Hanya karena beberapa foto yang beredar saat Sofie tanpa sengaja bersama Rexa si 'pria idola' yang bahkan tidak Sofie kenal, para penggemar wanitanya yang fanatik itu selalu berusaha menghancurkan hari-hari Sofie. Hingga akhirnya kejadian itu justru membuat Sofie menjadi asisten pribadi si pria idola. Tetapi menjadi asisten Rexa pun tidak semudah yang dibayangkan Sofie. Pria itu sering banyak maunya. Belum lagi ketika menjaga pria idola ini dari serbuan penggemar fanatiknya yang menyeramkan. Namun ketika hati Sofie mulai terjerat pesona Rexa, sanggupkah Sofie bertahan melihat kedekatan Rexa dengan wanita-wanita yang mengelilingi pria itu? Belum lagi mantan kekasih yang membuat Rexa gagal move on meminta pria itu bersamanya kembali demi menutupi kesalahan masa lalunya. Akankah perasaan Sofie bersambut? Mampukah Rexa berubah menjadi pria yang layak untuk Sofie?
View MoreNada sambung berganti dengan suara operator telepon yang merdu. Fabian tidak menjawab teleponnya lagi. Jelas hal ini membuat Sofie jengkel. Diletakkannya ponsel tersebut ke dalam tas selempang mungilnya dan kembali melangkah menuju sebuah hotel bintang lima tempatnya bekerja sebagai resepsionis.
Sofie melangkah tergesa memasuki halaman parkir menuju lobi hotel. Sofie menghela napas pelan sebelum memasuki lobi hotel. Menarik sudut bibirnya untuk melemaskan otot bibir yang sedari tadi mengerucut. Dia harus bergegas dan tiba tepat waktu. Hotelnya telah disewa untuk acara konser boyband terkenal bernama B-Men dan semua pegawai diharapkan melakukan tugasnya dengan baik demi kelancaran acara tersebut.
Sofie mempercepat langkah kakinya saat menyeberangi lobi hotel yang dihiasi lampu kristal besar berkilauan di tengah ruangan menuju ruang loker karyawan yang terletak di sudut paling belakang hotel tersebut. Namun seorang pria berlari masuk dan menabrak Sofie dengan kencang. Tubuhnya terhuyung hingga nyaris tersungkur kalau saja pria itu tidak cepat menangkap tubuh Sofie.
Sofie terperangah. Kaget sekaligus kesal. Mulutnya sudah bersungut akan melontarkan kata-kata makian, tetapi pria itu dengan cepat menyambar pergelangan tangan Sofie dan menariknya pergi. Berlari nyaris membuat Sofie terseret. Terseok mengikuti langkah panjang pria tak dikenal itu yang kini berlari ke arah sudut belakang hotel. Sepertinya dia sedang dikejar sesuatu. Entah apa yang membuat pria dengan garis wajah tegas dan mata menyipit sinis itu lari terbirit-birit.
“HEI! Kenapa menarikku?” teriak Sofie marah, tetapi pria itu tak menggubrisnya. “Hei! Berhenti kataku!” teriak Sofie lagi sambil berusaha menarik tangannya yang digenggam erat oleh pria itu.
“Sttt ... berhenti berteriak! Ayo cepat sembunyikan aku!” balas pria itu dengan nada yang tak kalah tinggi ketika kewalahan dengan perlawanan Sofie.
“Memangnya kamu ini siapa? Pencuri? Teroris? Kenapa ada orang yang mengejarmu seperti itu?” cecar Sofie jengkel sambil mengusap pergelangan tangannya yang memerah dan perih.
“Tak ada waktu untuk menjelaskan. Ayo cepat sembunyikan aku!” jawab pria itu ketus. Dengan gusar dia memandang sekeliling berusaha mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. Namun, belum sempat Sofie mengeluarkan protes, pria itu kembali menarik tangannya. Memasuki sebuah ruangan di dekat mereka berdiri yang ternyata adalah ruangan loker karyawan.
“Aduuuh, kamu ini siapa sih? Hmmp—" Sofie kembali menggerutu kesal, tetapi pria itu segera membungkam mulut gadis itu dengan tangannya kemudian menajamkan telinganya. Mendengarkan suara ribuan langkah kaki yang berlari mendekati ruangan yang baru mereka masuki.
“Sepertinya tadi dia di sini,” kata suara seorang perempuan yang terdengar di balik pintu.
“Mungkin masuk ke ruangan ini. Aku yakin sekali tadi dia ke arah sini,” timpal suara perempuan lainnya.
“Coba kita cek saja! Siapa tahu benar dia ada di dalam,” sahut yang lainnya lagi diikuti oleh gemuruh suara beberapa orang mengiyakan.
Sekerumunan orang tersebut masuk ke dalam ruangan loker karyawan hotel. Detik berikutnya yang terdengar adalah embusan napas kecewa dari orang-orang tersebut.
Sofie yang mulutnya masih dibekap sampai menahan nafas agar tidak menimbulkan suara sedikit pun. Setelah suara semua orang itu menghilang, barulah sang pria melepaskan tangannya dari mulut Sofie.
“Kamu ini sebenarnya siapa sih?” bentak Sofie kesal. “Kenapa orang-orang itu mengejarmu?”
“Kita keluar dulu dari sini baru lanjutkan lagi menggerutunya!” jawab pria itu tak acuh.
Mendengar perkataan pria tersebut, Sofie baru sadar kalau sedari tadi mereka saling berpelukan merapat dalam lokernya yang sempit. Sofie melangkah keluar lebih dulu. Suasana di antara keduanya menjadi semakin canggung. Sofie berdehem pelan untuk menetralkan degup jantungnya yang memburu, tetapi si pria terlihat santai seperti tak terjadi apa pun.
“Terima kasih. Berkat kamu, aku selamat. Bye!” Pria itu melambaikan tangan sekilas dan pergi begitu saja.
“Hei ... kamu—" Sofie bahkan tak sempat mengajukan protes untuk apa yang baru menimpanya. Pria itu sudah lari begitu saja dan menghilang di balik pintu meninggalkan Sofie yang melongo sendirian di ruangan tersebut.
Berjalan dengan hati-hati dan waspada, pria itu merapatkan topinya saat memasuki elevator. Berharap tidak banyak orang yang ikut naik bersamanya. Elevator berhenti di lantai enam. Dia segera memasuki sebuah kamar hotel yang mewah, di mana teman-teman satu timnya sedang asik bersolek dan bersiap. Malam ini mereka akan tampil dalam acara mini konser yang sudah ditunggu ribuan penggemar.
“Hei Rex, kenapa baru datang?” tanya Vinody Wilson yang tengah sibuk memilih sederet aksesoris yang akan dikenakannya malam ini.
“Seperti biasa. Ada sedikit masalah di bawah tadi,” jawab Rexano Arkatama cuek sambil mengambil pakaian yang sudah disediakan untuknya.
“Aku juga heran kenapa para wanita sebrutal itu, ya?” sahut Zhen Hazen yang ikut menimpali sambil mematut dirinya di cermin.
“Di mana Kenzie dan Calvin?” tanya Rexa sambil mengganti pakaiannya.
“Mereka lagi sibuk makan,” jawab Vino asal.
Terdengar suara pintu kamar terbuka dengan suara keras. Kenzie Larson dan Calvin Quino masuk dengan tegesa-gesa.
“Cepat nyalakan televisinya!” kata Kenzie pada Calvin yang dengan cepat mengambil remote dan menyalakan layar pipih hitam yang menempel di dinding ruangan. “Tampaknya kamu harus membereskan masalah ini Nick,” lanjutnya sambil melirik ke arah sang manager, Nicky Antares yang diam dengan mimik wajah penuh tanda tanya.
Begitu televisi dinyalakan, raut wajah Nick mulai menegang. Kedua tangannya di pinggang. Bahkan sesekali pria itu memijat pelipisnya pelan.
“REXA!!! Kali ini ulah apa lagi yang kamu lakukan?” Nick berbalik menatap geram ke arah Rexa setelah melihat berita yang ada di televisi.
Kini layar persegi panjang itu tengah menayangkan berita yang menampilkan sosok Rexa yang sedang dikejar oleh para penggemar fanatiknya yang mayoritas adalah perempuan. Dalam berita tersebut juga ditampilkan ketika Rexa seperti sedang memeluk seorang wanita berambut panjang kemudian menarik tangannya sambil berlari. Bahkan dalam berita itu cukup terlihat jelas wajah kedua orang yang berlari menghindar dari sekelompok wanita yang mengejarnya dengan histeris. Sepertinya gambar itu diambil oleh seorang fotografer profesional melihat bagaimana sudut pengambilan gambar yang cukup jelas.
“Siapa perempuan itu, Rex?” tanya Vino dengan pandangan tak lepas dari layar televisi. “Kali ini pilihanmu lumayan manis,” godanya.
