Share

Chapter 5

Aruna memegangi perutnya yang terasa begah, belum pernah Aruna makan sebanyak ini dan kalau sampai Ayara tau ia bakal dimarahi habis-habisan. Dari sekian banyak menu yang Anggasta minta, ia hanya memakan dua jenis saja. Anggasta cukup takjub melihat selera makan Aruna yang begitu banyak, padahal ketujuh jenis makanan itu biasa dipesan untuk 3-4 anggota keluarga.

"Kenyang?" tanya Anggasta.

Aruna mengangguk, ia tengah memikirkan berapa banyak kalori yang masuk ke tubuhnya dan berapa lama olahraga yang harus ia lakukan. Dan yang paling memenuhi pikirannya saat ini adalah siapa yang akan membayar semua makan ini.

"Ya sudah saya pamit," ucap Anggasta.

"Eeee tunggu mas, ini siapa yang bayar?" tanya Aruna,

"Ini semua gratis," jawabnya.

"Makasih mas Anggasta," Aruna menampilkan cengirnya lebar.

Anggasta melenggang pergi, tidak ada senyum sejak pertama mereka bertemu hingga kini. Selesai sudah urusan Aruna disini, saatnya ia kembali ke Yvaine untuk jadwal pemotretan dengan merek pakaian tidur ternama. Sebelum pergi ke Yvaine, Aruna menyempatkan diri mampir ke apotik untuk membeli teh pelangsing.

"Eh itu Aruna kan? yang di gosipin jadi simpanan Mahendra Ragnala?" bisik seorang pelanggan apotik.

"Iya itu dia, cantik sih emang tapi sayang ya kecantikannya cuma digunain buat jadi sugar baby."

"Padahal kalau dia mau pasti bisa tuh gaet orkay, pake mukanya yang katanya kaya dewi yunani." tawanya sinis.

Kuping Aruna memanas di bicarakan seperti ini, ia menoleh ke arah dua perempuan yang berada di belakangnya. Aruna menatap mereka sengit, lalu menghampiri mereka berdua. Wajah mereka nampak pucat pasi saat Aruna mendekat, mereka tertunduk malu karena sudah tertangkap basah membicarakan orang lain. Aruna mengambil tisu di dalam tas, lalu mengepalkan tisu tersebut dan melemparnya ke salah satu perempuan tadi.

"Heh, kamu pikir saya tempat sampah!" sentaknya.

"Ups, maaf. Saya kira tempat sampah, abis isi omongan kalian gak berguna dan gak berbobot banget sih kayak sampah." ucap Aruna dengan nada bicara yang mengesalkan.

"Kamu mau saya viralin hah!" ancamnya.

"Silahkan sayang, saya gak takut. Saya bisa tuntut balik kamu atas fitnah, perbuatan tidak menyenangkan dan juga pencemaran nama baik."

"Tapi emang bener kan kalo kamu itu simpanan Mahendra!"

"Kata siapa? ada bukti? kalau omongan kalian gak terbukti benar gimana?"

Mereka berdua diam seketika dan memutuskan untuk pergi, mereka takut jika harus berurusan dengan hukum hanya karena membicarakan Aruna.

Aruna mendengus kesal, ia kembali ke kasir dan membayar pesanannya.

"Tunggu ya kak, saya tukar kembalian dulu di dalam."

"Oke," sahut Aruna.

Pandangan Aruna teralihkan pada sebuah kotak bertuliskan alat cek kehamilan, sebelumnya ia tidak pernah memikirkan untuk memakai benda tersebut. Namun ucapan Rajasa kemarin berhasil membuatnya terngiang-ngiang, untuk berjaga-jaga akhirnya Aruna membelinya satu buah.

*****

Aruna melepas jaket kulitnya dan meletakkannya di sofa ruang pemotretan, Aruna heran mengapa Liza tidak ada di ruang pemotretan padahal satu jam lagi giliran ia yang memakai ruangan ini. Aruna mengambil handphonenya dan menghubungi Liza, tapi nihil.

Saat Aruna ingin menghubunginya lagi, tiba-tiba Liza datang dan langsung memberi kode pada Aruna untuk segera keluar dari ruang pemotretan.

"Na, kontrak kamu di batalin sama pihak Kalivin. Mereka gak mau pakai model yang lagi kena skandal, mereka takut kalau nanti brand mereka kena imbasnya." ucap Liza.

"Tapi aku udah tanda tangan kontrak loh, gak bisa gitu dong Liz! Mami Theana mana? aku mau ngomong sama dia."

"Kamu mau protes kayak apapun percuma Na, mami udah ganti model yang lain buat gantiin kamu atas permintaan pihak Kalivin. Masih syukur kamu gak dipecat Na, asal kamu tau ya tadi siang Mahendra nanya lagi soal penanganan skandal yang tersebar itu. Dia juga ngancem mami Theana lagi, kamu gak kasihan apa sama mami?"

"What the fuck! kenapa jadi gini sih! Mahendra juga, dia yang punya otak di selangkangan tapi kok cuma aku yang di bebankan begini!"

Aruna pergi dari ruang pemotretan menuju ke parkiran basement, dan meninggalkan gedung Yvaine. Aruna mencari mobil rahasianya yang ia parkir di basement, setelah menemukannya Aruna pergi mengendarainya dan melaju dengan kecepatan tinggi. Aruna bingung, karirnya akan redup kalau ia tidak mendapatkan job pemotretan. Ia masih butuh uang untuk kuliah, juga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan mamahnya. Aruna mencoba menghubungi Ayara, namun nomornya masih tidak dapat dihubungi.

Aruna kesal setengah mati, ia tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Mau berharap pada keluarga ayahnya juga tidak mungkin, berharap ke keluarga ibunya juga percuma. Aruna mencoba menghubungi Ayara lagi menggunakan ponselnya yang lain, saat hendak mengambil ponsel yang satunya lagi tiba-tiba mobil Aruna oleng dan keluar dari jalur jalanan. Mobil Aruna menabrak sebuah tiang besi, untungnya bukan di bagian kursi supir yang terkena tiang besi dan ada airbag yang melindungi Aruna. Meski begitu kepalanya sempat terbentur juga dan mengalami pendarahan, Aruna melihat sekelilingnya yang sudah ramai didatangi banyak orang. Salah satu dari mereka memanggil ambulan, dan mencoba membantu Aruna sebisa mungkin. Pandangan Aruna mulai mengabur, ia tidak dapat mendengar pertanyaan orang-orang yang menanyakan keadaannya. Sampai akhirnya Aruna pingsan, dengan darah mengalir dari kepalanya.

*****

"Pasien atas nama Aruna Clarabella Gistara,"

"Pasien berada di kamar rawat nomor 37, bu." sahut perawat.

Setelah mengucapkan terimakasih Liza langsung menghampiri Aruna di kamar rawatnya, Aruna masih belum tersadar karena efek obat yang diberikan oleh dokter. Keadaan Aruna kacau balau, tapi syukurnya ia tidak sampai kehilangan nyawa karena benturan yang cukup keras saat kecelakaan.

"Haduh Na, lecet deh nih aset Yvaine." ucap Liza.

Liza memeriksa barang bawaan Aruna yang ada di dalam tasnya, semuanya aman tidak ada yang hilang. Saat Liza tengah membereskan barang kebutuhan Aruna, tiba-tiba dua orang lelaki datang ke ruangan Aruna.

"Liza," panggil Kastara.

"Eh Kastara,"

"Gimana keadaan Aruna?"

"Tinggal nunggu sadar aja kok kata dokter, gimana keadaannya nanti dokter bakal observasi kondisinya lagi."

Sudut mata Liza menangkap sosok seorang lelaki bertubuh tegap berdiri di belakang Kastara, wajahnya mirip dengan Kastara hanya saja warna kulit mereka berbeda. Kastara memiliki kulit putih bersih, sedangkan ia memiliki kulit agak tan. Penampilannya berbeda dengan Kastara, Kastara lebih trendi sedangkan ia lebih terlihat kaku dan formal.

"Itu siapa?" tunjuk Liza.

"Oh dia Anggasta, calon suami Aruna." jawab Kastara dengan nada suara agak kesal.

Liza terkejut bukan main, mulutnya yang terbuka lebar langsung ia tutupi dengan telapak tangannya.

"Hmm, suamiable banget." Liza berdecak kagum karena bangga Aruna bisa berhasil menggaet lelaki seperti Anggasta.

"Aku juga suamiable banget loh Liz," sahut Kastara.

"Kamu lebih mirip laki-laki penghuni klub malam, Kas." ucap Liza.

Anggasta tidak memperhatikan obrolan Liza dan Kastara, matanya sibuk memperhatikan Aruna dari kejauhan.

"Ibunya tidak datang untuk melihat keadaannya?" tanya Anggasta.

"Tante Ayara kabur gak tau kemana, selain aku dia gak punya siapa-siapa lagi." ucap Liza.

Anggasta menghembuskan nafas pelan, lalu menghampiri Aruna dan duduk di kursi sebelah ranjang Aruna. Tangannya menggenggam tangan Aruna, namun mulutnya tidak mengeluarkan perkataan apapun. Hati Kastara memanas melihat tatapan Anggasta untuk Aruna, ia pamit keluar dengan alasan pergi ke minimarket untuk membeli rokok.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rajul Maulana Rajul Maulana
Bagus sekli ak jdi suka membaca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status