Sebuah pernikahan tiba-tiba mengikat Arika dengan Pandu, pria penuh rahasia yang tak pernah ia kenal. Di balik ciuman pertama mereka yang dingin, tersembunyi masa lalu berdarah dan permainan kekuasaan yang mengintai setiap langkah. Ketika cinta mulai tumbuh di antara peluru dan pengkhianatan, Arika harus memilih: mempercayai lelaki yang menikahinya tanpa cinta, atau membunuhnya untuk bertahan hidup. Sementara dunia memburu mereka, rahasia masa lalu perlahan terungkap—mengancam memisahkan cinta yang baru saja terasa indah. Mampukah Arika dan Pandu bertahan hidup ... atau justru akan menghilang selamanya dari dunia ini? Cinta mereka mungkin dapat bersemi, tapi cinta tersebut tumbuh di tempat yang salah.
view moreTerkadang, lelah yang dipikul oleh badan tidak sebanding dengan lelah yang dipikul oleh hati.
Itulah yang Arika rasakan sekarang. Dia menyibukkan diri untuk mengecek setiap sudut ruangan aula hotel bintang lima yang terkenal di Sidoarjo itu. Dia tidak ingin ada yang terlewat sama sekali. Sudah tugasnya juga sebagai penanggung jawab acara untuk memastikan keberlangsungan acara dengan baik. Lebih lagi, acara ulang tahun yang dia pegang kali ini bukan acara ulang tahun orang sembarangan. Dia sudah diwanti-wanti oleh bosnya untuk bekerja dengan sesempurna mungkin. Keluarga Baskara adalah keluarga terpandang di kota, sepupu dari keluarga Anggari. Mereka lebih vokal daripada keluarga Anggari jika ada kesalahan barang sedikitpun. Arika memanggil salah satu petugas acaranya. "Semua minuman, makanan ringan, hingga hidangan manis sudah siap?" Jaka, lelaki kepercayaan Arika, mengangguk. "Beres." "Sip." Untungnya, konsep yang diinginkan oleh pemilik acara tidaklah ribet, sama seperti acara pesta orang kaya pada umumnya yang mengedepankan kemewahan dan kesan elegan. Arika sudah handal dengan itu. Gawai Arika bergetar panjang, tanda ada panggilan masuk. "Halo." "Kamu udah di acara?" tanya seseorang di seberang sana. "Udahlah. Masa iya aku mau nelat. Orang aku yang pegang acaranya." "Sesore ini? Gila. Kamu niat banget mau urusin acara orang, hah? Kamu lagi niat banget atau niat mau kabur aja? Ini si Amar nodong aku buat ketemu kamu." Dia adalah Fatina, teman kantor sekaligus teman curhat. "Bodoh amat. Cemplungin aja dia ke kali. Jadi orang sukanya porotin adiknya mulu." Arika jengah. Inilah alasan utama dia ingin cepat-cepat ke venue acara. Dia tidak mau bertemu dengan kakaknya meski lelaki itu adalah kakak kandungnya sendiri. Arika mematikan gawainya. Dia tidak ingin diganggu. Dia benar-benar ingin fokus dalam acara ini dan mendapatkan reward lebih dari bosnya sesuai dengan kesepakatan. Ada beberapa barang yang belum dia beli yang termasuk dalam daftar pengeluaran bulanannya. "Bu Arika?" sapa seorang paruh baya dengan menepuk pundak gadis itu pelan. Arika menoleh kemudian mengangguk. Senyumnya merekah profesional. "Iya. Saya sendiri. "Salah satu anggota keluarga Baskara ingin bertemu dengan Anda. Saya adalah salah satu manager mereka. Silakan ikuti saya." Mendengar kata 'Keluarga Baskara', membuat Arika langsung percaya saja tanpa mempertanyakan lain-lain. Dia mengikuti wanita itu ke sebuah ruangan di lantai dua setelah memasrahkan kepengurusan acara kepada Jaka. Di dalam