“Benar kata Vino, wanita ini lebih cantik daripada aktris-aktris wanita yang sering menempel padamu itu. Dia terlihat lebih natural,” sahut Zhen menambahkan.
“Dasar kamu ini!” Nick yang sedang jengkel menepuk bahu Vino pelan. “Apa kamu kenal wanita itu, Rex?” tanya Nick memulai interogasinya.
“Tidak,” jawab Rexa cuek.
“Dia bukan salah satu di antara wanita-wanitamu itu, kan?” tanya Nick menegaskan.
“Bukan. Kenal pun tidak. Jadi mana aku tahu dia itu siapa. Hanya tidak sengaja tertabrak olehku saja.”
“Arrrrgh ... kamu ini! Kenapa selalu bertingkah semaumu? Berita ini akan cepat menyebar sebagai gosip. Kamu tahu sudah berapa banyak gosip tentangmu bersama banyak wanita yang harus aku urus?! Berhentilah bermain-main! Apa kamu tidak bisa serius menjalani hidupmu?” gerutu Nick sambil menasihati Rexa.
“Hidupku yang seperti ini lebih menyenangkan daripada hidupku yang serius dulu. Lagipula, itu kan, memang tugasmu sebagai manager untuk menyelesaikannya,” jawab Rexa enteng.
“Dasar kamu ini!” gerutu Nick sambil menjitak kepala Rexa. Sedangkan yang dipukul hanya mengaduh sambil mengusap kepalanya yang berdenyut. “Sudahlah! Akan kuurus itu nanti. Sebaiknya kalian segera bersiap. Sebentar lagi acara kalian akan dimulai!” perintah Nick pada kelima pria tampan itu.
****
Halo readers ...
Aku bawa cerita baru. Semoga kalian suka. Mau tau ceritaku yang lainnya? Mari berteman di I* aayu_anggun.
Selamat membaca.
“Kita mau ke mana malam-malam begini?” tanya Sofie sambil memandangi jalanan yang tidak dia kenal di sekelilingnya.Bukannya menjawab Rexa hanya tersenyum tipis sambil terus melajukan mobilnya menyusuri jalan raya yang semakin lama semakin sepi.Melihat jalanan yang semakin sepi, Sofie mulai waspada dengan apa yang akan Rexa lakukan selanjutnya. Apalagi saat melihat wajah pria itu yang masih terlihat kesal sejak kejadian di studio foto tadi.Mobil Rexa berbelok memasuki gerbang besar sebuah tempat rekreasi. Setelah membayar tiket masuk, Rexa melajukan mobilnya mencari tempat parkir yang sepi. Pria itu sengaja mencari tempat yang jauh dari keramaian untuk menghindari kehebohan massa yang akan mengenal identitasnya.“Ayo turun!” perintah Rexa begitu selesai mematikan mesin mobilnya.Tanpa menjawab, Sofie ikut turun dari mobil. Hal yang pertama wanita itu lakukan adalah mengamati keadaan sekitar. Memahami di mana tepatnya dia berada agar kalau terjadi sesuatu padanya, dia bisa kabur meny
Gerutuan Sofie makin panjang terdengar begitu melihat pose Rexa memeluk Kaisha dari belakang. Segala macam caci maki wanita itu tujukan pada pria yang kemarin membuat jantungnya nyaris jungkir balik karena senang. Kini Sofie semakin yakin kalao pria itu hanya mengerjainya saja kemarin. Lagi pula mana mungkin Rexa menyukai wanita mungil cerewet seperti dirinya.“Waa!!!” Sofie tiba-tiba terpekik kaget ketika hawa dingin menyengat menggigit kulit pipinya. Wanita itu langsung menoleh untuk melihat siapa yang berani mengusiknya saat ini. Namun baru saja hendak mencaci maki orang yang mengganggunya memaki Rexa, Sofie justru terhipnotis senyuman manis dari pria yang berdiri sambil menyodorkan sekaleng minuman dingin di hadapannya itu. “Revano!”“Kenapa merengut begitu?” tanyanya sambil membukakan tutup minuman kaleng kemudian menyerahkannya ke tangan Sofie. “Cappuccino dingin, kesukaanmu, kan?” katanya lagi.Senyum Sofie semakin lebar, “Terima kasih.”“Cemburu, ya?” tanya Revano tepat sasara
Sofie membuka mata sambil tersenyum memeluk guling. Apa yang sudah terjadi padanya semalam? Kenapa dia jadi tersipu malu seperti sekarang? Ah ... semua kejadian itu seperti mimpi rasanya.Sofie berguling ke kanan dan kiri. Lalu menutup wajahnya dengan guling dan kembali membayangkan kejadian demi kejadian yang dialaminya semalam. Seulas senyum kembali mengembang di bibirnya. Hingga dering jam alarm membuyarkan semua angannya.Sofie bangkit dari tempat tidur. Tatapannya langsung tertuju pada gaun cream yang tergantung pada pintu lemari di hadapannya. Semburat kemerahan kembali menjalar di pipi Sofie. Ah ... lama-lama dia bisa berhalusinasi. Sofie menepuk pipinya pelan dan beranjak meninggalkan kamar.Masih pagi memang, tetapi Sofie tidak menemukan Sonya di mana pun. Hanya ada secarik kertas berisi catatan yang ditulis Sonya tertempel dengan magnet di pintu kulkas. Memberitahukan kalau sahabatnya itu tidak akan pulang malam ini karena harus kerja lembur.Sofie duduk di kursi meja makan.
