Madu untuk suamiku
Sepuluh tahun sudah pernikahan Arumi dan Raka berjalan tanpa kehadiran seorang anak. Berbagai cara telah mereka tempuh, pengobatan, doa, hingga pengorbanan yang nyaris menghabiskan harapan. Namun takdir seolah tak berpihak pada Arumi. Ia mulai dianggap mandul oleh mertuanya, yang tak lagi mampu menutupi rasa kecewa dan malu karena sang menantu tak kunjung memberi cucu.
Meski Raka selalu berkata bahwa cinta mereka lebih berharga dari segalanya, tekanan keluarga mulai menghancurkan ketenangan rumah tangga yang selama ini mereka jaga. Hingga suatu hari, sang mertua datang dengan permintaan yang menghancurkan hati Arumi, memintanya agar mengijinkan Raka menikah lagi, demi masa depan dan kelangsungan nama keluarga.
Di antara cinta dan luka, Arumi dihadapkan pada pilihan terberat. mempertahankan rumah tangga yang kian rapuh, atau melepaskan lelaki yang ia cintai untuk wanita lain, demi hadirnya seorang anak.
Read
Chapter: bab 12Arumi bergerak di dapur seperti robot yang kehilangan baterai. Tangannya secara otomatis mengupas apel dan memotong melon, meski matanya masih terasa panas dan kepalanya berdenyut hebat. Di ruang makan, sayup-sayup terdengar tawa renyah Ratih yang sedang memuji kecantikan Maya pagi ini."Mbak Arum," suara Maya tiba-tiba terdengar di ambang pintu dapur.Arumi tidak menoleh. Ia terus mengiris buah dengan ritme yang konstan."Mbak jangan marah ya sama Ibu. Ibu cuma terlalu senang karena akhirnya rumah ini bakal ada suara bayi," Maya mendekat, berdiri tepat di samping Arumi. Suaranya dipelankan, hanya cukup untuk didengar mereka berdua. "Dan soal kejadian semalam... terima kasih ya, Mbak. Gara-gara insiden bubur itu, Mas Raka jadi makin sayang sama aku."Pisau di tangan Arumi terhenti. Ia menatap potongan apel di depannya dengan tatapan kosong. "Kamu sengaja menjegal kakiku, kan?"Maya tertawa kecil, sangat pelan hingga terdengar seperti desiran angin. "Sengaja atau tidak, hasilnya tetap
Last Updated: 2025-12-28
Chapter: bab 11Kesunyian di meja makan itu terasa mencekik. Arumi perlahan berlutut, mengabaikan rasa perih di hatinya yang jauh lebih menyakitkan daripada bentakan Raka. Dengan tangan gemetar, ia mulai memunguti pecahan mangkuk satu per satu. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya luruh, jatuh tepat di atas ceceran bubur putih yang kini tampak seperti reruntuhan martabatnya sebagai seorang istri."Sengaja atau tidak, hasilnya tetap sama. Aku yang salah di mata mereka," bisiknya lirih.Pikirannya melayang pada Maya. Ia yakin merasakan ada sentuhan kaki yang menjegal langkahnya tadi. Namun, siapa yang akan percaya? Di rumah ini, Maya adalah porselen indah yang sedang menyimpan permata keluarga, sedangkan dirinya hanyalah bejana retak yang tak berguna.Tangis yang sejak tadi ia tahan akhirnya pecah.Ia menutup mulutnya dengan tangan, menahan isak agar tak terdengar ke luar. Bahunya terguncang hebat, napasnya tersengal. Ia bukan menangis karena bubur yang tumpah, bukan pula karena dimarahi Raka. Ia
Last Updated: 2025-12-28
Chapter: bab 10"Arumi." panggil Raka dari arah pintu.Arumi baru saja ingin membaringkan tubuhnya di atas kasur untuk beristirahat ketika ia terkejut melihat Raka sudah berdiri di ambang pintu kamar. Wajahnya yang tadi tampak lelah mendadak berbinar, ia sempat mengira bahwa malam ini suaminya akan tidur bersamanya.“Iya, Mas?” ucap Arumi pelan, tersenyum kecil.“Bisakah kamu buatkan Maya bubur sumsum? Dia ngidam dan ingin sekali memakannya,” ujar Raka langsung ke tujuan.Senyum Arumi sontak menghilang. Wajahnya berubah lesu dan kecewa.“Mas… aku capek. Aku baru saja menyelesaikan semua pekerjaan, dan aku ingin beristirahat,” katanya lirih.“Mas bisa beli di luar, kan?” tambahnya, menolak pelan karena benar-benar lelah setelah mengerjakan segalanya seorang diri.“Ini sudah malam, Arumi. Mana ada yang jual bubur sumsum jam segini?” jawab Raka. Jam dinding menunjukkan pukul 11.30 malam.“Tidak bisa besok saja, Mas?” tanya Arumi, suaranya semakin pelan.Suara Maya tiba-tiba terdengar dari belakang.“Mba
Last Updated: 2025-11-17
Chapter: bab 09“Arumi, cepat kamu belanja beberapa bahan makanan. Kita harus mengadakan syukuran untuk kehadiran cucu pertama di keluarga ini,” ucap Ratih penuh antusias.Raka yang sejak tadi duduk di samping Maya hanya bisa menatap Arumi yang diam tanpa banyak berkata-kata.“Bu, tidak perlu terburu-buru. Kita bisa lakukan ini lain waktu,” tegur Raka pelan pada ibunya.“Tidak bisa,” balas Ratih cepat, nada suaranya tak memberi ruang untuk bantahan. “Ibu juga ingin memberi tahu teman-teman sosialita Ibu bahwa sebentar lagi Ibu akan punya cucu.”Ratih kemudian melirik Arumi. “Lagi pula Arumi juga tidak keberatan, kan? Bukankah anak yang ada di kandungan Maya itu juga anakmu? Begitu, kan, Arumi?”Arumi tersenyum kaku. Hanya itu yang bisa ia lakukan. kemudian ia mengangguk pelan.Raka menghela napas panjang. “Kalau begitu, biar aku saja yang pergi bersama Arumi.”“Jangan,” dengan cepat Ratih menolak. “Kamu kan baru pulang, pasti lelah. Istirahatlah di rumah. Temani Maya, dia sedang mengandung anakmu.
Last Updated: 2025-11-15
Chapter: bab 08Arumi tengah duduk di sebuah kursi di beranda rumah. Tangannya sibuk menata bunga lavender yang baru saja ia beli dari toko bunga ke dalam sebuah vas cantik. Merangkai bunga memang menjadi hobinya, dan lavender selalu menjadi favoritnya karena aroma lembutnya yang menenangkan hati.Dua minggu telah berlalu sejak Raka dan Maya pergi berbulan madu. Sejak saat itu pula, Raka sama sekali tidak menghubunginya.Meski pikirannya terus melayang memikirkan suaminya, Arumi berusaha menguatkan diri agar tak terlalu larut dalam perasaan itu.Bukankah seharusnya ia mulai belajar ikhlas? Bukankah itu satu-satunya jalan yang bisa ia lakukan sekarang?Beberapa saat kemudian, sebuah mobil sedan hitam berhenti di pelataran rumah. Sopir pribadi Ratih segera turun dan membukakan pintu untuk majikannya.Arumi segera berdiri dan berjalan menghampiri ibu mertuanya untuk mencium punggung tangan mertuanya itu.“Kamu sudah mempersiapkan penyambutan untuk kedatangan Raka dan Maya, Rum?” tanya Ratih dengan wajah
Last Updated: 2025-11-14
Chapter: 07Dua hari telah berlalu sejak kepergian Raka dan Maya untuk berbulan madu. Pagi itu, Arumi duduk di sisi ranjang kamarnya, menatap foto pernikahannya bersama Raka yang diambil sepuluh tahun lalu. Dalam bingkai besar yang terpajang di dinding itu, keduanya tampak tersenyum bahagia. Namun semakin lama ia menatapnya, dada Arumi terasa semakin sesak. Sejak kemarin, Raka tak memberi kabar. Bahkan saat Arumi mencoba menelepon dan mengirim pesan, tak satu pun mendapat balasan. Apa aku sudah mengganggu kebersamaan mereka, hingga Mas Raka tak mau mengangkat teleponku? batin Arumi pilu. Tak ingin terus larut dalam kesedihan, ia bangkit dari duduknya. Setelah mengambil tas selempang kesayangannya, Arumi memutuskan pergi ke suatu tempat, sebuah kafe di tepi pantai yang dulu sering ia datangi bersama Raka. Ia datang ke sana hanya untuk melepas rindunya pada sang suami, yang mungkin kini tengah bermesraan dengan istri mudanya. Arumi duduk di sudut kafe yang menghadap langsung ke laut. Di hadapan
Last Updated: 2025-11-13
Chapter: bab 39Setelah menghabiskan hidangan penutup, Reihan menyelesaikan pembayaran dan meninggalkan tips untuk pelayan. Malam itu ditutup dengan perjalanan pulang yang tenang, tanpa banyak percakapan, seolah masing-masing menikmati sisa hangat dari kebersamaan mereka. Sesampainya di rumah, mereka berpisah menuju kamar masing-masing. Alya langsung membersihkan diri. Air hangat mengalir, membawa pergi rasa canggung dan sisa gugup yang masih menempel. Setelah itu, ia mengenakan pakaian longgar dan duduk di kursi meja rias. Pantulan wajahnya di cermin masih tampak bersemu merah, entah karena malu, lelah, atau sisa rasa senang yang belum benar-benar reda. Namun, ada satu hal yang mengganggu. Alya menyentuh perutnya pelan. Ia lapar Lagi. "Makanannya memang enak dan mahal sih, tapi porsinya benar-benar tidak manusiawi untuk perutku," gumam Alya sambil menyentuh perutnya yang terasa kosong. Steak wagyu tadi seolah hanya numpang lewat di kerongkongannya. “Mie instan kayaknya enak,” gumamnya lir
Last Updated: 2025-12-28
Chapter: bab 38Alya mematikan kompor dengan gerakan tergesa, lalu membuka jendela dapur agar asap keluar. Ia mengipasi udara dengan serbet, wajahnya ditekuk kesal sambil sesekali melirik wajan gosong itu dengan tatapan penuh penyesalan.“Semua gara-gara Bapak,” gerutunya pelan, nyaris tak terdengar.Namun tentu saja, Reihan mendengarnya.“Jadi sekarang aku yang disalahkan?” ucap Reihan, nada suaranya terdengar ringan, jauh berbeda dari ketegangan beberapa menit lalu.Alya menoleh cepat. “Kalau Bapak tidak tiba-tiba mengintimidasi saya begitu, masakan ini pasti tidak hangus,” bantahnya, mencoba terdengar tegas meski pipinya masih merona.Reihan tertawa kecil, suara baritonnya yang rendah bergema di sudut dapur yang masih menyisakan sisa asap tipis. Ia melangkah maju, memangkas jarak yang sempat tercipta, lalu bersandar santai pada pinggiran meja dapur. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum tipis yang tampak begitu menyebalkan sekaligus mempesona di mata Alya."Intimidasi?" Reihan mengulang kata i
Last Updated: 2025-12-27
Chapter: 37Reihan mematikan mesin mobilnya dengan perasaan tidak karuan. Begitu melangkah masuk ke rumah, bau harum tumisan sayur menyambutnya dari arah dapur.Di sana, Alya berdiri membelakanginya. Gadis itu tampak fokus pada wajan di hadapannya, rambutnya diikat sederhana, bahunya bergerak ringan mengikuti irama tangannya yang mengaduk masakan. Ia jelas menyadari kehadiran Reihan, langkah kaki itu terlalu khas untuk tidak dikenali, namun ia sama sekali tidak menoleh."Alya," panggil Reihan pelan."Iya," sahut Alya singkat. Suaranya datar, tanpa intonasi. Tangannya sibuk memotong sayuran di atas talenan.Reihan berjalan mendekat, mencoba mengikis jarak di antara mereka. "Maaf, tadi kamu harus menunggu lama di parkiran.""Tidak masalah," jawab Alya lagi. Pandangannya tetap terpaku pada pisau dan sayuran, seolah benda itu jauh lebih menarik daripada kehadiran suaminya.Reihan menghela napas panjang. Sikap abai Alya mulai mengusik ketenangannya. "Alya, sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kenapa ka
Last Updated: 2025-12-27
Chapter: bab 36Begitu pintu ruangan tertutup rapat, Reihan menghela napas panjang, melonggarkan dasinya, lalu duduk di sofa tepat di samping wanita itu."Itu tadi mahasiswamu?" tanya wanita bernama Sandra itu sambil memperhatikannya dengan tatapan menyelidik."Iya," jawab Reihan singkat.Sandra menoleh, menatap Reihan dengan mata menyipit curiga. "Tampaknya kalian sangat dekat ya? Sampai-sampai kamu menyuruhnya menunggu di mobil. Jangan bilang, kamu..." Sandra menggantungkan kalimatnya, mencoba menebak arah hubungan mereka."Dia istriku," potong Reihan cepat, tak ingin berbelit-belit.Mata Sandra terbelalak. "Apa?!" serunya tertahan. Ia hampir tidak percaya dengan pendengarannya sendiri."Tapi, jangan katakan hal ini pada Mama dan Papa dulu. Aku merahasiakan ini dari semua orang. Kalau sudah waktunya, aku sendiri yang akan bicara pada mereka," lanjut Reihan dengan nada serius yang tak terbantahkan.Sandra menggeleng-gelengkan kepala, masih berusaha mencerna kenyataan ini. "Kau... bagaimana bisa kamu
Last Updated: 2025-12-26
Chapter: bab 35Reihan berdiri di depan kelas dengan postur tegap dan berwibawa seperti biasa. "Buka buku kalian halaman 150. Kita lanjutkan materi kemarin," ucap Reihan tanpa basa-basi.Sepanjang ia menjelaskan materi di depan kelas, perhatian Reihan terus teralih pada baris kursi tempat Alya duduk. Gadis itu seolah menganggapnya tidak ada. Alya hanya menatap lurus ke papan tulis dengan pandangan kosong atau menunduk dalam fokus pada catatannya. Tak sekali pun mata bening itu melirik ke arahnya.Reihan mulai merasa terusik. Konsentrasinya sedikit goyah. Ia terbiasa mengendalikan situasi, namun melihat sikap diam Alya yang membeku seperti ini, ada rasa tidak nyaman yang merayap di dadanya."Ada apa dengannya?" tanya Reihan dalam hati sambil terus menjelaskan teori ekonomi.Ia mencoba mengingat-ingat kejadian beberapa waktu lalu. Semalam semuanya tampak baik-baik saja, bahkan sangat intim. Tadi pagi pun ia merasa tidak melakukan kesalahan apa pun. Ia hanya pamit keluar untuk suatu urusan. Menurutnya,
Last Updated: 2025-12-26
Chapter: bab 34Langkah kaki Alya terasa sangat berat saat meninggalkan rumah pagi itu. Di depan pagar, Dina sudah menunggu di atas motor matiknya dengan raut wajah penuh tanya."Lama banget, Al? Tumben kamu mau bareng sama aku. Biasanya kan kamu berangkat bareng Pak Reihan?" tanya Dina saat Alya menghampirinya.Alya mencoba memaksakan senyum meski hatinya sedang tidak keruan. "Enggak apa-apa, kok. Udah, yuk buruan jalan," sahut Alya singkat sembari menaiki motor sahabatnya itu. Ia hanya ingin cepat-cepat pergi sebelum matanya kembali bertabrakan dengan tatapan dingin Reihan.Begitu motor Dina memasuki area parkir kampus, Alya turun dan mulai melepaskan helmnya. Namun, baru saja ia hendak merapikan rambut, sebuah suara menghentikan gerakannya."Alya!"Alya menoleh, dan jantungnya seketika mencelos. Ia melihat Bima berdiri di dekat gerbang kampus, melangkah lebar menghampirinya."Mau ngapain dia ke sini? Bukannya dia lagi diskors?" bisik Dina lirih di samping Alya. Alya tidak menjawab, ia sendiri bing
Last Updated: 2025-12-25