Aura es membekukan udara di sekelilingnya.Matanya membuka, seluruhnya putih, bersinar seperti bintang beku. Sebuah suara, bukan suara Xu Ming, menggema dari bibirnya, berat, penuh wibawa.“Berani sekali kalian para tikus seperti kalian menyen

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status