Home / Romansa / 06.06 / 05. Sick

Share

05. Sick

Author: Snowbel
last update Last Updated: 2021-09-08 18:25:54

Hari ini hari minggu, ralat, hari ini adalah hari dimana Gravano akan sendiri di rumah. Vera dan Gavin akan pergi ke Thailand untuk mengunjungi rumah Nenek Gavin selama 2 minggu. "Awas, jangan lupa makan!" peringat Vera kepada Gravano yang memeluknya manja.

"Rava bisa sendiri 'kan? Bi Muti pulang kampung soalnya." Gravano melepas pelukannya, "Beres Bunda, percayakan kepada Tuan Gravano." ucap Gravano menyombongkan diri, padahal ia tidak bisa apa-apa, dulu jika ia sendiri di rumah ia akan menyuruh teman-temannya untuk membereskan rumahnya dan untuk makan ia akan membelinya diluar.

Baru 15 menit Vera dan Gavin keluar dari rumah Gravano sudah meringis, ia melihat rumah seperti kapal pecah, cucian piring menumpuk, dan sekarang ia lapar. Ia harus bagaimana?

"Assalamualaikum!"

Dengan cepat Gravano membuka pintu, bagaikan keberuntungan memihak kepadanya sekarang. Ia tidak sendiri, ada Cea yang baru datang. "Waalaikumussalam, masuk."

Cea menggunakan hoodie oversize berwarna baby pink dan celana pendek berwarna hitam, rambutnya ia cepol dua membuat dirinya terlihat seperti anak taman kanak-kanak yang baru mandi. Wangi bayi begitu mendominasinya, ia tidak memakai make up hanya mengoleskan sedikit lipbalm berwarna merah muda di atas bibir cherrynya.

"Ya ampun, kenapa ini masih berantakan? Bunda sama Gavin sudah berangkat?" tanya Cea sambil memungut beberapa bungkus cemilan dan alat tulis Gavin yang berserakan begitu saja. Bukannya menjawab Gravano malah diam tidak bergeming, ia menatap Cea yang terlihat sangat fresh dan menggemaskan, apalagi ketika gadis itu mendumal tidak jelas membuat pipinya semakin menggembung lucu.

Tahan, ini anak orang jangan kamu apa-apain.

Tahan, dirumah sepi, jangan mencari dosa.

Tahan, tuan Gravano Axander Valery.

"Kok malah melamun, bantuin, ih!" suara nyaring Cea menyadarkan Gravano, ia terkekeh kecil lalu mulai membantu Cea.

"Rava lapar!" rengek Gravano yang baru beres membereskan sampah dan perlatan Gavin, sedangkan Cea masih mengepel lantai. "Sebentar, ya." ucap Cea lembut, ia dengan sesegera mungkin membersihkan setiap sudut rumah ini.

"Mau Rava bantu?" tanya Gravano yang melihat keringat Cea bercucuran, "Ini tinggal pel, Cea mau ke dapur dulu, ya." ucap Cea sambil memberikan kain pel ke Gravano.

Cea membuka kulkas dan langsung mengeluarkan semua bahan yang kemarin ia beli bersama Gravano, pertama ia akan membuat ayam tepung saus pedas sambil berjalan ia juga membuat rappoki. Aroma masakan yang hinggap di hidung Gravano membuatnya semakin lapar.

"Rava, coba cicipi dulu, kalau sudah pas ayamnya masuk, ya!" ucap Cea sambil matanya tidak lepas dari cucian pring yang menumpuk, "Enak enak!" seru Gravano heboh, lalu ia melakukan apa yang Cea perintahkan.

"Rava masukin mie-nya kesana!" ucap Cea, ia masih melanjutkan aktivitasnya, "Angkat ayamnya, terus kalau mie-nya sudah matang angkat juga, ya." perintah Cea sekali lagi.

"Um, wangi banget!" seru Gravano sambil menyesap asap yang keluar dari rapokki, sedangkan Cea sedang kesusahan karena cepolannya terlepas hingga rambut panjangnya mengganggu.

Tangan lembut Gravano meraih semua rambut yang terkulai, ia memegangnya hingga semua piring bersih sempurna. "Rava makan duluan, sana!" titah Cea sambil mencepol kembali rambutnya.

