Om Bule Kekasihku
Daniel menunduk, wajahnya sangat dekat. "Aku belum melakukan apa-apa… tapi kamu sudah gemetar. Nadia, kamu pikir aku nggak notice?"
Konflik awal antara mereka dikarenakan, Daniel memotret cafe milik Nadia secara diam-diam sedangkan Nadia sangat menjaga privasi tempatnya.
Nadia selalu berusaha menghindari Daniel, Daniel tidak menyerah untuk mendekati Nadia sampai akhirnya jarak diantara mereka semakin menipis.
Di bawah langit Ubud mereka menemukan kenyamanan, gairah, dan cinta yang tumbuh tanpa rencana. Namun, perbedaan usia, budaya, rahasia yang tersimpan, dan pandangan hidup mulai menjadi bayang-bayang yang sulit dihindari.
“Om Bule Kekasihku” adalah kisah cinta lintas usia yang manis, berani, dan menggoda, tentang dua hati yang dipertemukan takdir di tanah Bali, tempat di mana cinta dan gairah berpadu menjadi satu cerita yang tak terlupakan.
Baca
Chapter: Sentuhan Yang Belum BernamaPagi di Ubud muncul dengan lembut, menyelinap lewat jendela rumah Nadia sebagai cahaya keemasan yang memantul di dinding. Nadia terbangun dengan kepala masih bersandar pada sofa. Selimut tipis menyelimuti tubuhnya. Ia mengerjap pelan. Selimut itu bukan miliknya. Lalu ia mendengar suara samar dari dapur. Daniel. Lelaki itu berdiri membelakangi Nadia, masih dengan kaus putih tipis yang menempel di tubuhnya, sedikit berkerut karena semalaman basah hujan. Rambutnya yang belum sepenuhnya kering terlihat lebih acak, membuatnya tampak lebih muda dan… memikat. Nadia menelan ludah, merasakan jantungnya bergerak lebih cepat dari biasanya. Daniel mengen noticed her. Ia berbalik, tersenyum kecil. “Pagi, sleepyhead” sapa Daniel. Nadia memeluk dirinya sendiri, bingung tapi hangat. “Kamu… masih di sini?” ucap Nadia dengan nada pelan. “Hmm.” Daniel menunjuk pintu. “Hujan baru berhenti sekitar jam empat tadi. Aku tidak mau kamu bangun sendirian dengan pintu belakangmu yang semalam terbuka b
Terakhir Diperbarui: 2025-12-05
Chapter: Malam Yang Membuka PintuPintu belakang yang tiba-tiba terbuka itu menciptakan desiran udara dingin menerpa punggung Nadia. Ia memegang lengan Daniel tanpa sadar, mencari keseimbangan. Daniel menatapnya dengan cemas, namun kebahagiaan halus juga tampak di matanya: untuk pertama kalinya, Nadia mencari perlindungan pada dirinya tanpa ragu. “Tidak apa-apa,” ucap Daniel lembut, jari-jarinya masih menyentuh bahu Nadia, memberi kehangatan. “Biar aku yang tutup pintunya.” Ia berjalan ke belakang, menutup pintu yang berderit pelan. Nadia memperhatikan punggung Daniel, postur tegap itu, cara ia mengamati ruangan untuk memastikan semuanya aman. Tidak ada laki-laki lain dalam hidupnya yang pernah sepeduli itu. Daniel kembali mendekat. “Kamu sering sendirian di rumah sebesar ini? Apa keluarga kamu tidak pernah kesini?” Nadia mengangguk pelan. “Tidak. Aku suka sepi.” Daniel tersenyum tipis. “Sama. Tapi malam ini… aku lega tidak kamu alami sendirian.” "Kalau boleh aku tahu, dimana keluargamu saat ini?" tanya D
Terakhir Diperbarui: 2025-12-01
Chapter: Jarak Yang Semakin TipisLangkah mereka menyusuri jalan kecil Ubud yang licin oleh hujan. Nadia berjalan di depan, Daniel beberapa langkah di belakang, sesuai janjinya, tidak memaksa, hanya menjadi bayangan pelindung yang diam, lembut, dan sangat sulit diabaikan. Setiap kali Nadia menoleh, Daniel selalu ada di sana. Tidak terlalu dekat, tapi juga tidak terlalu jauh. Seperti ia tahu persis jarak yang tepat untuk membuat Nadia merasa aman dan tanpa mengekang. Ketika Nadia sampai di depan rumah kecilnya, sebuah lampu kuning temaram dari teras menerangi wajahnya. Ia menoleh ke Daniel yang berhenti di bawah pohon. “Terima kasih… sudah mengantar,” ucap Nadia, suaranya pelan tapi tulus. Daniel mengangguk. “Anytime.” Hujan turun lebih deras, membuat Nadia harus berteriak sedikit, “Kamu mau berteduh sebentar? Hujannya makin deras.” Daniel menatapnya lama. “Kamu yakin?” Nadia merasakan jantungnya melonjak. Pertanyaan itu sederhana, tetapi caranya mengucapkan begitu dalam, rendah, seperti memberinya kesempatan un
