Chapter: Bab 184 – Antara Berita Baik dan Buruk (Epilog)POV EleanorHari demi hari kami lewati dengan penuh bahagia. Dari sebuah pilihan kecil membuat hidup kami begitu harmonis hingga tak terasa kini telah menginjak satu bulan kami tinggal di New Zealand. Grayson bahkan sudah mulai lihai memasak. Dan aku begitu menikmati masakannya yang nyaris jauh lebih enak dariku.Sinar matahari musim semi menyusup melalui jendela kamar, menyentuh kulitku yang mulai pucat. Aku duduk di tepi ranjang, tanganku refleks mengusap perutku yang masih rata, meski aku tahu di dalam sana ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang kecil, rapuh, tapi menjadi alasan baruku untuk hidup.Aku menatap Grayson yang berdiri tak jauh, sibuk membuka tirai sambil menoleh ke arahku. Wajahnya tampak lebih tenang dibandingkan beberapa minggu lalu, tapi aku tahu di balik matanya selalu ada kegelisahan yang tak pernah sepenuhnya pergi.“Gray…” suaraku lirih.Ia segera menoleh, mendekat, lalu duduk di sampingku. &
Last Updated: 2025-09-20
Chapter: Bab 183 – New ZealandPOV EleanorSetelah menikah kemarin, Grayson tak memberi jedah untuk kami. Grayson mengatakan ingin memberikanku sebuah hadiah pernikahan yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Ia menutup mataku dan ia membawaku menaiki sebuah jet pribadi yang sudah siap di halaman meski aku bahkan belum mandi pagi itu.Dan saat kami tiba, Grayson membuka penutup mataku. Sontak aku sangat terkejut. Tempat yang terlalu indah, penuh ketenangan.Aku menutup mulut dengan kedua tanganku.“Selamat datang di New Zealand istriku…” ucap Grayson dengan senyum yang begitu mengembang.Air mataku tak bisa tertahan lagi. Haru dan bahagia semakin tak terbendung lagi.“Gray… ahh terima kasih hadiah pernikahannya…” Aku masih menatap keseluruh penjuru dengan perasaan takjub.“Apa kamu menyukai tempat ini?”“Yah! Tentu…” mataku masih berkaca-kaca“Kalau be
Last Updated: 2025-09-19
Chapter: Bab 182 – Pernikahan KeduaPOV EleanorUdara sore di luar kapel kecil itu terasa tenang, seolah angin pun menahan napas menyaksikan momen yang akan datang. Kapel tua di atas bukit yang dibelakangnya ada pantai yang indah, jauh dari hiruk pikuk dunia mafia, berdiri sederhana namun anggun. Dinding batu putih yang sudah berlumut tetap berdiri kokoh, sementara cahaya matahari senja menembus kaca patri, memantulkan warna merah dan emas di dalam ruangan.Aku—Eleanor—berdiri di depan cermin tinggi dengan gaun putih cantik nan elegant. Tidak ada kemewahan berlebihan, hanya renda lembut yang membalut tubuhku. Tanganku bergetar saat menyentuh kaca, seolah aku belum percaya bahwa hari ini akhirnya tiba.Suara pelan terdengar di pintu. “Eleanor…” Itu suara Clara. Ia masuk perlahan, mengenakan gaun biru gelap yang anggun. Tatapannya melembut saat melihatku. “Kau terlihat… indah. Bahkan lebih indah daripada yang bisa kubayangkan.”