"Ayo, bareng!" Cea hanya mengangguk.

"Jangan banyak-banyak nanti sakit perut."

"Ini enak!"

Cea tersenyum lebar, ia memang suka memasak, apalagi memasak korean-food. "Itu sausnya kemana-mana Rava, sini!" ucap Cea sambil mengambil tissue dan membersihkan saus dari sudut bibir Gravano, sungguh perlakuan manis ini membuat Gravano ingin terbang.

"Manis."

Cea mengedipkan matanya polos, "Sausnya pedas kata siapa manis?" tanya Cea, Gravano menggenggam tangan Cea, "Bukan saus tapi kamu." ucap Gravano begitu saja, membuat Cea kelabakan untuk memindahkan jantungnya ke tempat semula, pasalnya baru saja jantungnya berpindah tempat dengan ginjal.

Kemarin setelah tragedi itu Cea mengajak Gravano untuk menonton Train To Busan, yang berakhir dengan Cea menangis sesenggukan. Hari ini adalah hari senin, dimana upacara akan dilaksanakan, Cea sudah siap berbaris di barisan paling depan.

"Bubar barisan, jalan!"

Cea dan Letta bergandengan tangan, Letta mengajak Cea untuk menemui Sean karena Letta ingin memberikan bekal untuk pacarnya. "Arka, ini nasi goreng sosis, aku yang buat." ucap Letta sambil tersenyum bangga.

"Rava mana?" tanya Cea.

"Rava 'kan sakit, dia muntah-muntah dari semalam." ucap Sean, "Dia enggak bilang ke kamu?" tanya Sean, Cea menggeleng.

"Mau kerumahnya nanti?" tanya Letta, Sean mengangguk.

"Cea ikut!"

Tubuh Gravano terkulai lemas, setelah mengeluarkan seisi lambungnya ia merangkak menuju kasurnya. Magh yang dideritanya sudah kronis, tetapi ini salah dirinya sendiri karena ia memakan ayam tepung saus pedas buatan Cea hingga habis, "Aduh, sakit banget."

Jam pulang berbunyi semua murid berhamburan keluar dan berbondong-bondong untuk pulang ke rumah mereka, Cea, Arka, dan Letta tengah berada di parkiran sekarang mereka bingung dengan situasi saat ini, Cea berkata ia akan berjalan kaki namun Letta melarangnya.

"Kalian berdua duluan, Cea bisa sendiri."

"Enggak!" jawab Letta tegas.

"Kita bertiga saja, bagaimana?" usul Sean yang langsung dihadiahi pukulan dari Letta. "Eh, kamu sini!" teriak Arka yang melihat adik kelas bekas anaknya dulu saat ia menjadi mentor di masa MPLS.

"Ada apa, Kak?"

"Dia ikut ke motor kamu, antar dia kerumah Kak Gravano, kamu tahu 'kan?" anak laki-laki itu mengangguk, bagaimana ia tidak tahu kepada Gravano, jarak dari rumahnya ke rumah Gravano hanya terhalang 3 rumah saja.

Cea mengambil ponselnya untum menghubungi seseorang, "Assalamualaiku, Bunda. Rava sakit katanya muntah-muntah dari kemarin." ucap Cea, setelah berbincang sedikit ia menepuk pundak adik kelasnya itu ia mengisyaratkan untuk berhenti di salah satu swalayan, ia akan membuat masakan penawar sakit untuk Gravano.

"Terima kasih," ucap Cea saat ia sudah sampai di rumah Gravano, "Cea, kata Vano." ucap Letta yang baru keluar dari kamar Gravano.

"Nanti, Cea mau masak dulu."

Sup ikan patin, katanya itu makanan favorit Gravano saat ia sakit. Cea bisa membuatnya? Tentu, ia dengan lihai memasaknya dengan rempah-rempah yang khas, ia memasak nasi juga karena nasinya habis, tidak lupa mencuci piring lagi. Sambil menunggu semuanya masak, ia meraih sapu dan membersihkan setiap ruangan termasuk dapur, hari ini lumayan bersih jadi pekerjaan Cea ringan.

"Permisi, bukain dong!" ucap Cea saat tiba di depan pintu kamar Gravano, ia bisa saja membuka pintu itu jika tangannya tidak membawa nampan berisikan nasi, sup ikan patin, air minum, dan obat magh.

"Sudah sarapan?" Gravano mengangguk, "Tapi keluar lagi." ucapnya lirih.

"Wah, wangi banget, jadi lapar." cicit Sean, "Kalian makan saja, mumpung nasinya masih hangat." kemudian Sean menarik Letta untuk makan bersama, dasar bucin.

Cea memegang dahi Gravano yang panas, "Mau ke dokter?" tanya Cea, Gravano menggeleng. "Makan, ya?" Gravano mengangguk, kemudian Cea menyuapi Gravano hingga perut Gravano terisi kembali.

"Minum obat, aaaa!" ucap Cea sambil memasukan tablet berwarna hijau dan langsung membantu Gravano minum. Cea mengusap keringat di dahi Gravano telaten, "Jangan makan pedas lagi, Cea enggak tahu kalau Rava punya magh kronis." ucap Cea disela-sela ia membersihkan keringat Gravano.

"Maaf." ucap Gravano lirih, "Enggak apa-apa, maaf juga, ya?" ucap Cea, Gravano mengangguk.

"Sekarang mau apa? Mau pudding atau makan lagi?" tawar Cea.

"Mau kamu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 06.06   25. Scandal

    Cea menghembuskan napasnya jengah, sekarang total sudah 1 minggu sejak kejadian kemarin, namun ia belum bertemu lagi dengan sang Ibu. Ia mengaduk milkshake vanilanya sambil sedikit bercengkrama dengan para sahabatnya, walaupun Cea hanya akan tertawa."Ariana di kelas bagaimana?" tanya Letta."Baik-baik saja, Cea sudah bilang dia minta maaf waktu itu, jadi enggak akan ganggu Cea lagi."Letta mengangguk, "Benar juga,""Eh, aku ada kelas, duluan, ya!" seru Letta tergesa-gesa.Kini hanya tersisa Cea dan Sean, sedangkan Gravano belum kembali dari kelas sebelumnya. Mereka berdua hanya diam fokus dengan pekerjaan masing-masing, beberapa kali Sean akan bertanya namun Sean lebih banyak diam dan mengerjakan tugasnya."Aw!" Cea berteriak saat merasakan bibirnya berdarah karena ujung sedotan yang runcing, "Berdarah?" tanya Cea sambil membuka sedikit mulutnya.Sean mendekat dan melihatnya, "Hanya sedikit," ucapnya.Cea mengangguk lalu berla

  • 06.06   24. Vania

    Vania menarik Cea ke parkiran klinik, "Kau berteman dengannya?" tanya Vania, Cea hanya mengangguk ia tidak ingin sekalipun menjawab pertanyaan yang dilontarkan oelh Vania."Kau dekat dengan keluarganya?"Cea menatap Vania tajam, "Bukan urusanmu, sekarang katakan apa yang membuatmu datang kesini?"Cea tahu, Vania tidak akan datang ke tempat seperti ini, walaupun Ibunya sendiri sedang di rawat. Entah apa alasannya, hanya Vania yang tahu."Kau bertemu dengan Ibumu?""Iya," jawab Cea singkat."Woah, bagaimana dia bisa kemari, berani sekali.""Memangnya kenapa?" tanya Cea."Ah, bukan apa-apa, hanya saja jika ia kembali kesini berarti ia siap mempertaruhkan semuanya, termasuk nyawanya."Mata Cea terbuka lebar, "Apa yang kau katakan?!"Vania tertawa, sesaat sebelum ia mencekik leher Cea kencang, "Kau ditakdirkan terlalu bahagia, aku tidak menyukainya," ucap Vania tajam, lalu menghempaskan Cea begitu saja.Cea meng

  • 06.06   23. Time

    "Kenapa?"Cea menggeleng, ia hanya menyesap teh manis hangat yang diberikan Gravano padanya. Sedangkan Gravano menghela napasnya, baik, ini bukan waktu yang tepat untuk mendengarkan Cea bercerita."Baby?"Cea menatap tajam ke arah Gravano, "Manggil siapa?" tanya Cea sewot."Baby, mau cokelat?" tanya Gravano sambil melambaikan dua cokelat chungky bar.Mata Cea berbinar, tetapi apa tadi, Baby? Cea membuang wajahnya malas, ia terus menyesap teh manis hangat sambil memperhatikan kotak yang sudah dirapikan oleh Gravano."Baby?""...""Cea?""Hm?"Gravano tertawa, memang menggelikan jika ia memanggil dengan manis seperti itu, tetapi ia lebih senang jika melihat Cea kesal padanya daripada melihat Cea menangis seperti tadi. "Baby, mau cokelat?""Ya, aku bukan bayi, sana pulang!"Gravano kembali tertawa saat melihat wajah Cea yang bersemu, namun ia menahannya dan mulai berdecak sebal. Gemas, menurutnya.

  • 06.06   22. Gift

    Cea melengguh pelan saat merasakan sesuatu menempel dikeningnya, bahkan ada tetesan air yang terjatuh di pipi Cea. Ia berpikir jika itu mimpi dan tanpa pikir panjang, ia kembali melanjutkan tidurnya."Pagi," ucap Cea dengan suara khas bangun tidur, ia meregangkan tubuhnya yang pegal karena harus tidur dengan posisi duduk, hingga kakinya mengenai sebuah benda di bawah ranjang."Nenek, ini apa?" tanya Cea sambil mengangkat kotak warna biru langit itu, ia menatap pin matahari yang langsung membawanya mengingat masa lalu, ia ingat bahwa ia pernah memberikan pin ini kepada Ibunya dulu.Mata Cea memanas ia meletakkan kembali kotak itu ke bawah ranjang, lalu menatap Neneknya yang tengah tersenyum hangat. "Ini dari Ibu?" tanya Cea.Nenek hanya menggeleng, bukan ia tidak tahu, ia ingin Cea mengetahui semuanya sendiri. Ia tahu, bahkan ia sangat tahu saat Hana mencium sayang kening Cea, ia tahu."Um, Cea keluar dulu, Nek."Cea mendudukan dirinya di kur

  • 06.06   21. Grandma

    Hari sudah malam, langit sudah menggelap, seluruh manusia sedang beristirahat begitupun dengan matahari yang sudah terlelap. Seorang wanita dewasa berdiri mematung beberapa jam di depan sebuah caffe yang sekarang sudah tutup, sesuai dengan adanya tanda closed di depan pintunya."Cepat atau lambat, aku harus mengatakan yang sebenarnya. Mas, aku akan jujur kepada Cea, anak kita."Wanita itu menengadah melihat bintang yang sepertinya tidak banyak yang terlihat, air matanya sudah turun daritadi, ia merasakan sesak dan sempit mengisi rongga udaranya. Ia merindukan suaminya, ia merindukan Ibunya, dan tentu saja ia merindukan Cea."Nenek, Cea pulang!" teriak Cea dengan riang, ia berjalan cepat ke arah kamar neneknya."Nenek, Cea bawain maka- Nenek!"Sudah pukul jam 12 malam namun mata gadis manis ini enggan tertutup sama sekali, tangannya masih tertaut dengan tangan sang nenek yang tengah tertidur pulas di atas ranjang."Cea?""Nenek sudah b

  • 06.06   20. Ariana

    Gravano mengusap lembut rambut Cea yang terurai, gadis itu terlihat fokus dengan ponselnya, sesekali Cea akan memekik senang bahkan sesekali akan tertawa dan menangis."Kayak Rava, ya?"Cea hanya mendelik, "In your dream."Kini giliran Gravano yang kesal, awalnya Cea mengajak ia pergi ke kedai es krim karena ingin mencoba es krim rasa baru, namun kenyataannya gadis itu malah asik melihat idolanya yang tengah menari sambil menyanyi."Cea, Rava mau pulang," ucap Rava.Cea meletakkan ponselnya lalu menahan Rava yang sudah beranjak, "Okay, Cea makan, jangan pergi!" seru Cea buru-buru, ia langsung menghabiskan satu cup es krim yang sudah setengah mencair."Pelan-pelan makannya," Cea hanya mengangguk.Letta menatap tak percaya dengan wanita yang kini tengah tersenyum miring padanya, "Jangan ganggu sahabat gue lagi!""Mari kita lihat kedepannya bagaimana, saya permisi." ucap Ariana penuh intimidasi diiringi dengan senyum liciknya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status