Terakhir Diperbarui: 2025-11-29
Chapter: Degup Yang Tak Bisa DisembunyikanHujan turun pelan malam itu, merembes dari atap jerami cafe dan jatuh seperti tirai tipis di depan pintu. Nadia menutup cafe lebih cepat dari biasanya. Entah kenapa, hari itu terasa lebih berat baginya. Atau mungkin.. terlalu penuh dengan perasaan yang tidak ia pahami. Ia sedang mengunci pintu ketika sebuah payung hitam tiba-tiba terbuka di belakangnya. Daniel. Lelaki itu berdiri hanya satu langkah darinya, jaket kulitnya sedikit basah di bagian bahu, rambut cokelat terang itu terpercik hujan, membuatnya terlihat lebih dewasa, lebih maskulin, lebih… memabukkan. “Kamu pulang jalan kaki?” tanya Daniel, suaranya lembut tapi terdengar seperti teguran manis. Nadia menghindari tatapannya. “Iya. Rumahku tidak jauh dari sini.” Selama mereka dekat, Daniel belum pernah berkunjung kerumah Nadia. Daniel mendekat, menurunkan payung agar melindungi mereka berdua. “Aku antar.” Nadia menggeleng cepat. “Tidak perlu. Aku baik-baik saja. Aku sudah terbiasa pulang sendiri”"Sekarang sedang
Terakhir Diperbarui: 2025-10-09
Chapter: Kilatan Cemburu di Senja UbudSenja turun pelan di Ubud. Cahaya oranye memantul pada kaca-kaca kecil jendela cafe Nadia, seperti lukisan yang belum selesai. Nadia berdiri di balik meja bar, berusaha mengatur napasnya yang sejak tadi tak karuan. Bukan karena pelanggan, bukan karena hari yang panjang, tapi karena Daniel. Lelaki itu duduk di meja luar, menatap layar kameranya sambil sesekali mengernyitkan dahinya, seolah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Atau… seseorang. Nadia tahu ia harusnya mengabaikan Daniel. Konflik kecil mereka kemarin masih menggantung seperti kabut tipis: tajam tapi tak terlihat. Daniel ingin mengambil foto di area cafe tanpa izin, dan Nadia, yang perfeksionis soal privasi tempatnya langsung menegur dengan nada dingin. Dan sejak itu, percakapan diantara mereka terasa penuh jarak. Namun entah kenapa, hari ini pria bule itu datang lagi. Seperti sengaja mencari sesuatu atau seseorang. Nadia berusaha cuek, tapi matanya terus saja melirik ke arah Daniel. Dan ketika seorang perempuan
Terakhir Diperbarui: 2025-10-09
Chapter: Ketika Hasrat Mulai Membawa MasalahSiang di Ubud mulai padat. Jalanan dipenuhi turis, suara motor bersahut‑sahutan, dan angin membawa aroma rempah dari warung sekitar. Di dalam kafe, suasananya tampak normal, pelanggan datang dan pergi, tapi hati Nadia masih belum tenang. Daniel, sebaliknya, terlihat sangat tenang. Bahkan terlalu tenang. Ia duduk di pojok ruangan dekat jendela sambil mengedit foto di laptopnya. Sesekali, ia mengangkat kepala dan menatap kearah Nadia, tatapan yang selalu berhasil membuat Nadia kehilangan fokus. Dan ia tahu Daniel melakukannya sengaja. Setelah pelanggan terakhir di jam makan siang pergi, suasana menjadi lebih hening. Ia meminta karyawannya untuk beristirahat sebentar. Nadia sedang membersihkan meja ketika suara kursi digeser membuatnya menoleh. "Nadia... " ucap Daniel pelan. "Apa? Kamu mau espresso? Sebentar" jawab Nadia tanpa menoleh, ia melanjutkan untuk membersihkan meja. Daniel berdiri, menyampirkan kamera di bahunya dan berjalan kearah Nadia, "Nadia, kita perlu ngomong sekara
Terakhir Diperbarui: 2025-10-09