Last Updated: 2025-09-18
Chapter: Bab 181 – Pernikahan KeduaPOV GraysonSetelah rapat dengan Vincent, Clara, dan Damien berakhir, aku duduk sendirian di ruang kerja. Lampu meja menyinari berkas-berkas yang berserakan, tapi pikiranku tak lagi berada pada dokumen atau strategi. Jemariku berhenti di atas layar ponsel. Nomor yang sudah lama tersimpan, tapi jarang sekali kugunakan.Nomor ibuku.Aku menarik napas panjang, menekan tombol panggil. Suara sambungan terdengar, dan detik-detik itu terasa seperti menunggu vonis.“Gray?” suara ibuku akhirnya terdengar, lembut, hangat, tapi juga penuh keheranan. “Hallo sayang... tumben kamu telfon ibu, ada apa sayang?”Aku menutup mata sejenak, mencoba menahan gejolak emosi. “Ibu… aku ingin kau datang besok.”“Besok?” suaranya terdengar bingung. “Untuk apa? Kau jarang mengundangku mendadak seperti ini.” Ada jeda singkat sebelum ia menambahkan dengan nada lebih curiga. “Apakah
Last Updated: 2025-09-17
Chapter: Bab 180 – Tekad GraysonPOV GraysonRuang kerja di vila terasa lebih dingin dari biasanya. Hujan deras menghantam jendela, seakan ikut menekan suasana tegang yang menggantung di udara. Di hadapanku, Vincent, Clara, dan Damien duduk dengan wajah serius. Peta wilayah, laporan finansial, dan catatan aliansi mafia tersebar di atas meja besar dari kayu. Semua mata tertuju padaku, menunggu keputusan.Vincent yang pertama membuka suara, nadanya tenang tapi penuh desakan.“Gray, ini bukan sekadar tentang kita. Sisa loyalis Moretti dan Castel masih aktif. Mereka mulai bergerak di pelabuhan Marseille dan Nice. Kalau kita biarkan, mereka akan bangkit lagi. Kita butuh strategi untuk menekan mereka sekarang juga.”Clara menambahkan, nada dinginnya seperti pisau.“Kau sudah lihat sendiri, Verena jatuh bukan berarti ideologinya mati. Orang-orang itu masih mengibarkan nama Castel. Kalau kau mundur, mereka akan menafsirkan itu sebagai kelemahan. Dan kelemaha
Last Updated: 2025-09-16
Chapter: Bab 179 – Janji di Balik LukaPOV EleanorGrayson duduk di sofa, wajahnya serius tapi tatapannya tak pernah lepas dariku. Di antara cahaya lampu yang redup, aku bisa melihat sisa-sisa luka di tangannya—goresan pedang, lebam, dan bekas darah yang belum sepenuhnya hilang meski sudah dibersihkan. Tangannya itu, yang pernah membuatku ketakutan, kini justru menjadi tempat di mana aku merasa paling aman.Aku menarik napas pelan, menahan perasaan campur aduk yang terus menggelayut.“Grayson… apa kau benar-benar yakin dengan semua ini?” suaraku bergetar. “Setelah semua yang terjadi… aku takut, kalau aku hanya akan menjadi bebanmu lagi.”Grayson tidak langsung menjawab. Ia hanya meraih tanganku, menatap setiap jemariku yang masih penuh bekas memar, lalu mengangkatnya ke bibirnya.“Eleanor, dengarkan aku,” katanya pelan, namun tegas. “Kau bukan beban. Kau adalah alasan kenapa aku mas
Last Updated: 2025-09-15

Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi
Alisya Halim percaya bahwa cinta adalah segalanya. Ia menolak lamaran dari pria baik yang tak ia kenal, demi seorang kekasih berseragam yang penuh rayuan manis dan janji setia. Seorang pria yang ia yakini sebagai jodohnya.
Ia mencintai suaminya sepenuh hati, mendukung kariernya sebagai polisi, dan menjaga rumah tangga mereka meski dihantam ucapan-ucapan tajam dari mertuanya. Alisya bertahan, karena ia yakin cinta bisa menyembuhkan segalanya.
Tapi hari yang ia harap menjadi kejutan manis, justru menguak luka paling pahit. Sebuah pengkhianatan yang membuatnya mempertanyakan segalanya—dirinya, pilihannya, dan cintanya.
Di balik seragam yang dulu ia banggakan, tersimpan neraka yang tak pernah ia bayangkan.
Saat luka tak lagi bisa ditutupi dan air mata tak lagi cukup meredakan pedihnya kenyataan, Alisya berdiri di ambang pilihan: tetap bertahan demi cinta yang melukai, atau melepaskan demi menyelamatkan dirinya sendiri.
Dan di tengah reruntuhan itu, mungkinkah seseorang yang dulu ia tolak… masih menunggunya, diam-diam?
Read
Chapter: Bab 53. Persiapan KeberangkatanPagi itu udara kampus masih terasa sejuk. Langit biru terang membentang, dihiasi awan tipis yang bergerak pelan. Alisya melangkah masuk ke gedung administrasi dengan langkah mantap, meski dalam hati ada kegugupan yang tak bisa ia sembunyikan. Ia baru saja mendapat izin dari Dhimas untuk pergi ke Jakarta, dan kini saatnya menyampaikan keputusan itu kepada rektor.Di depan ruang rektor, ia sempat berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam sambil merapikan kerah bajunya. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena takut, tapi karena kesadaran bahwa keberangkatan ini akan mengubah ritme hidupnya untuk sementara waktu.Ia mengetuk pintu. “Masuk,” suara berat rektor terdengar dari dalam.Alisya membuka pintu pelan. Rektor, pria paruh baya dengan kacamata bulat, menoleh sambil tersenyum kecil. “Silakan duduk, Alisya. Jadi bagaimana keputusanmu?”Alisya duduk, merapatkan tangannya di pangkuan. “Pak, saya sudah berbicara dengan suami saya. Beliau setuju k
Last Updated: 2025-09-27
Chapter: Bab 52. Tugas KhususPagi telah tiba, Alisya bangun dengan tubuh masih lemah. Kepalanya berat, matanya sembab karena terlalu banyak menangis semalam. Namun ia tetap memaksa diri untuk bersiap. Rasa letih bukan alasan untuk bolos kerja—apalagi kampus sedang padat kegiatan.Dengan langkah pelan, ia menyiapkan diri. Tanpa banyak bicara, ia sarapan seadanya, lalu berangkat ke kampus. Di sepanjang jalan, pikirannya kacau. Rasa takut, sakit hati, dan lelah bercampur jadi satu. Namun ia tetap berusaha tersenyum ketika memasuki area kampus, menyapa rekan-rekan kerjanya seperti biasa.Belum lama ia duduk di meja kerja, seorang staf mengetuk mejanya.“Bu Alisya, Pak Rektor minta Ibu ke ruangannya sekarang.”Alisya terkejut, jantungnya berdetak lebih cepat. “Sekarang juga?”“Iya, Bu. Katanya ada hal penting.”Alisya mengangguk, merapikan map di mejanya, lalu berjalan menuju ruang rektor.Di dalam ruangan, suasana terasa formal
Last Updated: 2025-09-25
Chapter: Bab 51. PingsanKadang tubuh lebih jujur daripada hati, ia roboh ketika beban sudah terlalu berat untuk ditahan.Alisya membuka pintu rumah perlahan. Aroma masakan tercium samar dari dapur, bercampur dengan suara tawa renyah yang menusuk telinga. Dadanya berdegup kencang, tangannya dingin.Di ruang tamu, pemandangan yang langsung membuat perutnya mual terpampang nyata.Susi duduk di sofa, mengenakan celana pendek sepaha yang memperlihatkan kulit mulusnya, dipadukan dengan baju crop ketat yang mengekspos pusarnya. Rambutnya tergerai rapi, wajahnya penuh make-up segar. Ia tertawa lepas, matanya menatap Dhimas dengan penuh percaya diri.Dhimas, yang masih mengenakan kaos cokelat, ikut tertawa kecil, duduk di sebelahnya. Posisi mereka terlalu dekat, terlalu nyaman, seolah rumah itu bukan rumah Alisya lagi.Alisya berdiri terpaku di ambang pintu, matanya panas, jantungnya mencelos. Dunia seperti berputar.“Sya… kamu udah pulang?” suar
Last Updated: 2025-09-24
Chapter: Bab 50. Melihat Dengan Mata KepalaKadang kenyataan paling pahit justru hadir di saat kita berusaha menenangkan hati.Pagi itu, setelah pertengkaran yang membuat dadanya sesak, Alisya menarik napas panjang dan beranjak dari meja makan. Ia menyiapkan tas kerja, mengenakan kemeja rapi dengan rok hitam sederhana. Wajahnya dipoles tipis dengan bedak dan lipstik natural. Cermin di kamarnya memperlihatkan senyum samar—senyum yang ia paksa muncul, bukan untuk dirinya, melainkan agar orang-orang di kampus tidak melihat betapa rapuh ia sebenarnya.Setelah berpamitan seadanya, Alisya berangkat ke kampus. Jalanan yang ramai seolah menjadi pelarian singkat dari tekanan rumah. Motor ojek online yang ia tumpangi melaju menembus keramaian kota. Udara panas bercampur debu tak ia pedulikan; pikirannya sibuk menyusun kekuatan untuk bertahan.Di kantor administrasi universitas, Alisya disambut tumpukan berkas-berkas yang menunggu untuk di input. Rekan-rekannya sudah terbiasa melihatnya cekatan dengan
Last Updated: 2025-09-24
Chapter: Bab 49. Di Bandingkan LagiPagi yang tampak biasa seringkali menyimpan luka yang tak terlihat.Matahari baru saja naik ketika aroma bawang goreng dan tumisan sayur memenuhi dapur. Alisya berdiri di dekat kompor, mengenakan daster sederhana. Matanya masih sembab, namun ia berusaha menutupi jejak semalam dengan senyum kecil. Tangannya lincah menyiapkan nasi goreng kesukaan Dhimas, sambil sesekali melirik ke pintu, berharap pagi ini tidak ada keributan lagi.Suara langkah kaki terdengar dari arah kamar. Dhimas muncul dengan seragam polisinya yang rapi, wajahnya datar. Ia tidak menyapa, hanya mengambil koran di meja. Sesaat kemudian, suara ibu mertua, Bu Ratna, ikut mengisi ruangan.“Lama amat sarapannya, Sya!” serunya tajam, membuat Alisya tersentak.Alisya buru-buru membawa piring ke meja makan. “Ini Bu, sebentar lagi siap.”Tak lama, Susi juga keluar dari kamar tamu, dengan rambut panjangnya tergerai indah, memakai blus ketat yang menonjolkan
Last Updated: 2025-09-23
Chapter: Bab 48. Malam yang MembekuRumah terasa lebih sunyi dari biasanya ketika Dhimas dan Alisya akhirnya tiba. Pintu ditutup dengan sedikit bunyi bantingan keras, membuat Alisya tersentak. Ia mengikuti Dhimas masuk, langkahnya pelan, kepalanya menunduk.Ruang tamu temaram hanya diterangi lampu sudut, bayangan perabot memanjang di dinding. Dhimas melepas jaketnya, meletakkannya di kursi tanpa peduli. Alisya berdiri di belakang, tangannya meremas ujung dressnya, mencoba menenangkan detak jantung yang masih berdebar.“Mas…” suaranya pelan, hampir berbisik. “Aku bisa jelasin…”Dhimas berbalik cepat, tatapannya tajam. “Jelasin apa? Kamu pikir aku butuh penjelasan manis kamu? Aku lihat sendiri, Sya. Kamu diem aja, kayak menikmati perhatian orang lain.”Air mata kembali menggenang di mata Alisya. Ia menggeleng pelan. “Bukan begitu. Aku kaget, Mas. Aku nggak tahu kalau Reza bakal datang, apalagi ngomong kayak tadi. Aku… aku nggak pe
Last Updated: 2025-09-23