Setelah dijual oleh suaminya demi uang 1 miliar, Melody harus merelakan rahimnya menampung janin hasil bayi tabung seorang CEO dengan istrinya. Namun, siapa sangka tiba-tiba Melody malah dinikahi CEO yang sudah beristri itu!
View More“Siapkan semua barangmu, aku sudah menjualmu pada seorang CEO dengan imbalan 1 miliar,” kata Suripto dengan begitu santai ketika baru memasuki rumahnya.
Melody yang sedari tadi sibuk membersihkan dapur langsung terkejut mendengar ucapan suaminya. “Maksudmu apa, Mas?” “Aku sudah menjualmu, seorang CEO kaya sedang mencari wanita yang mau menyewakan rahimnya untuk mengandung anaknya. Jadi, aku menjualmu kepadanya untuk mendapat imbalan itu,” jelas Suripto seolah tidak ada yang salah di sini. “Aku butuh uang itu untuk bayar hutang karena kalah judi.” Melody membelalakkan matanya lebar-lebar. Ia tahu, menikah dengan Suripto adalah penyesalan terbesarnya, dan sekarang semua itu benar-benar membuatnya menjadi semakin menyesal. Namun, saat itu dia harus menuruti permintaan terakhir neneknya, melihatnya menikah dengan Suripto yang dianggap sebagai laki-laki paling baik di kampungnya. “Kenapa harus aku yang menanggung semuanya? Kenapa aku yang harus membayar harga dari kesalahanmu? Semua itu ulahmu sendiri karena senang berjudi!" Suara Melody terdengar serak, penuh amarah yang tertahan. “Tidak ada jalan keluar lagi, Mel. Aku sudah menggadaikan rumah ini dan itu masih belum cukup.” Suripto menatap Melody sekilas, seolah tidak menganggap ini semua hal besar. “Kamu benar-benar mengorbankan aku untuk membayar hutangmu, Mas?” kata Melody lirih, benar-benar tidak habis pikir dengan suaminya. Melody merasa dunia seakan runtuh di hadapannya. Semua perjuangannya untuk keluarga ini terasa sia-sia. Bagaimana bisa suaminya yang pernah dia percayai, yang seharusnya menjadi pelindungnya, kini malah mengkhianatinya dengan cara yang tak terbayangkan? "Semua akan baik-baik saja," ujar Suripto lagi, ia berdiri dan mendekat, berusaha meyakinkan Melody. "CEO itu punya segalanya. Kamu bisa hidup dengan baik di sana bersama Alea." Namun kata-kata itu justru terasa hampa, tanpa keyakinan sedikit pun. Melody menatap suaminya untuk terakhir kalinya. Kebencian dan kesedihan bergumul di matanya. Melody ingin berteriak, ingin melemparkan semua amarah dan kekecewaannya pada suaminya, namun ada rasa kosong yang menggerogoti hatinya. Ia merasa seolah-olah ia tidak lagi mengenali orang yang berdiri di depannya. Semua yang mereka bangun bersama terasa seperti ilusi yang runtuh begitu saja. Suripto bukanlah suami yang baik untuk Melody. Hobi judi yang telah lama menggerogoti rumah tangga mereka kini membawa keluarga mereka pada kehancuran. Setiap kali Suripto berjanji akan berubah, Melody hanya mendapatkan kebohongan. Semua itu membuat Melody merasa terperangkap dalam hubungan yang sudah tak lagi sehat, terjebak dalam janji-janji kosong yang akhirnya terbayar dengan pengkhianatan besar ini. “Kamu benar-benar tidak peduli dengan perasaanku, ya?” kata Melody dengan suara yang tercekat, matanya menatap tajam ke arah Suripto, mengisyaratkan amarah yang selama ini telah ia tahan. Di tengah kecamuk perasaannya, pintu depan rumah terdengar terbuka, mengalihkan perhatian Melody dari pikirannya yang kacau. Langkah kaki terdengar masuk ke dalam ruangan, keras dan mantap. Melody menoleh perlahan, dan matanya langsung bertemu dengan sosok pria yang baru saja melangkah masuk—seorang pria tinggi dengan jas biru navy rapi, wajahnya dingin dan tegas. Itu pasti CEO yang disebut-sebut oleh Suripto! “Tuan Arjuna,” sapa Suripto begitu melihat Arjuna, sang CEO yang berdiri di ambang pintu. Ia langsung datang mendekat ke arah Arjuna. “Ini Melody, wanita yang akan menyewakan rahimnya untuk Tuan.” Melody menatap nanar suaminya yang tampak begitu bersemangat, seolah tidak ada yang salah dari keputusannya ini. Sementara itu, Arjuna itu tidak langsung menjawab. Ia menatap Melody dengan senyum tipis yang tidak bisa Melody tafsirkan. “Bagus,” kata Arjuna singkat. “Ini uang yang aku janjikan.” Kemudian, Arjuna memberikan satu koper yang penuh dengan uang kepada Suripto, membuat mata Suripto langsung berbinar. Melody terdiam, tubuhnya membeku saat menyaksikan percakapan yang semakin menyesakkan dada. Setiap kata yang terdengar semakin menguatkan rasa terperangkap dalam situasi ini. Namun, Suripto perlahan mendekat, berusaha menjaga jarak dengan hati-hati, khawatir jika Melody mengucapkan sesuatu yang bisa menggagalkan semua rencananya. “Jangan bicara apa-apa!” cegah Suripto dengan penuh penekanan. Melody semakin terpojok, lidahnya terasa kaku, seolah tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Wajahnya tertunduk, berusaha keras menahan air mata yang sudah sejak tadi mengancam untuk jatuh. Suasana semakin berat, hingga tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang memecah keheningan itu. “Ibu, aku sudah pulang. Mereka siapa, Bu?” Melody terdiam sejenak, bingung dan terperangkap, tak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan dari putrinya, Alea, yang baru saja memasuki rumah usai sekolah. Rasa cemas menguasai dirinya, merasa terjepit oleh situasi yang tak dapat dijelaskan dengan mudah. Namun, sebelum ia sempat mengeluarkan sepatah kata, Suripto dengan cepat menyela dan memberi penjelasan kepada Alea. "Ini Tuan Arjuna, Alea. Ibumu akan bekerja di rumahnya," kata Suripto dengan cepat, berusaha memberikan penjelasan yang sederhana. “Sekarang, Alea masuk saja ke kamar ya.” Alea yang masih berusia 8 tahun itu tentu saja menurut dengan mudah, meskipun ada raut kebingungan di wajahnya. Arjuna yang terkejut dengan situasi ini, lalu bertanya, "Jadi, Melody sudah memiliki anak?" "Maaf Tuan, Melody seorang janda yang sudah memiliki seorang putri," jawab Suripto dengan wajah cemas, berusaha menghindari pertanyaan yang lebih dalam. Melody semakin tercengang, kedua manik matanya membesar, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Demi uang, Suripto rela menyebut istrinya sebagai seorang janda, sebuah kata yang begitu tajam dan menyakitkan, seperti talak yang terlempar begitu saja tanpa perasaan. Hati Melody merasa hancur, terperosok dalam keheningan yang mencekam. "Kenapa kamu tidak bilang sejak awal kalau Melody sudah memiliki seorang anak?" Arjuna menyelipkan pertanyaan itu dengan suara dingin, matanya tajam menatap Suripto, menunjukkan kekecewaan yang mendalam. "Maaf Tuan, saya lupa untuk memberitahu Tuan," jawab Suripto terbata, merasa bersalah dan tertekan. "Tapi saya jamin, Melody seratus persen sehat dan tidak memiliki penyakit apapun." Arjuna terdiam sejenak, berusaha menimang kembali apa yang terjadi saat ini. Namun, semua telah berjalan cukup jauh dan ia tidak memiliki waktu untuk mencari wanita lain lagi. “Kemasi barangmu, mulai sekarang kamu tinggal di rumahku,” kata Arjuna kepada Melody akhirnya."Sasha, kenapa semalam kamu tidur di kamar Alea?"Pertanyaan itu membuat Sasha sedikit tersentak. Tatapannya langsung mengarah pada Alea dan Melody. Alea, yang ketakutan, segera menyembunyikan diri dalam pelukan Melody, enggan menatap mata tajam penuh kebencian itu."Rupanya anak kecil itu mengadu?" ucap Sasha sambil terus mengunyah makanannya dengan santai, seolah tak terjadi apa-apa."Kalau kamu banyak tingkah di rumah ini, lebih baik kamu angkat kaki lagi," ancam Arjuna dingin.Sasha berdiri, ekspresinya naik satu tingkat menjadi marah."Kamu nggak bisa perlakukan aku kaya gitu! Aku juga sedang mengandung anakmu! Kamar tamu itu pengap, sempit—nggak layak!" protesnya lantang."Kamu pasti masih hafal di mana letak pintu keluar rumah ini," balas Arjuna ketus, tajam, tak menunjukkan sedikit pun rasa iba.Sasha menghentakkan kakinya, lalu menjatuhkan diri kembali ke kursi dengan wajah cemberut."Baiklah! Aku nggak akan tidur di kamar Alea lagi. Puas?!" katanya sambil melontarkan tatapan
Sasha kini telah kembali tinggal di rumah Arjuna, setelah melalui berbagai pertimbangan yang membuatnya mengambil keputusan berat itu. Sasha menaiki anak tangga menuju lantai atas, hendak kembali ke kamar lamanya kamar yang dulu pernah ia tempati sebelum semuanya berubah.Namun langkah kakinya terhenti. Arjuna berdiri di atas tangga, menatapnya dengan dingin dan sikap tegas yang sulit ditawar.“Mau ke mana? Kamarmu di bawah, di sebelah sana,” ucap Arjuna datar, sambil menganggukkan kepala ke arah kamar tamu.Sasha menatapnya tak percaya. “Tapi aku mau kamarku yang dulu. Itu kan kamar tamu, aku kurang nyaman,” sahutnya dengan nada tak suka.Arjuna menghela napas panjang, tapi nadanya berubah ketus. “Terserah. Tinggal keluar dari sini kalau kamu nggak mau.”Sasha mendengus pelan. Ia memutar bola matanya dengan malas, tatapannya kemudian beralih ke Melody yang berdiri tak jauh dari situ. Pandangan Sasha tajam, penuh sindiran. Sementara Melody hanya diam, tak membalas. Suasana rumah men
Seminggu kemudian...Melody dan Arjuna tampak sedang mencatat segala keperluan calon bayi mereka. Meski usia kandungan masih sangat dini, namun antusias Arjuna tak bisa dihentikan. Ia ingin segala sesuatunya sudah dipersiapkan dengan matang, tak ingin ada yang terlewat."Mas... kira-kira calon anak kita laki-laki apa perempuan ya?" tanya Melody lembut sembari mengusap perutnya yang masih rata."Laki-laki maupun perempuan, yang terpenting sehat dan selamat," jawab Arjuna sambil tersenyum hangat. Sorot matanya menyiratkan cinta dan harapan.Namun, di tengah-tengah perbincangan hangat itu, terdengar suara langkah kaki mendekat dari arah pintu gerbang. Suara itu terdengar mantap, tidak ragu, seolah membawa kabar besar.Melody yang duduk di depan teras bersama Arjuna sontak menoleh. Matanya membesar saat melihat sosok wanita yang begitu familiar dan tidak diharapkan."Hai... apa kabar? Kalian pasti terkejut dengan kedatanganku kemari," ujar wanita itu sambil tersenyum. Dress cokelat yang i
"Apa ada sesuatu yang Mas sembunyikan?"Suara Melody terdengar pelan tapi penuh tekanan. Tatapannya menelisik, penuh rasa ingin tahu yang tak bisa lagi ia bendung. Ada sesuatu yang mengganjal, dan ia ingin jawaban, saat itu juga.Arjuna terdiam. Pandangannya menerawang kosong. Dalam hatinya bergolak, ingin sekali menjaga semuanya tetap tersembunyi. Masalah itu terlalu besar, terlalu berat untuk Melody tahu. Ia ingin Melody tetap tenang, tetap tersenyum."Nggak ada hal yang aku sembunyikan. Semua pesan dari Alex itu... cuma urusan bisnis," jawab Arjuna akhirnya, dengan nada yang berusaha terdengar tenang—meski hatinya berbohong.Melody menatap lekat wajah suaminya. Ia tahu, dari sorot mata itu. Ada yang tak dikatakan. Tapi ia menelan curiga itu, memaksakan diri untuk percaya."Baiklah... Apa kamu siap untuk periksa besok? Aku senang sekali malam ini. Semoga kehamilanmu kali ini sehat dan normal," ujar Arjuna, mencoba mengalihkan suasana."Iya, Mas," jawab Melody, tersenyum tipis. Senyu
"Mana imbalannya? Rencanaku bagus kan kali ini?"Suara Suripto memecah kepulan asap nikotin yang sedang Sasha hisap. Suripto menagih uang ratusan juta yang Sasha janjikan.Sasha menghisap rokoknya sekali lagi, lalu mematikannya di tepi asbak yang berabu. Ia bangkit, melangkah pelan menuju lemari, dan menarik keluar sebuah amplop coklat tebal berisi uang ratusan juta."Ini imbalanmu. Kali ini aku akui kerjamu luar biasa," ujar Sasha sambil menyunggingkan senyum puas.Suripto menyeringai, matanya menyelidik isi amplop coklat itu. "Apa aku dapat jatah lagi malam ini?"Sorot mata Sasha langsung berubah tajam. "Jangan minta yang aneh-aneh, SURIPTO!""Baiklah, aku cuma bercanda. Tenang saja," ujar Suripto terkekeh."Cepat keluar dari sini," usir Sasha, suaranya dingin.Suripto lantas berlalu pergi, meninggalkan apartemen Sasha. Sementara itu, Sasha masih tenggelam dalam euforia rencananya yang berjalan amat mulus."Ini baru awal, Melody. Kamu harus siapkan mental—sebentar lagi aku datang,"
Melody mencoba mengingat, aroma parfum itu, begitu familiar. Tapi ia cepat-cepat menggeleng, menepis segala pikiran yang mulai mengusik hatinya."Mungkin dia banyak ketemu klien," gumamnya, mencoba meyakinkan diri sendiri.Tanpa berlama-lama, ia mengangkat keranjang berisi pakaian kotor dan melangkah ke arah mesin cuci. Tangannya sibuk memilah, namun pikirannya terus melayang, terutama pada Arjuna.Mendadak ia teringat sesuatu. Sejak pukul tiga dini hari tadi, Arjuna belum menyentuh makanan. Bahkan sarapan pun hanya ditemani secangkir kopi. Kekhawatiran menyelinap diam-diam ke dalam hatinya."Aku harus ke kantor. Aku akan masakin gurame asam manis kesukaannya. Semoga aku masih sempat sebelum dia meeting," tekadnya bulat.Dengan antusias, Melody bergegas ke dapur. Ia mulai menyiapkan bahan-bahan, memotong, meracik bumbu, semua dilakukannya penuh semangat, seperti menuang perasaan lewat tiap tetes kecap dan irisan bawang.Repot? Sangat. Tapi Melody tak peduli.Baginya, tak ada yang lebi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments