Chapter: Expart 1"Jairaaaa!"Jevano segera menghampiri adiknya yang sekarang berusia tiga bulan. Dia melepas tas punggungnya dan meletakkan benda tersebut ke sembarang tempat. Adiknya ada di stroller depan rumah karena sedang waktunya mandi matahari. Lelaki itu langsung menciumi wajah bayi tersebut sampai membuat si bayi bangun."Pulang-pulang yang disapa bukan bundanya malah adiknya dulu." Juwita duduk di teras sambil menjaga bayi perempuannya. Di atas pangkuannya ada buku sketsa rancangan baju dan alat tulis.Jevano nyengir. Dia baru saja pulang dari menemani ayahnya ke Swiss untuk perjalanan bisnis. Karena Jamal berangkat bersama Suwono, Jevano dan Syahid langsung minta ikut saat tahu bahwa orang tua mereka akan menuju negara yang sama. Walhasil, dua pasangan bapak dan anak itu harus
Last Updated: 2023-12-15
Chapter: Keluarga Jamal 2Hari ini adalah hari yang paling ditunggu.ANAK PEREMPUAN JAMAL DAN JUWITA LAHIR.Dua lelaki yang sedari masuk rumah sakit penuh dengan kepanikan, kekhawatiran dan kebahagiaan itu masih belum beristirahat sama sekali. Juwita masuk ke operasi karena air ketubannya sudah pecah saat di rumah.Akan tetapi, semua itu terbayar saat terdengar tangisan bayi dari dalam. Jamal yang diminta untuk menemani Juwita pun sampai menangis saat menggendong bayinya. Rasanya lega sekali. Tuan dan Nyonya Anggari datang setelah Arjuna dan Hellen. Bahkan Arjuna dan Hellen sampai berpelukan saking bahagianya.Jevano yang tersenyum bahagia harus tertawa melihat om dan tantenya yang jadi canggung. Lucu sekali.Otomatis, rumah utama keluarga Anggari dipenuhi dengan hadiah dan ucapan selamat. Jevano pun sampai bosan sekali melihat satpam keluar masuk pintu utama untuk mengirimkan paket yang datang. Apalagi saat buka kado. Terlalu banyak sampai dia muak."Baju lagi, Yah.
Last Updated: 2023-12-14
Chapter: Keluarga Jamal"Ayah, tadi itu siapa?" tanya Jevano saat mereka memasuki rumah.Jamal berjalan cepat di depan Jevano dan tidak ada niat untuk menjawab pertanyaan anaknya yang sedari tadi dilontarkan."Ayah, tolong jawab." Jevano agak meninggikan nada bicaranya. Dia sebal karena diabaikan oleh sang ayah."Bukan urusanmu, Jevano Kalindra!" Jamal menghadap anaknya. "Gara-gara kamu yang berantem, Ayah harus bertemu dengan dia!"Pemuda itu tersentak. Ayahnya terlihat sangat marah. Dia tidak pernah melihat mata ayahnya yang membelalak dan wajah merah padam ditujukan kepadanya.Di sisi lain, Juwita yang mendengar ada keributan di ruang tengah, berusaha bangkit dari kasurnya. Itu pas
Last Updated: 2023-12-13
Chapter: Panggilan Ke SekolahJevano menatap pusara ibunya dengan mata yang masih sembab. Dia memakai kemeja putih dan celana bahan hitam, masa dengan Jamal dan Lukman. Juwita berdiri di samping anaknya dan memeluk pundak lelaki itu. Air mata mereka belum kering. Sama seperti tanah persemayaman akhir Bunga.Semua orang sudah kembali, meninggalkan pemakaman."Aku masih mau di sini." Jevano berucap saat merasakan kedatangan seseorang. Dia yakin itu adalah salah satu sopir keluarganya."Jev," ucap Juwita yang tidak tega melihat wajah sedih anaknya.Jevano menggeleng. Waktu yang begitu singkat dia rasakan bersama ibunya belum cukup. Dia ingin melepas kepergian ibunya untuk yang terakhir kali. Dia masih ingin di sini lebih lama lagi.
Last Updated: 2023-12-12
Chapter: Permintaan BungaJuwita menatap Jevano yang sedang duduk terdiam di ruang tunggu rumah sakit. Sesekali dia mengusap pundak anaknya dengan lembut untuk menenangkannya. Suaminya duduk di sisi kanan Jevano. Sedangkan Lukman, pria itu sedang mengurus administrasi."Udah jam sepuluh malam, Sayang. Kamu enggak mau pulang?" tanya Juwita kepada sang anak. Dia tahu ini adalah pertanyaan yang agak ceroboh, tapi dia juga tidak bisa membiarkan anaknya terus-terusan begini."Bunda sama Ayah pulang aja dulu. Aku di sini sama Om Lukman." Jevano berusaha untuk tidak meneteskan air matanya. Sedari tadi, dia diliputi oleh kekhawatiran akan keadaan sang ibu di dalam ruang operasi. Sudah sepuluh jam dan belum ada tanda-tanda operasi ibunya selesai."Besok kamu mulai sekolah lagi, Jev." Juwita mengusap lembu
Last Updated: 2023-12-11
Chapter: Berbicara Dengan Bunga"Kamu kenapa, sih, Jae?" Pertanyaan Juwita itu muncul saat melihat suaminya yang tidak fokus. Padahal mereka sedang menikmati waktu berdua setelah lebih dari dua minggu Jamal menghabiskan waktu untuk mengurus proyek barunya dengan klien dari Kanada. Jamal sendiri yang melakukan observasi tempat di restoran ternama.Pria itu tersadar. Dia memaksakan senyum tipis seraya menggeleng. "Enggak papa. Aku cuma kepikiran Jevano aja, Bae."Juwita menatap suaminya lekat dengan penuh pengertian. Dia paham perasaan Jamal sekarang. "Kak Bunga pasti menepati janjinya, Jae. Aku yakin."Jamal membalas tatapan sang istri. "Tahu dari mana?" tanyanya meragu."Aku udah bicara sama Kak Bunga. Sama Jevano juga. Toh, Jevano juga enggak abs
Last Updated: 2023-12-10
Chapter: Keluarga Yang KutahuDimas hampir saja tidak bisa menutup mulutnya yang otomatis terbuka karena pernyataan Fatina barusan. Meski tidak lebar, tapi ekspresi lelaki yang biasanya terkontrol itu jadi tak karuan.Setelah jam makan siang selesai tadi, Fatina sengaja mengahadang Dimas untuk membicarakan sesuatu. Itu pun tanpa sepengetahuan Arika karena mereka berpisah di lift. Fatina mengajak Dimas berbicara di tangga darurat. Ya, tempat itu memang jadi langganan untuk berbisik rahasia."Kamu pasti lagi bercanda, kan? Enggak mungkin Arika berpikir seperti itu." Dimas masih ingin memastikan bahwa apa yang barusan dia dengar bukanlah bualan belaka atau salah dengar."Idih, enggak percaya banget. Kamu aja kaget. Apalagi aku yang biasa kenal dia dari luar sampai dalem." Fatina menyandarkan punggungnya ke tembok."Masalahnya, Tin. Publik belum banyak yang tahu masalah hubungan Pandu dan Arika. Kalau dia terlalu mencolok, bisa-bisa bikin gempar jagat persilatan."Fatina mengedikkan bahunya. "Tapi ini Arika. Kalau dia
Last Updated: 2025-11-28
Chapter: Belum Pernah Punya HubunganSedari tadi, Pandu mendengarkan percakapan Dimas dan Arika dari balik pintu ruang kerja gadis itu. Sesekali dia mengumpat saat Dimas malah membuat semua menjadi rumit. Dia juga mengumpati dirinya karena salah memilih utusan untuk menjelaskan bagaimana mekanisme kerja lelaki pada umumnya. Sial, Arika malah semakin ngambek kalau begini.Sejujurnya, Pandu memang tidak ingin mengabaikan Arika tadi pagi. Dia hanya terlalu larut dalam pembicaraan di telepon dengan seorang investor baru dari luar negeri sekaligus teman lamanya. Mungkin yang tidak disadari oleh Arika adalah earbuds yang dipakai oleh lelaki itu. Pandu tidak menyambungkan teleponnya ke benda kecil yang menggelantung di telinga tersebut.Masalah kecil memang bisa jadi runyam seperti ini jika ada kesalahpahaman. Untungnya, Vania tadi meneleponnya dan mengabarkan bahwa Arika ngambek karena tidak disapa. Dia juga disalahkan karena tidak menunggu istrinya untuk berangkat bersama. Nah, masalahnya adalah Arika sendiri yang kemarin bi
Last Updated: 2025-11-14
