Beranda / Romansa / 06.06 / 04. Softie Gravano

Share

04. Softie Gravano

Penulis: Snowbel
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-08 18:25:20

"Nenek pergi ke rumah paman dari pagi, jadi Bibi di rumah, Cea tadi pulang telat dia mau makan tetapi pas Cea mau masak dia bilang-" suara Cea tercekat, "Dia bilang yang enggak-enggak terus bilang jelek tentang Ibu Cea, terus dia tarik Cea ke gudang terus Cea di kunci dan lampu gudangnya mati.

Cea menghirup napasnya sebelum bercerita lebih, "Maaf, Cea cerita banyak ke Rava, karena memang kemarin Rava tahu kalau Bibi Cea ada disini." ada benarnya juga Gravano memang tahu kemarin Cea diperlakukan kasar oleh Bibinya itu.

"E-eh, maaf, Vano maksudnya." Cea meralat perkataanya ketika ia memanggil Gravano dengan sebutan Rava, sedangkan Gravano hanya mengulum bibirnya, ia memasang kembali wajah datarnya namun gagal. Gravano meraih helaian rambut Cea dan ia rapikan asal, "Lo mau tahu kenapa gue benci sama lo?"

Cea menatap Gravano penasaran, "Kenapa?" tanya Cea, Gravano menatap dalam mata bulat Cea, "Karena lo lemah, lo mau disiksa bagaimanapun, lo enggak pernah ngelawan!"

"Gue selalu bikin lo sakit, tapi lo malah senyum baik-baik saja enggak pernah marah ke gue, gue benci itu."

Cea menunduk dan kembali terisak, "Cea enggak mau bikin orang lain sakit, Cea takut kalau Cea melawan mereka akan lebih menyakiti Cea. Jika itu membuat Rava benci, Cea enggak apa-apa, banyak juga yang enggak suka sama Cea karena Cea miskin Cea enggak apa-apa kok jujur!" seru Cea sambil tersenyum simpul.

Benteng pertahanan Gravano runtuh sudah.

Ia membawa Cea kembali ke dalam dekapannya, "Maaf." ucapnya lirih membuat Cea semakin terisak, "K-Kenapa maaf?" tanya Cea.

"Maaf sering bikin sakit, tapi sekarang kalau ada apa-apa cerita ke Rava, ya?" Gravano terkekeh geli saat menyebut namanya dengan sebutan Rava.

"Huwaa, kenapa Rava jahat ke Cea!"

"Shhtt, iya Rava salah, maaf."

Setelah kejadian itu sikap Gravano memang terlihat berubah, namun kadang ia suka mengjahili Cea dengan berpura-pura dingin. Lucu.

"Rava, lihat, aduh!" Cea menepuk dahinya frustasi, saat ini tugas Cea bertambah karena harus mengajar Gavin sekaligus Gravano.

Gravano menggaruk tengkuknya, pasalnya ia memang tidak pernah belajar tetapi sekarang ia mau belajar karena paksaan dari Cea. "Aish, pusing." rengek Gravano menjauhkan bukunya, ia merengek manja saat Bundanya datang sambil membawa cemilan dan jus mangga.

"Bunda, Rava pusing!" nama Rava menjadi panggilan Gravano sekarang, ia menyukainya. "Jangan merengek, bentar lagi ujian nasional."

Gavin menertawakan wajah kakaknya yang terlihat masam, "Gavin jangan begitu sayang!" tegur Cea, Vera tersenyum melihat perilaku Cea yang begitu menyayangi Gavin.

"Rava mana hasilnya?" tanya Cea, matanya masih fokus ke arah Gavin yang sedang menggambar, sedangkan Gravano mendumal sebal. Bertanya ke dia tetapi matanya melihat ke arah lain.

Cea melirik ke arah Gravano yang sedang mendumal sambil terkekeh, pria yang kemarin-kemarin berperilaku buruk sekarang berubah begitu saja. Ia senang? Tentu, tetapi jangan lupakan bahwa penggemar Gravano tidak akan membiarkan Cea bahagia di sekolah.

