Home / Fantasi / The New World / Chapter 6. Bocah Sirkus

Share

Chapter 6. Bocah Sirkus

Author: Y-Rin
last update Last Updated: 2021-09-11 21:02:46

Lamunannya terinterupsi ketika bus berhenti di halte tujuannya. Hujan kembali turun saat ia turun dari bus, membuat Lock harus berlari menembus hujan hingga ke gedung apartemennya.

Saat dalam perjalanan naik tangga menuju kamarnya yang ada di lantai 3, Lock menyadari bahwa ia basah kuyup dan jejak kakinya mengotori lantai. Mau tidak mau, bayangan tetangganya yang akan menghujaninya dengan 1001 sumpah serapah, terbayang di benak Lock. Bibi sebelah kamarnya selalu mencari hal untuk memarahi Lock, bahkan hingga ke hal-hal yang tidak masuk akal seperti ini:

“Bunga-bungaku selalu layu di tempat ini! Tidak ada hawa kehidupan sama sekali yang bisa membuatnya mekar dengan indah!”

Dia melotot seolah-olah Lock adalah sumber tragedi yang membuat bunganya layu. Saat itu, Lock menjawab dengan wajah serius.

“Itu karena Bibi terlalu banyak tersenyum pada bunga itu.”

Sebelum wanita itu memproses makna jawabannya, Lock menyelinap masuk ke kamar dan tidak keluar hingga keesokan harinya.

 Mengingat kejadian tersebut membuat ekspresi wajah Lock menjadi bertambah datar dan suram, tetapi ternyata hari itu tetangga yang ia cemaskan tidak ada – setidaknya yang versi dewasa. Sebagai gantinya, seorang wanita berusia pertengahan 20 tahun sedang duduk meringkuk di depan kamar sebelahnya dalam keadaan basah kuyup seperti Lock.

Wanita itu berambut pirang panjang dengan wajah kaku dan bibir tipis yang terlihat garang. Dia sangat mirip dengan ibunya – dan mempunyai perangai yang mirip pula. Lock tidak ingin berurusan dengan keluarga tetangganya, jadi dia pura-pura tidak melihat wanita itu dan cepat-cepat membuka pintu kamarnya.

“Kau bahkan berpura-pura tidak melihatku?”

Pintu kamar Lock sudah setengah membuka saat ia membeku. Lock tidak punya pilihan lain selain menoleh dan berkata, “Oh, halo. Aku tidak melihatmu tadi.”

“…Apa kau tidak bisa berbohong lebih baik lagi? Dan berhenti tersenyum palsu begitu. Aku muak melihat gigimu.”

Lock mengamati Orim yang berwajah suram dan lelah, sangat tidak seperti biasanya. Lock bertanya basa-basi, “Apa yang terjadi? Mengapa kau basah seperti tikus got?”

“Kau mau mati?”

‘Apa dia bertengkar?’ pikir Lock saat menyadari bahwa pintu kamar di belakang Orim terbuka sedikit. Lock mengangguk yakin. Ia tidak ingin ikut campur urusan tetangganya dan memilih untuk undur diri dengan sopan.

“Hati-hati masuk angin.”

Orim memberinya tatapan garang dan bergumam. “Bocah brengsek.”

Lock buru-buru masuk ke dalam kamar tanpa berkata apapun lagi. Begitu ia masuk ke dalam kamarnya yang gelap dan pengap, Lock mendesah panjang, bersyukur tidak harus mendengar omelan tetangganya. Namun, itu tidak berarti Lock menghadapi ketentraman dan ketenangan karena beberapa saat kemudian, bisikan samar terdengar di telinganya.

[Kau harus pergi…. Aku tidak punya waktu lagi. Lock, kemarilah....]

Lock percaya keanehan di sekelilingnya akan semakin besar dan besar.

Tanpa mempedulikan bisikan samar tersebut, Lock pergi ke dapur untuk mengambil air  dari lemari es. Ia sudah terbiasa mendengar bisikan itu selama setahun lamanya. Bisikan itu terus berulang dengan kalimat yang sama beberapa kali dalam sehari sehingga Lock mulai membayangkan bisikan itu adalah dendang lagu. Bahkan Lock bisa bernyanyi menggunakan kata-kata itu saat ia sedang mandi.

Sambil minum, Lock berjalan menuju cermin dalam keremangan senja. Sejak setahun yang lalu, ia mulai lebih sering bercermin – terutama di dalam kegelapan. Ia mengamati bayangan wajahnya dalam cermin dengan tenang dan meninggalkan cermin itu beberapa saat kemudian saat ia memastikan bahwa tidak ada lagi yang berubah pada dirinya.

Pada pantulan cermin, mata kanan Lock bersinar kemerahan.

*

“Hei, Haru! Apa kau tidak bisa bergerak lebih cepat lagi?”

Di sebuah gedung yang berbau pesing dan apak, seorang pria kecil berdecak dengan raut wajah garang. Pria itu memiliki tubuh sedikit bungkuk dengan leher pendek seperti kura-kura, rambut ikal berminyak, janggut kotor yang tidak dicukur berhari-hari, dan luka memanjang yang menggores bagian wajah kanannya. Orang-orang tidak akan mengira dia adalah Joe, yang selalu tersenyum dan sukses mengundang tawa penonton saat berada di atas panggung. Kenyataan bahwa ia sekarang jauh dari kata ramah apalagi lucu, memelototi seorang anak kecil kotor dan kurus yang merangkak di dekat kakinya, tidak akan pernah terbersit di pikiran siapapun.

Para pemain sirkus lain yang sedang berlatih di dalam gedung yang sama, menghiraukan pemandangan tersebut. Mereka diam-diam mendesah lega karena tidak menjadi sasaran kebengisan Joe. Tidak ada gunanya menghentikan Joe, pria mengerikan yang sekaligus menjadi ketua rombongan sirkus Red Carnaval. Joe gampang naik pitam dan tidak segan-segan memukul atau melakukan hal yang mengerikan kepada mereka semua bila ia sedang marah.

Tidak ada yang berani melawannya karena Joe memiliki banyak anak buah dan berteman dengan para preman. Selain itu, pada dasarnya para rombongan sirkus yang mengikuti Joe adalah ‘peliharaan’. Mereka tidak ada bedanya dibandingkan gajah, simpanse, atau macan, yang dipelihara oleh rombongan.

Bocah laki-laki yang saat ini menjadi bulan-bulanan Joe adalah Haru, yang sedang meringkuk di tanah seperti seonggok lap kumal. Pemandangan sesosok tubuh kurus kekurangan gizi yang penuh luka dan lebam tidak membuat Joe jatuh kasihan. Alih-alih demikian, Joe berjongkok di depan bocah tersebut dan menjambak rambutnya untuk mengamati wajah kecil Haru.

Haru menatap manik mata Joe tanpa berkedip. Walau mata kirinya bengkak parah hingga tidak bisa terbuka, Haru memandangi tatapan licik Joe dengan menantang tanpa rasa takut. Hal tersebut membuat Joe tertawa terbahak-bahak. Ia menampar-nampar wajah Haru.

“Bocah pemberani kau, ya?” cemoohnya tiap kali ia menampar Haru dengan pelan. “Bukan hanya membuat binatang peliharaanku kabur, kau ingin pergi dariku sebelum kau membayarku? Hah? Aku membelimu. Kau seharusnya menurut padaku.”

Tamparan itu kemudian menjadi semakin keras.

“Memangnya apa yang bisa kau lakukan di luar sana? Kau itu bocah yang dijual oleh sanak saudaramu sendiri. Kau pikir diluar sana ada orang lain yang menginginkanmu, hah!?”

Darah mengalir keluar dari mulut Haru ketika tamparan itu berubah menjadi pukulan yang sangat menyakitkan.

“Kau tahu apa yang dikatakan orang-orang diluar tentangmu? Anak seorang pembunuh. Kau pikir dengan lari dariku bisa membuatmu terbebas!?”

“Joe, cukup.” Seorang asisten terdekat Joe akhirnya bertindak. Ia menangkap tangan Joe saat hendak melayangkan pukulan lagi. “Cukup. Dia bisa mati jika kau terus melakukannya.”

Haru sudah setengah sadar. Tubuhnya lunglai seperti sayuran layu dan mulutnya mengeluarkan darah segar. Beberapa giginya yang tanggal terjatuh di lantai yang penuh bercak-bercak darahnya. Kondisi bocah itu sangat menyedihkan hingga mungkin sanggup membuat seorang preman kampung meneteskan air mata. Namun tentu saja tidak berlaku bagi Joe. Setelah mengamati Haru sesaat, Joe melepas tangannya yang memegang rambut Haru begitu saja, membuat tubuh bocah itu merosot di lantai kotor.

Joe bangkit berdiri setelah meludahi Haru. Setelah itu, ia mengambil rokok dari kantongnya dan memanggil seseorang. “Hei, kau! Obati anak ini dan masukan dia ke dalam kandang.”

Tidak ada yang melawan Joe. Joe berkata lagi pada Haru sebelum memanggil semua rombongan untuk makan malam.

“Kau sebaiknya berusaha lebih keras lagi untuk menggantikan kerja simpanse-ku yang kabur karena ulahmu. Paham!?”

Tanpa menunggu jawaban, Joe berlalu dari ruang latihan bersama dengan iringan pemain sirkus di belakangnya. Seseorang mengobati luka Haru asal-asalan dan menyeret bocah itu ke dalam kandang simpanse yang sekarang kosong. Setelah itu, lampu ruang latihan dipadamkan, meninggalkan Haru yang meringkuk sendirian di dalam kegelapan.

Haru berpikir di tengah kesadarannya yang mulai menghilang.

‘Aku harus membunuhnya. Aku akan membunuhnya. Aku akan membunuhnya berkali-kali.’

Tanpa ia sadari, air mata mengalir dari matanya yang bengkak.

‘Kenapa aku tidak bisa apa-apa? Aku.. aku.. kenapa aku tidak mati saja?’

Ia teringat semua yang dialaminya hingga harus berakhir di dalam neraka ini. Dadanya sesak, setiap inci tubuhnya sakit, dan Haru masih hidup. Air matanya terus mengalir. Ia kelelahan dan ingin berhenti.

Namun kemudian wajah Joe terbayang di benaknya. Tubuh Haru seketika membeku dan tangan kecilnya perlahan mengepal dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih dan ia merasakan kuku tajamnya menghujam kulit telapak tangannya.

‘Tidak, aku tidak boleh mati. Aku akan membunuhnya terlebih dahulu sebelum aku mati. Bedebah itu. Aku akan membunuhnya. Aku akan..’

Malam itu, bocah sirkus Haru hidup dengan penuh harapan dan kebencian. Tiap hari ia menjalani hari-harinya dengan penuh tekad. Tiap malam ia memikirkan cara membunuh Joe dan anteknya. Ia selalu membayangkan bagaimana wajah sekarat Joe, dan itu membuatnya senang.

Ironisnya, hal itulah yang membuat Haru bertahan hidup hari demi hari. Ia terus menunggu kesempatan bagus dimana ia bisa membunuh Joe dan mengakhiri hidupnya dengan damai.

‘Tidak, aku harus menjadi sedikit lebih kuat agar dia semakin tersiksa...’

Pada akhirnya, dua tahun berlalu begitu saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The New World   Chapter 146. Perdebatan

    Ian menghentak-hentakan kaki dengan tidak sabar.“Kenapa kau tidak melakukan apapun!?” serunya marah.Lock berusaha mengabaikan bocah itu selama beberapa hari terakhir, tapi tampaknya tak begitu berhasil. Bukannya berhenti berbuat ulah, Ian malah menjadi-jadi. Benar-benar tipikal bocah menyebalkan. Akhirnya, Lock membuka mata dan menoleh.“Aku sedang melakukan sesuatu.”“Apa? Mengupil? Tidur? Kau tidak melakukan apapun selama beberapa hari ini!”Lock mendesah. Ia tidak menyangka akan tiba hari dimana ia lebih memilih mendengar celotehan Iophel dan Rael dibandingkan orang lain. Bagi Lock sekarang, rengekan Iophel bagaikan nasihat bijak Ibu-ibu, dan kesarkastisan Rael terdengar seperti senandung puji-pujian. Suara Ian? Seperti hewan yang disembelih.“Kau melihat sendiri aku babak belur, ‘kan? Aku sedang menyembuhkan diri.”Ian mengerutkan kening. “Kau terlihat amat san

  • The New World   Chapter 145. Upacara Pernikahan

    “Tuan Putri dan kakakku akan melangsungkan upacara pernikahan sebentar lagi – setelah mereka pulang dari Easteria. Hari ini mereka berdua tiba di Istana Easteria dan aku.. aku mulai tidak tenang..” Rigan meragu sejenak. Ia mencondongkan tubuh dan meminta Lock untuk mendekat. “Akhir-akhir ini, Ares melakukan hal yang sangat mencurigakan. Dia sering pergi malam-malam, melewati jalur belakang dan membawa beberapa orang berpakaian serba hitam. Pada saat kembali ke Istana, biasanya ia akan membawa peti-peti besar yang dibawa ke ruang bawah tanah. A, aku mulai berpikir bahwa apapun yang ia lakukan dengan peti itu, berhubungan dengan.. sesuatu yang tidak baik.”Lock mendengarkan Rigan dengan tenang. Ia sama sekali tidak terkejut mendengarkan berita tersebut. Namun, keraguan Rigan saat mengatakan ‘sesuatu yang tidak baik’ itu membangkitkan keingintahuan Lock.‘Apa yang bakal ia katakan? Sepertinya dia hendak menyebutkan sesuatu t

  • The New World   Chapter 144. Kunjungan Tengah Malam

    Beberapa jam kemudian, di sebuah ruangan bawah tanah yang berbau pengap dan lembab, Lock Easton membuka matanya. Dia melihat langit-langit rendah dan kotor yang sekarang mulai terlihat familiar baginya yang telah menginap disana selama 2 hari belakangan. Ia melirik sekilas ke sudut ruangan, tempat Ian sedang tertidur. Yakin bahwa bocah tersebut benar-benar tertidur, Lock bangkit berdiri dan menghampiri pintu.“Kau berhasil bertemu dengan kakek itu?” Lock bertanya sambil berjalan naik ke arah pintu.“Kakek itu terlalu mencurigakan.” Suara Rue terdengar dari balik pintu. Lock tertawa kecil. “Memang.”“Aku mendengar pembicaraan anak buah Ares bernama Gin. Mereka berencana untuk menjual bocah itu setelah upacara pernikahan.”Lock melirik Ian yang bergumam sendiri seperti sedang bermimpi buruk. Bocah itu terlihat menyedihkan.“Mereka tidak akan mendapatkan banyak uang dengan menjualnya.

  • The New World   Chapter 143. Sang Penjaga

    Di bawah lampu remang-remang, sesosok bocah kurus dan kotor yang memiliki ekspresi keras kepala, licik, dan juga menjengkelkan, muncul dari balik bayang-bayang.“Ta-raaa!” Hiro berseru sembari menunjuk Ian. “Kejutan! Ini bocah yang begitu kau sayangi! Pelipur lara saat kau mendengar wanita yang mirip dengan mantan kekasihmu, menikah!”Tetapi, Lock tidak mendengarkan apapun yang dikatakan Hiro. Ia hanya menatap Ian tanpa berkedip.“Bagus sekali,” kata Lock datar. “Apa mereka menyembelih babimu atau apa disini?”Ian memberengut. “Maxi berhasil pergi!” serunya dengan suara melengking menjengkelkan. Bocah itu terlihat marah, yang mana membuat Lock begitu heran. “Kenapa kau lemah sekali? Katamu kau kuat! Kenapa kau membiarkan mereka menculikmu!?”“Maaf?” Hiro memandangi Ian dan Lock bolak balik sambil bersedekap. “Apa aku salah dengar? Siapa yang kuat?”

  • The New World   Chapter 142. Terkurung

    “Aku sebenarnya tidak yakin apakah air ini dapat membuatmu tersadar, tetapi aku selalu ingin melakukannya.”Dan suara itu. Lock melirik untuk melihat seraut wajah yang ‘sangat’ ia rindukan. Saat melihat wajah berminyak itu, Lock mendadak sadar dia tadi bermimpi.“Ini benar-benar menyegarkan,” ujar Lock. “Terima kasih.”Travis menyipitkan matanya. “Sepertinya kau suka disiram.”Lock berusaha menarik tubuh bagian atasnya. “Tidak, tapi aku suka disadarkan,” katanya. “Aku senang mengetahui bahwa aku tidak melihatmu di dalam mimpi.”“Aku pun tidak suka melihatmu, bahkan di dalam kehidupan nyata.”“Cukup adil.” sahut Lock, nyengir. Ia kemudian mengedarkan pandang ke sekelilingnya.Dia berada di sebuah ruangan lapang berpenerangan remang-remang. Ditilik dari tak adanya jendela dan kelembaban ruangan tersebut, Lock yakin ia ten

  • The New World   Chapter 141. Kalah Telak

    Itu sakit sekali hingga nyaris membuat Lock berpikir untuk pura-pura pingsan. Tetapi, ia tak melakukan itu. Belum, karena ia sedang mempersiapkan rasa sakit lain yang mungkin akan muncul sebentar lagi.‘Oh, dan ngomong-ngomong..’Lock tak punya waktu banyak untuk berpikir lebih lama. Jadi, dia mengerahkan kesempatannya yang terakhir untuk menoleh ke arah Maxi yang masih mengamuk.Manipulatif Aura.Bukan hanya Maxi yang terpengaruh, tetapi juga Gin. Mereka terbelalak dengan wajah penuh ketakutan, satu dengan wujud binatang, satunya lagi dalam bentuk manusia. Tentu saja Lock mengabaikan Gin.“Pergi.” katanya, memberi perintah pada Maxi. Suaranya mengandung aura yang begitu intens.Mata Maxi seketika tampak begitu kebingungan dan takut. Ia menguik dan terhuyung mundur selama beberapa detik sebelum ia kemudian berbalik dan pergi melarikan diri.“Jadi, kau melakukan ini semua untuk menyelamatkan babi? Betapa m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status