Chapter: Prioritas"Aku dengar ada yang kesal karena merasa diabaikan oleh suaminya." Suara itu masuk ke dalam telinga Arika yang sedang fokus di depan komputernya. Tidak menoleh, gadis itu lebih mengutamakan kerjaannya sekarang daripada harus menggubris orang gabut."Sejak kapan kita bicara dengan santai?" tanya Arika dengan sarkas. Yang mengajaknya bicara bukan sahabatnya, Fatina, apalagi Pandu. Itu adalah Dimas, kuasa hukum Pandu."Sebenarnya sejak awal kamu bilang bahwa aku bisa bicara santai saat cuma ada kita berdua, kan?" Dimas malah mengingatkan Arika kepada kejadian saat itu. Kejadiaan saat Arika berantakan dan benar-benar menolak untuk ada di dalam keluarga Baskara. Arika sadar kalau sedang dipojokkan oleh lelaki tersebut. "Terus, meski di kantor sekarang, bisa nih ngomong santai kayak gini?" Arika mengklik tetikus pada tulisan 'save' untuk menyimpan desain rumah yang sedang dia kerjakan. "Enggak takut ditangkap sama Tuan Pandu?" Dia sengaja menekan nada bicaranya saat menyebut nama Pandu.Di
Last Updated: 2025-11-14
Chapter: Pandu Yang DikenalPandangan mata Arika mengekor ke sosok Pandu yang hanya melewati dirinya. Jelas-jelas gadis itu ada di ruang makan yang sama dengan lelaki tersebut. Kalau terlihat buru-buru, sih, Arika bisa maklum. Masalahnya, lelaki itu malah terlihat sedang sangat santai. Tapi kenapa tidak ada kata untuk menyapanya? Pandu menuju pintu utama dan sosoknya menghilang saat pintu itu ditutup. Arika yang tadinya hendak menghentikan langkah Pandu dengan sapaan hangat di pagi hari, malah sekarang membanting pisau roti dari genggamannya. "Ada yang mengganggu, Nyonya?" tanya salah satu pelayan yang sedang bertugas di pagi ini. Arika menggeleng. Tidak mungkin dia mengatakan sejujurnya apa yang sedng dia rasakan. Bisa jadi bahan tertawaan kalau begitu. "Enggak papa. Tiba-tiba aku males aja buat makan. Mendingan ini dikalian manfaatkan aja deh." Pelayan tersebut dan satu pelayan yang lain saling bertukar pandang, bertanya-tanya tentang maksud Arika. "Kenapa? Kalian tinggal beresi makanan ini dan b
Last Updated: 2025-11-13
Chapter: Lelaki Yang Mempunyai Dua SisiPandu memandang hidangan yang ada di atas meja di hadapannya. Hanya ada satu piring dengan menu pakai sejumput nasi. Sisanya ada bergelas-gelas smoothie. Dia menatap tak percaya ke arah Arika. Gadis itu masih memasang muka betenya. "Wah, ternyata kayak gini caranya kamu ngabisin duit? Kurang enggak, sih?" Pandu mencoba untuk membuka pembicaraan dengan Arika setelah semua pergi dan meninggalkan dirinya dengan gadis itu di balkon. Masalahnya, meski sedang berada di ruangan terbuka, atmosfer sekitar mereka seperti di ruangan pengap tanpa jendela. "Kalau kamu cuma mau mengejekku, mendingan kamu lompat aja lewat pagar itu." Arika menyuap nasinya dan tidak memedulikan ucapan Pandu. Dia anggap saja lelaki itu tidak ada. "Enggak ada kata makasih atau semacamnya, nih?" Pandu masih mencari bahan untuk bisa berbicara dengan leluasa bersama Arika. Sungguh setelah cekcok di ruang baru mereka tadi dan aksi sok tangguh Pandu, rasanya ketika bersama seperti ini adalah berada dalam selimut cang
Last Updated: 2025-10-31
Chapter: Saudara atau Hama?"Seharusnya kamu bela aku sebagai wanita yang harus dilindungi saat dilecehkan seperti itu." Arika berhadapan dengan Dimas yang tadinya berdiri di lorong. Dimas diam. Percuma saja kalau dia menjawab. Jawabannya pasti salah semua dan dia mendapatkan nilai minus karena nol nilainya lebih besar untuk ukuran seorang wanita yang sedang marah. Dia harus banyak bersabar menghadapi keluarga ini. Bagaimanapun sumber uangnya juga dari mereka. "Aku mau ruangan di pojok sana. Kalau Pandu tidak setuju, bilang saja ke dia kalau bukan aku yang menempatkan diriku sendiri di posisi ini." Arika langsung pergi setelah mengatakan hal itu dengan tegas dan tanpa ada jeda. Dimas hanya mengangguk paham. Tak selang beberapa detik, Pandu keluar dari balik pintu ruangan luas itu. Dimas mengangkat kedua alisnya kepada tuannya. "Anda pasti dengar apa yang barusan diucapkan oleh Nyonya Arika, kan?" Pandu mengangguk. "Lakukan apa yang dia mau. Kasihan juga dari tadi dia harus marah-marah." "Itu juga karen
Last Updated: 2025-10-05