Rexa tidak yakin dengan apa yang sedang dilakukannnya sekarang. Rexa kembali seperti orang yang baru mengenal wanita. Saat ini bahkan dia rela terjebak dalam studio bioskop untuk sekadar menonton film bersama wanita yang memikatnya alih-alih kamar hotel yang nyaman. “Kita mau nonton film apa, sih?” tanya Sofie begitu mereka duduk di kursi masing-masing. “Horor,” sahut Rexa santai. Sedangkan Sofie terpekik kaget. “Horor?!” Sofie menegakkan tubuhnya menghadap Rexa. “Bukannya aku tidak suka film horor, hanya saja nonton di bioskop membuat film horor berpuluh-puluh kali lipat lebih menyeramkan. Efek suaranya selalu membuatku tidak bisa tidur setelah menontonnya.” Rexa hanya memperhatikan wanita itu berargumen dengan senyum tipis menghiasi bibirnya. “Jadi, bolehkan ganti film yang lain?” tanya Sofie sambil menatap Rexa memohon. “Bagus, dong! Nanti aku temani supaya kamu bisa tidur nyenyak,” sahut Rexa dengan seringaian nakalnya. Sofie langsung mencubit lengan pria itu hingga Rexa meng
“Loh, kenapa kita ke sini?” tanya Sofie heran begitu wanita itu tersadar jalan yang mereka laluinya adalah jalan menuju Mall Savero di pusat kota. “Mau apa malam-malam gini ke mall? Sebentar lagi juga mallnya tutup,” ucap Sofie heran saat Rexa memarkirkan mobilnya di basement mall.“Bioskop masih buka sampai tengah malam.”“Untuk apa ke bioskop?”“Ya nonton, dong!” sungut Rexa kesal dengan kebodohan Sofie mencerna semua sikapnya. Sedangkan wanita itu hanya ber-oh ria.Rexa kembali menarik lengan Sofie dan meminta wanita itu berjalan di sisinya bukan di belakangnya. Keadaan ini membuat kewaspadaan Sofie naik level. Sejak memasuki mall, wanita itu selalu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.Meskipun Rexa memakai topi hingga wajahnya tidak terlalu jelas terlihat, tetapi Sofie tetap merasa tidak aman. Wanita itu bahkan berharap tidak akan ada sedikit pun masalah yang muncul ketika mereka berjalan hanya berdua saja seperti ini.“Kamu kenapa? Seperti mau maling dompet pengunjung saja!” t
Rexa mulai melajukan mobilnya tepat di belakang mobil van para member B-Men. Rexa memang lebih suka mengendarai mobilnya sendiri. Sedangkan member B-Men lainnya lebih senang menggunakan mobil van milik perusahaan karena lebih praktis. Mereka semua tiba di Royal Restaurant saat semburat kemerahan mulai meredup dan berganti malam. Sutradara Erick dan seluruh kru pembuatan drama sudah menunggu mereka di sudut kanan ruangan. Para member B-Men pun bergabung dan membaur dengan semuanya. Rexa duduk diapit kedua wanita yang membuat hati Sofie bagai dilumat di atas papan penggilasan. Siapa lagi kalau bukan Kaisha dan Azalea. Terlebih lagi Azalea yang sedari tiba tidak pernah melepaskan Rexa sedikit pun, seakan sedang membalaskan kekesalannya di studio tadi. Ada saja cara yang wanita itu lakukan untuk mencoba menarik perhatian Rexa. Untunglah Sofie duduk di samping Revano dan Sonya. Setidaknya dia memiliki teman untuk berbincang. Walaupun harus menghindari tatapan tajam Rexa setiap kali Sofi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments