Cermin Ketiga
Seorang wanita dewasa bernama Arsita Damar, seorang arkeolog dan dosen di Jakarta, menemukan sebuah cermin tua dari abad ke-17 di ruang bawah tanah universitas. Tanpa sadar, cermin itu adalah portal menuju dunia paralel — dunia yang terlihat sama, tapi diatur oleh kultus rahasia bernama Kaleidos, yang menyembah entitas kuno bernama “Yang Terpantul”.
Semakin jauh ia masuk ke dunia itu, semakin ia menemukan kenyataan bahwa:
Versi dirinya di dunia paralel adalah pemimpin kultus.
Orang-orang di sekelilingnya punya versi lain yang jahat, atau sebaliknya.
Semua dunia itu saling terhubung oleh cermin-cermin tertentu yang tersebar di berbagai belahan dunia — termasuk Jepang, Islandia, dan Indonesia Timur.
Dan rahasia terbesarnya:
> Dunia paralel bukan hanya dua. Ada lebih dari tiga. Dan di salah satunya, waktu berjalan mundur.
Baca
Chapter: Bab 10 : Dunia Tanpa ArsitaSiap, kita lanjut ke:---Bab 10: Dunia Tanpa ArsitaDua bulan setelah Gerbang Ketujuh tertutup, dunia perlahan-lahan kembali seperti semula.Jakarta tak lagi dipenuhi kabut gelap seperti sebelumnya. Orang-orang kembali bekerja, sekolah, berkumpul — seolah-olah tidak ada yang pernah terjadi.Tapi bagi Reyhan, dunia tak pernah benar-benar kembali normal.Ia duduk sendiri di taman Menteng, memandangi cermin kecil yang selalu ia bawa ke mana pun: cermin yang dulunya milik Arsita, namun sekarang ada pada dirinya.Cermin itu kini buram. Tapi sesekali, di sudutnya, muncul bayangan samar — seperti senyum seseorang yang sangat ia kenal.> “Lo janji buat balik… Tapi gue tahu lo gak bisa.” gumam Reyhan dengan perasaan yang kacau.---Perubahan dalam diri ReyhanReyhan bukan lagi pria biasa. Setelah tersentuh oleh Dimensi Kelima dan nyaris diserap oleh Kaelis, ia membawa sesuatu yang aneh dalam dirinya:memori dari semua versi dirinya di dunia paralel.Ia bermimpi tentang kehidupannya sebagai te
Terakhir Diperbarui: 2025-04-07
Chapter: Bab 9 : Dimensi Ketujuh - Dunia Tanpa AturanSiap, kita lanjut ke:---Bab 9: Dimensi Ketujuh — Dunia Tanpa AturanArsita membuka mata. Tapi ia tidak merasakan apa pun — tidak gravitasi, tidak suara, bahkan tidak detak jantungnya sendiri.Sekelilingnya gelap, tapi bukan kegelapan biasa. Ini adalah kegelapan yang hidup, yang berdenyut seperti sedang bernapas.> “Selamat datang di Dimensi Ketujuh,” suara tak dikenal bergaung di dalam pikirannya. “Di sini, waktu adalah ilusi. Diri adalah pilihan. Dan ingatan… bisa dibeli.”---Ruangan Tanpa ArahIa melayang di ruang kosong, lalu tiba-tiba tanah muncul di bawah kakinya — terbuat dari pasir yang terasa seperti air.Bangunan mulai terbentuk di sekelilingnya, bukan karena ada konstruksi, tapi karena Arsita mengingatnya.Kelas SMA-nya. Lorong rumah sakit. Kamar Reyhan.Setiap memori menciptakan realitas.> “Kamu bisa tinggal di sini selamanya, kalau mau,” suara itu lagi. “Jadi versi dirimu yang paling bahagia. Tanpa luka. Tanpa kehilangan.”Tapi Arsita tahu… itu jebakan.---Pertemuan d
Terakhir Diperbarui: 2025-04-07
Chapter: Bab 8 : Peperangan yang TerselubungSiap, kita masuk ke:---Bab 8: Peperangan yang TerselubungSaat Arsita kembali dari dimensi kelima, dunia yang ia kenal sudah mulai berubah.Langit Jakarta berwarna kelabu permanen. Orang-orang berjalan cepat dengan tatapan kosong, seolah sedang dikendalikan oleh pola pikir yang sama. Di layar-layar raksasa kota, tayangan propaganda mulai muncul:> "Keseimbangan telah datang. Berterima kasihlah pada pantulanmu."Arsita terhuyung saat menjejakkan kaki di realitasnya sendiri. Tapi dia tidak sendirian. Dari balik bayangan, Ni Luh Gendis muncul, dibantu seorang pria asing dengan jas hitam dan kalung logam: Jonathan Blackwell, mantan anggota Kaleidos cabang London yang membelot.> “Kamu bawa sesuatu dari sana?” tanya Jonathan tanpa basa-basi.Arsita mengangguk pelan. Dari dalam kantong bajunya, ia mengeluarkan kepingan kristal reflektum, kunci yang bisa menyegel atau membuka permanen Gerbang Antar Dimensi.---Ráven/“Reyhan” kini sudah jadi figur pemujaan di kalangan para pengikut Kaleido
Terakhir Diperbarui: 2025-04-07
Chapter: Bab 7 : Pantulan yang HidupOke, kita lanjut ke:---Bab 7: Pantulan yang HidupLangit berubah menjadi merah tua. Matahari seolah menghilang, digantikan oleh lingkaran cahaya gelap — gerhana total yang tidak seharusnya terjadi hari itu.Burung-burung menghilang. Jam-jam berhenti berdetak.Waktu… membeku.Reyhan — atau Ráven, seperti ia menyebut dirinya — berdiri tegak di tengah ritual yang gagal dihentikan. Dari tubuhnya keluar gelombang energi hitam, membuat pohon-pohon sekitar membusuk dalam sekejap.> “Gerbang Ketiga telah dibuka,” gumamnya, “dan dimensi kelima… sudah mengirim panggilannya.”Ni Luh Gendis jatuh bersimpuh, tubuhnya melemah. “Dia terlalu kuat… waktu kita hampir habis…”---Arsita menggigit bibirnya. Ia tahu, satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Reyhan adalah menyeberang sendiri ke dimensi kelima. Tapi belum ada yang pernah kembali dari sana utuh.Risa berdiri di pinggir lingkaran ritual dan berkata, seolah tahu isi hati Arsita:> “Kamu bisa pergi ke sana, Sita. Tapi jangan kaget kalau kamu ma
Terakhir Diperbarui: 2025-04-07
Chapter: Bab 6 : Penjaga Gerbang WaktuSiap, kita lanjut ke:---Bab 6: Penjaga Gerbang WaktuReyhan terdiam, tubuhnya bergetar. Matanya berkedip cepat seolah sedang melawan sesuatu dari dalam. Arsita menggenggam bahu rey dengan erat, membisikkan namanya berulang - ulang kali.“Rey… kamu masih di sini, kan?”Reyhan tiba-tiba menjerit — suara yang keluar bukan hanya satu, tapi dua. Satu suaranya sendiri, satu lagi… suara yang sama persis, hanya terdengar lebih dingin dan sinis.> “Aku bukan dia. Tapi aku dari dia. Dan jika waktunya tiba, hanya salah satu dari kami yang boleh hidup.” jawab rey yang terdengar tidak biasa. ---Risa menyeringai. “Itu tanda jiwa ganda. Lahir saat gerhana total berarti dia memiliki dua roh dalam satu wadah: satu dari dunia ini, satu lagi dari dunia pantulan.”Arsita menatap Reyhan dengan ngeri. “Dan kalau dua-duanya aktif?”Risa mengangkat bahu dan menjawab dengan santai. “Salah satunya harus mati. Atau keduanya akan membelah dunia jadi dua.”---Mereka kembali ke masa kini lewat cermin waktu, t
Terakhir Diperbarui: 2025-04-07
Chapter: Bab 5 : Jakarta, 1967 --- Bab 5: Jakarta, 1967 Cahaya cermin itu menyilaukan. Rasanya seperti ditarik oleh pusaran angin dingin yang menembus tulang. Saat Arsita membuka matanya, ia tergeletak di atas trotoar basah. Suara klakson mobil tua dan aroma knalpot menyengat menandakan satu hal: ini bukan Jakarta sekarang. Di seberangnya, terlihat spanduk besar bertuliskan: “Selamat Datang Mahasiswa Baru – Universitas Nusantara, 1967” Arsita bangkit, lalu melihat sekeliling. Reyhan muncul tak lama kemudian, wajahnya linglung. “Kita… beneran balik ke masa lalu?” Risa berdiri tak jauh dari mereka, mengenakan pakaian seperti mahasiswi era 60-an, rambut disanggul rapi. Ia tersenyum penuh kemenangan. > “Selamat datang di titik awal. Di sinilah kultus Kaleidos lahir. Dan di sinilah semua kebenaran dikubur.” --- Mereka menyusuri halaman kampus lama yang masih berdiri megah. Gedung tua yang di masa depan sudah jadi bangunan rusak, kini terlihat bersih dan sibuk. Mahasiswa-mahasiswi berlalu lalang. Tapi ada aura
Terakhir Diperbarui: 2025-04-07