Brugh!

Tubuh Cea menabrak meja rusak dibelakangnya, lagi dan lagi ini adalah penyiksaan dari para penggemar Gravano, mereka memang membenci Cea sebelumnya dan sekarang makin membencinya karena Cea terlihat dekat dengan Gravano.

"Jauhin Vano, lo tuli?!" pekik Ariana geram lalu menendang Cea bertubi-tubi, "Shit! Guys lanjutkan." Ariana sudah cukup lalu dilanjutkan oleh Gresyln dan Belva, mereka menyiram Cea dengan air kotor yang Cea tidak tahu entah dari mana asalnya. Setelah itu Greslyn dan Belva langsung pulang, karena memang ini sudah jam pulang.

Cea berdiri pelan, tubuhnya sangat sakit bahkan bau tidak sedap menyeruak begitu saja membuat Cea mual. "Rava!" seru Cea panik, pasalnya pria itu bilang jika ia akan menunggu Cea keluar dari kelasnya untuk langsung pergi mengajar kembali.

"H-Halo, Rava maaf Cea enggak bisa bareng."

"Kenapa?"

"A-Anu enggak apa-apa, nanti Cea nyu-" ucapan Cea terjeda saat melihat Gravano di ambang pintu, Cea tersenyum kikuk, kenapa harus ketahuan segala.

Gravano menatap Cea datar emosinya naik begitu saja, "Ke toilet sekarang, gue ambil baju dulu." Cea menunduk saat sorot dingin Gravano menusuk indra penglihatannya, lagi-lagi Gravano akan memarahi Cea kembali karena Cea enggan melawan.

Cea mengetukkan kuku di jari mungilnya gugup, Gravano membawa mobil hari ini karena ingin membeli sesuatu terlebih dahulu. Netra Gravano melihat Cea gemas, Cea terlihat gugup dengan pipi tembam yang menggembung dan mata yang berkedip lucu. Sungguh Gravano tidak bisa jika terus kesal dengan gadis itu, "Turun, kita sudah sampai." ucap Gravano datar.

"Rava marah lagi?" tanya Cea, Gravano tidak mengindahkan ucapan Cea ia langsung memasuki pusat perbelanjaan. "Malah ditinggal, kalau Cea hilang bagaimana?!" gerutu Cea, ia lebih cerewet dan heboh sendiri ketika Gravano mengenalnya lebih.

"Bawel banget, sih!" Gravano mundur untuk menghampiri Cea, Gravano meraih lengan Cea dan menggenggamnya. Bisa gawat juga jika ia hilang.

Rencana hari ini adalah Gravano akan membeli bahan-bahan untuk memasak besok karena ia meminta Cea untuk mengajarinya memasak. "Rava bawa ini, masa Cea yang bawa, berat tau!" gerutu Cea sambil membawa troli.

Cea dengan lihai memasukkan bahan-bahan untuk membuat ayam tepung pedas, rappoki, dan kue kering. Gravano hanya mendorong troli saja membiarkan Cea yang memilih karena memang Cea yang tahu semuanya, Gravano hanya ikut saja.

"Kayaknya sudah," ucap Cea tangannya menyortir semua bahan yang ada di dalam troli dan mengabsennya, "Ini sudah, sana bayar Cea tunggu diluar." ucap Cea berlalu begitu saja, Gravano menggerutu, jadi begini sikap Cea yang sebenarnya, menyebalkan sekaligus menggemaskan.

"Sebentar, gue mau ke mobil dulu, jangan kemana-mana ingat!" perintah Gravano, Cea menangguk.

"Hei, apa kabar?"

Cea menoleh ke asal suara matanya membesar saat melihat pria yang sudah lama tidak ia jumpai, "Kak Rafka! Aku baik-baik saja, Kak!" ucap Cea antusias, Rafka terkekeh pasalnya sikap Cea dari dulu belum berubah ia tetap jadi wanita menggemaskan dan ceria.

"Sama siapa disini?" tanya Rafka sambil mencubit pipi Cea, "Sama gue." Cea menoleh ke arah Gravano yang terlihat sangat datar.

"Saya Rafka, kamu?"

"Gravano, Cea ayo makan." ucap Gravano singkat dan langsung menarik lengan Cea, "Saya ikut boleh?" langkah Gravano terhenti saat Rafka berkata demikian ia melepaskan tarikan dari lengan Cea dan membiarkan Cea yang mengurusnya.

Cea berjalan ke arah Rafka, "Maaf, untuk sekarang Cea mau berdua sama Rava." ucap Cea pelan dan langsung berlari menuju Gravano, "Ayo!" seru Cea riang, ia mengangkat tangan kanannya sebagai kode agar Gravano menggenggamnya.

Gravano tersenyum simpul sedangkan di lain tempat ada seseorang yang bergumam, "Aku lebih dulu mengenalnya, jadi aku yang harus bersamanya."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • 06.06   25. Scandal

    Cea menghembuskan napasnya jengah, sekarang total sudah 1 minggu sejak kejadian kemarin, namun ia belum bertemu lagi dengan sang Ibu. Ia mengaduk milkshake vanilanya sambil sedikit bercengkrama dengan para sahabatnya, walaupun Cea hanya akan tertawa."Ariana di kelas bagaimana?" tanya Letta."Baik-baik saja, Cea sudah bilang dia minta maaf waktu itu, jadi enggak akan ganggu Cea lagi."Letta mengangguk, "Benar juga,""Eh, aku ada kelas, duluan, ya!" seru Letta tergesa-gesa.Kini hanya tersisa Cea dan Sean, sedangkan Gravano belum kembali dari kelas sebelumnya. Mereka berdua hanya diam fokus dengan pekerjaan masing-masing, beberapa kali Sean akan bertanya namun Sean lebih banyak diam dan mengerjakan tugasnya."Aw!" Cea berteriak saat merasakan bibirnya berdarah karena ujung sedotan yang runcing, "Berdarah?" tanya Cea sambil membuka sedikit mulutnya.Sean mendekat dan melihatnya, "Hanya sedikit," ucapnya.Cea mengangguk lalu berla

  • 06.06   24. Vania

    Vania menarik Cea ke parkiran klinik, "Kau berteman dengannya?" tanya Vania, Cea hanya mengangguk ia tidak ingin sekalipun menjawab pertanyaan yang dilontarkan oelh Vania."Kau dekat dengan keluarganya?"Cea menatap Vania tajam, "Bukan urusanmu, sekarang katakan apa yang membuatmu datang kesini?"Cea tahu, Vania tidak akan datang ke tempat seperti ini, walaupun Ibunya sendiri sedang di rawat. Entah apa alasannya, hanya Vania yang tahu."Kau bertemu dengan Ibumu?""Iya," jawab Cea singkat."Woah, bagaimana dia bisa kemari, berani sekali.""Memangnya kenapa?" tanya Cea."Ah, bukan apa-apa, hanya saja jika ia kembali kesini berarti ia siap mempertaruhkan semuanya, termasuk nyawanya."Mata Cea terbuka lebar, "Apa yang kau katakan?!"Vania tertawa, sesaat sebelum ia mencekik leher Cea kencang, "Kau ditakdirkan terlalu bahagia, aku tidak menyukainya," ucap Vania tajam, lalu menghempaskan Cea begitu saja.Cea meng

  • 06.06   23. Time

    "Kenapa?"Cea menggeleng, ia hanya menyesap teh manis hangat yang diberikan Gravano padanya. Sedangkan Gravano menghela napasnya, baik, ini bukan waktu yang tepat untuk mendengarkan Cea bercerita."Baby?"Cea menatap tajam ke arah Gravano, "Manggil siapa?" tanya Cea sewot."Baby, mau cokelat?" tanya Gravano sambil melambaikan dua cokelat chungky bar.Mata Cea berbinar, tetapi apa tadi, Baby? Cea membuang wajahnya malas, ia terus menyesap teh manis hangat sambil memperhatikan kotak yang sudah dirapikan oleh Gravano."Baby?""...""Cea?""Hm?"Gravano tertawa, memang menggelikan jika ia memanggil dengan manis seperti itu, tetapi ia lebih senang jika melihat Cea kesal padanya daripada melihat Cea menangis seperti tadi. "Baby, mau cokelat?""Ya, aku bukan bayi, sana pulang!"Gravano kembali tertawa saat melihat wajah Cea yang bersemu, namun ia menahannya dan mulai berdecak sebal. Gemas, menurutnya.

  • 06.06   22. Gift

    Cea melengguh pelan saat merasakan sesuatu menempel dikeningnya, bahkan ada tetesan air yang terjatuh di pipi Cea. Ia berpikir jika itu mimpi dan tanpa pikir panjang, ia kembali melanjutkan tidurnya."Pagi," ucap Cea dengan suara khas bangun tidur, ia meregangkan tubuhnya yang pegal karena harus tidur dengan posisi duduk, hingga kakinya mengenai sebuah benda di bawah ranjang."Nenek, ini apa?" tanya Cea sambil mengangkat kotak warna biru langit itu, ia menatap pin matahari yang langsung membawanya mengingat masa lalu, ia ingat bahwa ia pernah memberikan pin ini kepada Ibunya dulu.Mata Cea memanas ia meletakkan kembali kotak itu ke bawah ranjang, lalu menatap Neneknya yang tengah tersenyum hangat. "Ini dari Ibu?" tanya Cea.Nenek hanya menggeleng, bukan ia tidak tahu, ia ingin Cea mengetahui semuanya sendiri. Ia tahu, bahkan ia sangat tahu saat Hana mencium sayang kening Cea, ia tahu."Um, Cea keluar dulu, Nek."Cea mendudukan dirinya di kur

  • 06.06   21. Grandma

    Hari sudah malam, langit sudah menggelap, seluruh manusia sedang beristirahat begitupun dengan matahari yang sudah terlelap. Seorang wanita dewasa berdiri mematung beberapa jam di depan sebuah caffe yang sekarang sudah tutup, sesuai dengan adanya tanda closed di depan pintunya."Cepat atau lambat, aku harus mengatakan yang sebenarnya. Mas, aku akan jujur kepada Cea, anak kita."Wanita itu menengadah melihat bintang yang sepertinya tidak banyak yang terlihat, air matanya sudah turun daritadi, ia merasakan sesak dan sempit mengisi rongga udaranya. Ia merindukan suaminya, ia merindukan Ibunya, dan tentu saja ia merindukan Cea."Nenek, Cea pulang!" teriak Cea dengan riang, ia berjalan cepat ke arah kamar neneknya."Nenek, Cea bawain maka- Nenek!"Sudah pukul jam 12 malam namun mata gadis manis ini enggan tertutup sama sekali, tangannya masih tertaut dengan tangan sang nenek yang tengah tertidur pulas di atas ranjang."Cea?""Nenek sudah b

  • 06.06   20. Ariana

    Gravano mengusap lembut rambut Cea yang terurai, gadis itu terlihat fokus dengan ponselnya, sesekali Cea akan memekik senang bahkan sesekali akan tertawa dan menangis."Kayak Rava, ya?"Cea hanya mendelik, "In your dream."Kini giliran Gravano yang kesal, awalnya Cea mengajak ia pergi ke kedai es krim karena ingin mencoba es krim rasa baru, namun kenyataannya gadis itu malah asik melihat idolanya yang tengah menari sambil menyanyi."Cea, Rava mau pulang," ucap Rava.Cea meletakkan ponselnya lalu menahan Rava yang sudah beranjak, "Okay, Cea makan, jangan pergi!" seru Cea buru-buru, ia langsung menghabiskan satu cup es krim yang sudah setengah mencair."Pelan-pelan makannya," Cea hanya mengangguk.Letta menatap tak percaya dengan wanita yang kini tengah tersenyum miring padanya, "Jangan ganggu sahabat gue lagi!""Mari kita lihat kedepannya bagaimana, saya permisi." ucap Ariana penuh intimidasi diiringi dengan senyum liciknya.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status