ruangan, ada seorang lelaki dengan setelan rapi sedang menghadap ke arah jendela. Di tangannya ada gelas berisikan air oranye yang disangka Arika sebagai jus jeruk. "Ini dia EO-nya, Pak." Wanita itu segera melangkah pergi, memberikan ruang untuk Arika dan lelaki asing yang katanya dari keluarga Buono itu. "Namamu siapa?" Lelaki itu bertanya. "Pangil saya Arika." Lelaki itu mengangguk, entah untuk apa. Wajahnya begitu serius dan tatapannya sarat akan misterius. "Kalau Anda?" tanya Arika memberanikan diri. Dia merasa harus ada kesetaraan di ruangan ini. Anehnya, lelaki itu tidak langsung menjawab. Dia sedikit tersenyum, tampak sangat maskulin sekaligus tak mau disamakan. "Kamu akan segera tahu." Mendapatkan jawaban seperti itu, Arika langsung hilang respect. Dia jengah dengan para manusia yang terlihat sangat meninggikan diri dengan kedudukan dan harta yang dimiliki. Well, lelaki di depannya ini tidak diragukan lagi mempunyai dunia di tangannya. Semua itu terlihat dari cara dia berbicara dan bergerak. "Kalau tidak ada yang dikatakan lagi, saya akan kembali ke aula. Maaf kalau lancang, saya yakin Anda adalah salah satu keluarga inti dari yang punya acara nanti. Apa ada yang ingin Anda minta untuk acara nanti?" Sekedar basa basi. Arika hanya ingin tahu sejauh mana kesombongan lelaki di hadapannya ini. Lelaki itu tediam sejenak, menatap lurus ke Arika. "Hati-hatilah. Nanti malam mungkin akan menjadi pesta yang kacau." Lalu dia tertawa, merasa bisa membuat suasana ruangan menjadi tegang. Geram, Arika mengepalkan telapak tangannya. Tanpa kata lagi, dia meninggalkan ruangan itu dan kembali ke aula. "Gak jelas. Mana sombong banget. Ngeselin." Arika mendumel sambil bergabung dengan Jaka yang sedang menata minuman soda di meja yang sudah ditata sedemikian rupa di aula. "Kenapa, Bos?" tanya Jaka yang merasa ada sesuatu aneh menimpa Arika. "Udah bener berarti aku minta ditambah gajiku buat ngurus ulang tahun keluarga ini. Orangnya aneh-aneh." Jaka malah tertawa. "Bukannya karena kamu sudah terbiasa komunikasi sama orang-orang kayak gitu, ya, si Bos besar pilih kamu untuk ini?" Arika memutar bola matanya. "Bodoh amat. Yang penting acara ini selesai dengan baik dan aku dapat cuan lebih." "Habis itu kita makan enak, kan?" Jaka memancing. Alisnya dinaik-turunkan. "Kita? Gue aja keles." Jaka tertawa lepas. Reaksi dari temannya ini memang tidak mengecewakan. "MC udah dateng?" "Udah tadi. Nanti keluarga besarnya bakalan dateng jam enam, katanya. Aku jamin acara ini bakalan sempurna." Arika mengangguk. Dia juga berharap begitu. Tak apa dia kelelahan mengurus ulang tahun keluarga kaya ini yang banyak permintaan. Setidaknya ini adalah salah satu cara bagi dirinya untuk mengalihkan diri dari kelelahan hakikinya. Masalah dengan keluarganya lebih melelahkan daripada ini. Sejenak, Arika mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Semuanya sudah siap. Ada waktu sejenak untuk bersanti sebelum nanti dia jadi manusia super sibuk saat acara sudah dimulai. "Santai dulu gak sih?" Arika duduk di salah satu kursi. Dia berisyarat kepada Jaka untuk diambilkan minuman soda. Jaka tidak keberatan. Dia tahu kalau Arika juga perlu istirahat sejenak agar saat acara dimulai bisa bekerja lebih optimal. Dia pun meminta bantuan karyawan EO yang lain untuk membuka botol. Setelah botol terbuka, dia memberikannya ke Arika. "Dimintai tolong malah minta tolong." Arika agak menyindir. Jaka hanya terkekeh dalam menanggapinya. Dia juga ikutan duduk di kursi sebelah Arika. Seteguk. Dua teguk. Tiga teguk. Arika merasakan ada yang aneh dengan tenggorokannya. Dia melihat ke arah botol soda yang di tangannya. Bahkan dia sampai mengangkat botol itu setara dengan wajahnya. "Ini soda kuat banget? Nyegrak, sumpah." Jaka mengedikkan bahu. "Gak tahulah. Orang aku enggak pernah minum soda dari kecil. Gak dibolehin sama emakku." Arika terbatuk beberapa kali demi melonggarkan kerongkongannya. Tapi, dia tidak kapok untuk meminum soda tersebut. "Kalau kayak gini, para tamu bakalan suka enggak sama minumannya?" "Lah, yang request minuman soda merek ini siapa?" "Ya, keluarganya juga sih." "Ya udah. Di luar tanggung jawab kita." Arika mengangguk. Benar juga apa yang dikatakan oleh Jaka. "Aku ke toilet dulu, ya. Aku serahin acaranya ke kamu kalau aku belum balik." Jaka mengangkat jempol tangannya. Arika buru-buru ke toilet. Dia merasa sangat ingin buang air kecil. Kerongkongannya juga terasa sangat panas. Namun baru saja sampai di lorong menuju toilet, kepalanya tiba-tiba terasa sangat berat. Bahkan tubuhnya mulaii terhuyung, tidak bisa berdiri tegak. Sedetik kemudian, tubuh Arika ambruk di atas lantai, pingsan.Kalau ingin hidup dengan baik dan tidak mau terombang-ambing di lautan asing, maka kamu harus berani untuk menantang ombak dan mematahkan pusaran air.Arika membuntuti Pandu ke kantor lelaki itu. Dia tidak peduli dengan kakinya yang terluka meski sudah dibalut dengan kasa. Dia tetap berjalan cepat, mengejar langkah lelaki itu."Enggak bisa seenaknya gitu dong. Kalau memang ini pernikahan kita berdua, kamu enggak berhak untuk mengaturku tanpa persetujuanku." Arika menarik tangan Pandu agar menghentikan langkahnya. Lama-lama dia jengkel karena seperti tidak didengarkan.Pandu berhenti. Dia menghadap Arika yang tingginya hanya sebatas dagunya. "Suami enggak perlu persetujuan istrinya untuk mengatur keluarga.""Itu di keluarga yang kolot! Kalau memang kita menikah dengan resmi, seharusnya ada persyaratan-persyaratan yang diterapkan. Kita udah enggak hidup di jaman jahiliyah, ya, Pandu." Arika tidak bisa tinggal diam dengan semua ini. Apalagu jika berhubungan dengan nasibnya ke depan. Aka
Semua di dunia ini bisa dibuat dengan teknologi. Akan tetapi secanggih apapun teknologi yang dibuat oleh manusia di bumi ini, tidak akan ada yang bisa membuat apalagi membohongi hati nurani. Arika menatap gawai Dimas dengan tatapan kosong setelah melihat dirinya benar-benar ada di video akad nikah tersebut. "Tidak mungkin. Semua ini cuma rekayasa." "Terserah kamu mau percaya atau tidak. Semua bukti sudah ada di depan kamu." Pandu berdiri dari duduknya. "Aku banyak kerjaan. Kalau mau tanya-tanya, tanya aja ke dia." Dia menunjuk ke arah Dimas. Arika menoleh ke lelaki yang diperkenalkan sebagai kuasa hukum keluarga ini tadi. Wajah gadis itu penuh dengan kebingungan dan sorot matanya penuh dengan kesedihan. "Saya akan bersedia membantu." Dimas menunduk dengan telapak tangan yang diletakkan di atas dada. Pandu pergi begitu saja. Di wajahnya, Arika melihat guratan kepedulian yang diperlihatkan lelaki itu di awal hilang. Hal itu membuat Arika sedikit terhenyak dadanya, terlalu cepat
Lautan luas memiliki banyak lapisan. Arika merasa dirinya sudah hidup di lapisan laut yang gelap. Namun sekarang dia malah diseret untuk memulai hidup di lapisan yang lebih gelap lagi.Semua berawal dari perpisahan kedua orang tuanya karena ada pihak ketiga yang merusak hubungan suci itu. Karena keputusan pengadilan agama, dia dan kakaknya berpisah. Arika ikut sang ibu dan kakaknya, Amar si beban hidup itu, ikut sang ayah.Kehidupan mereka lumayan jauh berbeda. Arika hidup dengan penuh kedisiplinan dan berkecukupan bersama sang ibu. Amar hidup seadanya dengan sang ayah. Amar mulai merecoki kehidupan Arika saat mereka sudah masuk kuliah. Dia sering memakai nama adiknya untuk utang di kantin dan membuat banyak keonaran yang membikin Arika malu. Tak sampai situ, Amar terus mengungkit 'keberuntungan' yang diperoleh Arika dengan ikut sang ibu saat gadis itu menampakkan rasa tidak terima atas perilaku kakaknya. Hingga pada puncaknya, Amar melakukan kesalahan fatal dengan mencuri handphon
Kadang hidup menyadarkan kita bukan dengan sapaan lembut atau pelukan hangat. Tapi dengan tamparan bertubi-tubi seakan kita tak bisa menganggungnya lagi. Arika terbangun dengan kepala berat dan pandangan buram. Cahaya pagi menembus jendela besar kamar yang sama sekali asing baginya. Langit-langit kamar tinggi dengan lampu gantung kristal. Dindingnya dihiasi lukisan klasik, dan ranjang tempat dia terbaring terlalu mewah untuk ukuran seorang event organizer dari perusahaan start up seperti dirinya. Dia bangkit perlahan, menahan pusing di pelipis, mencoba mengingat apa yang terakhir terjadi. Ingatan itu seperti mozaik yang pecah dalam beberapa bagian. Dia ingat acara ulang tahun, suara seorang pria, lorong toilet lalu ... gelap. “Di mana ini?” bisiknya parau kepada dirinya sendiri. Banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya yang terasa berputar. Lagi, dia mengamati ruangan tempatnya berada sekarang. Kamar ini benar-benar asing di memorinya. Dia tidak yakin pernah ada di sini. Ata
Terkadang, lelah yang dipikul oleh badan tidak sebanding dengan lelah yang dipikul oleh hati. Itulah yang Arika rasakan sekarang. Dia menyibukkan diri untuk mengecek setiap sudut ruangan aula hotel bintang lima yang terkenal di Sidoarjo itu. Dia tidak ingin ada yang terlewat sama sekali. Sudah tugasnya juga sebagai penanggung jawab acara untuk memastikan keberlangsungan acara dengan baik. Lebih lagi, acara ulang tahun yang dia pegang kali ini bukan acara ulang tahun orang sembarangan. Dia sudah diwanti-wanti oleh bosnya untuk bekerja dengan sesempurna mungkin. Keluarga Baskara adalah keluarga terpandang di kota, sepupu dari keluarga Anggari. Mereka lebih vokal daripada keluarga Anggari jika ada kesalahan barang sedikitpun. Arika memanggil salah satu petugas acaranya. "Semua minuman, makanan ringan, hingga hidangan manis sudah siap?" Jaka, lelaki kepercayaan Arika, mengangguk. "Beres." "Sip." Untungnya, konsep yang diinginkan oleh pemilik acara tidaklah ribet, sama seperti acara
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments