Sekar Kirana, seorang guru tari Sunda berusia 24 tahun, hidup untuk menari Jaipong dan mengabdi pada budaya di Bandung. Namun, hidupnya jungkir balik saat ia tak sengaja menikah dengan Ethan Wiratama Van der Meer, pengusaha properti blasteran Indonesia-Belanda berusia 33 tahun yang kaku dan penuh pesona. Gara-gara kesalahan dokumen di festival budaya, mereka terjebak dalam akta nikah sah! Demi menyelamatkan reputasi sanggar tari Sekar dan wibawa Ethan, mereka berpura-pura jadi suami istri selama enam bulan. Sekar, dengan semangat bebas dan jiwa volunteer, menyeret Ethan ke dunianya yang tak terduga. Ethan, dengan mata hijau dan logika dingin, tak kuasa menolak pesona Sekar yang perlahan mencairkan hatinya. Tapi, ketika rahasia di balik pernikahan mereka terungkap, akankah mereka tetap berpura-pura… atau jatuh cinta sungguhan?
ดูเพิ่มเติม***“Ini bukan ambisi, Mami,” suara Ratu terdengar serak namun penuh ketegasan. “Mami sayang kalian. Kalian anak Mami, harta Mami. Mana mungkin Mami mau membuat kalian menderita?”Ia menghela napas panjang, menatap ke arah jendela gedung tinggi yang menampilkan langit Jakarta yang kelabu. “Kalau Mami tidak sayang, perusahaan ini tidak akan atas nama kamu dan Clarissa, adikmu.”Ethan tersenyum miring, senyuman yang lebih mirip luka daripada kebahagiaan. “Karena perusahaan ini kacau, Mami. Jadi Mami tidak mau membuat beban itu bersusah payah. Jangan dibungkus dengan kata sayang. Aku tahu maksud Mami.”Nada dingin Ethan menusuk. Ratu menoleh cepat, sorot matanya membara. “Ethan! Bagaimanapun, hormati dia sebagai suami Mami!”Ethan menggeleng keras. “Tidak akan pernah!” katanya tegas.Ratu terdiam, ia tidak bis bersikap keras pada anak sulungnya itu.***Sementara itu, di lantai bawah gedung, suasana jauh berbeda. Lobi perusahaan tampak ramai oleh lalu lalang karyawan yang baru pulang mak
***Sekar menelan ludah, matanya berair.“Kenapa aku merasa sedih?” bisiknya, suara tercekat keluar dari tenggorokan. Ia duduk di kursi kayu panjang di sanggarnya, lampu gantung kuning redup menyorot lukisan di hadapannya.Air matanya jatuh tanpa ia sadari, membasahi pipinya yang dingin. Sekar menatap wajah Ethan dalam lukisan itu. Pria itu ia lukis dengan senyum teduh, duduk di sebuah bangku taman yang entah pernah ia lihat di mana. Tempat itu samar, seperti potongan mimpi yang melintas singkat.Ada yang menyayat dadanya. Perasaan asing, seolah kehilangan sesuatu yang sebenarnya belum pernah ia miliki. Hampa. Kosong.Sekar menggeleng cepat, menepis air mata dengan punggung tangannya. “Tidak, aku tidak boleh larut seperti ini,” katanya pelan, berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Ia menarik napas panjang. “Lebih baik aku menuntaskan lukisan ini. Besok... ya, besok aku akan ke Jakarta. Aku akan memberikannya langsung pada Ethan. Ini hanya hadiah ulang tahun. Balas budi. Karena dia sudah
***“Kau selalu menyukai hal seperti ini, hm?” bisiknya, nyaris menyerupai godaan. Ethan tersenyum lembut, menatap wanita itu dengan tatapan yang dalam.Detak jantung Sekar melonjak. Ia mendongak, mendapati sepasang mata hijau zamrud menatap lurus ke arahnya. Ethan. Pria itu selalu muncul di saat ia paling ingin menghindar, tapi sekaligus yang diam-diam selalu ia harapkan hadir.Wajahnya panas. Ia buru-buru memalingkan kepala. “Mana ada orang yang mau jatuh? Aku masih waras,” gumamnya kesal, mencoba menyembunyikan rasa malunya.Ethan tersenyum samar, senyum yang lebih berbahaya daripada ancaman apa pun. “Apa aku harus jelaskan? Kau yang sengaja naik kursi rapuh hanya supaya bisa jatuh ke pelukanku?” Ia menaikkan satu alis, jelas tengah menggoda.Sekar mendengus, berusaha melepaskan diri dari genggaman itu. “Jangan terlalu percaya diri, Tuan Muda. Aku hanya ingin mengambil garam!” Ia menunduk, namun justru membuat wajahnya semakin merah, seperti tomat matang yang baru saja dipetik.Taw
***“Semua akan baik-baik saja, Sekar.” suara Ethan rendah, hampir berbisik, seakan hanya untuk telinga wanita itu saja. “Percayalah padaku. Kamu percaya padaku, bukan?”Ucapan itu bergema di kepala Sekar. Ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang membuat jantungnya berdegup lebih cepat. Ia menatap bibir Ethan yang baru saja mengucapkannya, lalu memejamkan mata sebentar.Deja vu.Kalimat itu, intonasi itu, bahkan tatapan mata Ethan… seakan-akan ia pernah mendengarnya di suatu tempat. Entah itu di dalam mimpi, atau di dalam memori samar yang belum pernah ia pahami.Sekar menutup matanya dengan satu tangan, merasakan denyut nyeri yang mendadak menusuk pelipisnya.“Sekar!” suara Ethan meninggi, panik. Ia segera meraih bahu wanita itu. “Kamu tidak apa-apa?”Sekar menarik napas pendek, berusaha menenangkan diri. Perlahan, ia membuka mata dan menatap Ethan yang wajahnya penuh cemas. Senyum tipis ia paksakan.“Entah kenapa… apa yang kamu ucapkan tadi seperti pernah ada yang mengucapkannya.” Suaran
***“E-Ethan…” suara Sekar tercekat, nyaris hanya sebuah bisikan yang keluar dari bibirnya.Di hadapannya, pria itu berdiri dengan senyum tenang, mata hijau zamrudnya seakan berpendar oleh cahaya pagi yang menembus kaca jendela sanggar. Senyum itu selalu menghadirkan rasa damai, tapi juga membuat hatinya tak pernah tenang.Ethan memasukkan kedua tangannya ke saku celana, tubuh tegapnya sedikit condong ke arah Sekar. “Bersiaplah,” ucapnya datar namun mengandung sesuatu yang serius, “aku ingin kita pergi. Ada hal yang harus kubicarakan denganmu.”Sekar terdiam. Dadanya berdebar, tetapi ia mengangguk pelan. “Oke… tunggu sebentar.” Suaranya lemah, seakan ia tak kuasa menolak permintaan Ethan.Ia berbalik, merapikan beberapa kertas yang berserakan di meja sanggar, seolah-olah butuh alasan untuk menunda pertemuan yang mungkin akan mengguncang dunianya. Hanya suara langkah mereka yang akhirnya terdengar, berjalan keluar dari ruang latihan dan menuju mobil Ethan.Di dalam mobil, keheningan be
***Braaak!!Suara benturan keras itu membuat tubuh Sekar terlonjak kaget. Matanya melebar ketika sebuah motor melaju tak terkendali ke arah mereka. Dalam sepersekian detik, sebelum ia sempat berteriak, tubuhnya sudah ditarik kuat ke dalam pelukan Ethan.Tubuh pria itu memeluk Sekar erat, membalik posisinya, hingga punggung Ethan yang menghantam keras aspal jalanan. Mereka berguling beberapa kali sebelum akhirnya berhenti. Rasa sakit seolah menghantam seluruh tubuh Ethan, tetapi ia tetap mendekap Sekar rapat, memastikan wanita itu tidak tergores sedikit pun.“Ethan!!” Sekar menjerit.Napasnya memburu, tubuhnya gemetar. Ia menatap pria itu yang kini terbaring di sampingnya dengan wajah meringis, pelipisnya berdarah, lengan bajunya terkoyak, dan merahnya darah mengalir di sana.“Ethan… Ethan!!” Sekar panik, air matanya langsung jatuh, tangannya mengguncang tubuh pria itu.Ethan berusaha tersenyum tipis, meski jelas kesakitan. “Aku… aku tak apa-apa, Sekar. Ini hanya darah… dari aspal saj
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น