Home / Romansa / 1095 Days! / BAB 2 - Tahun Pertama

Share

BAB 2 - Tahun Pertama

Author: SYLVIAAZ
last update Last Updated: 2021-03-30 14:21:28

Tiga puluh menit kemudian mereka telah sampai pada tempat tujuan. Mereka berdua bersekolah di SMK Kesehatan yang tempatnya berada di kota Jakarta. Mereka adalah siswi baru di sekolah ini. Ya, mereka masih kelas sepuluh SMK.

Naira yang sedikit tomboi dan Alisya yang feminim itu menjadi pusat perhatian banyak siswa dan siswi di parkiran sekolah. Dengan gaya rambut Naira yang di cepol ke atas, berbeda dengan Alisya yang rambutnya dibiarkan terurai. Itu membuat Alisya tampak anggun.

“Sya?” panggil Naira secara tiba-tiba setelah keluar dari mobil.

“Apa Naira cantik?” jawabnya dengan sedikit menggoda.

“Najis! Nggak jadi,” seru Naira.

“Bercanda Naira, kenapa?” tanya Alisya dengan memiringkan kepalanya.

“Tadi pagi ada temennya Abang gue telepon,” jelasnya dengan berjalan berdampingan menyusuri koridor.

“Siapa? Pacar lo pasti,” ujar Alisya dengan menggodanya lagi.

“Ck!” Naira berdecak lalu meninggalkan Alisya dan berjalan cepat setelah menemukan kelasnya. Ia langsung masuk ke dalam kelas tanpa menghiraukan Alisya.

“Naira! Jangan tinggalin gue dong, gue kan nggak bisa hidup tanpa lo!” teriak Alisya dengan nada yang sok puitis.

Alisya mengikuti langkah Naira yang masuk ke dalam kelas dan segera duduk di samping Naira.

“Berisik lo!” umpat Naira yang berhasil membuat Alisya langsung terdiam.

“Maaf,” rayu Alisya dengan matanya yang dikedipkan berkali-kali.

“Apa sih, Sya! Jijik gue,” lirih Naira.

“Maaf!” teriak Alisya.

“Awas gitu lagi.”

“Iya, Naira, tadi siapa yang telepon?”

“Teman Abang gue, tapi gue nggak tahu dia siapa.”

“Kok bisa dapatin nomor lo sih, Ra?” tanya Alisya penasaran.

“Wah, jangan-jangan itu cowok suka sama lo, Ra?” Tambahnya lagi sebelum Naira menjawab pertanyaan yang sebelumnya.

“Bisa diam dulu nggak, Sya? Gue belum jawab yang tadi,” ucap Naira dengan tersenyum jahat.

Alisya yang melihatnya pun ketakutan dan hanya mampu menggunakan tangan untuk mengunci mulutnya. Naira yang melihat tingkahnya menaikkan salah satu alisnya bingung.

“Jadi—gue nggak tahu dia dapat nomer gue dari mana,” jelas Naira.

“Hmm,” jawab Alisnya singkat.

“Dan nggak mungkin juga dia suka sama gue, kenal aja nggak!”

“Hmm,” jawab Alisya dengan mengangguk-angguk seolah mengerti.

“Anaknya master limbad lo?” umpat Naira kesal.

Alisya menjawab pertanyaan Naira dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Gue dari tadi ngomong panjang lebar dan lo cuma jawab hmm aja? Bagus!” protes Naira.

“Hmm, hmm,” Alisya menunjuk bibirnya dengan jari telunjuk yang sebelumnya sudah ia kunci menggunakan tangannya sendiri.

“Ah! Udah lah, bisa gila gue punya teman kayak lo,” jawab Naira dengan nada sedikit frustasi karena melihat sahabatnya yang aneh.

“Gimana sih, Ra? Tadi gue disuruh diam, sekarang malah—”

Belum sempat Alisya meneruskan kalimatnya karena tangan Naira yang sudah membungkam mulut Alisya terlebih dahulu menggunakan tisu yang ada di loker meja.

Tidak lama setelahnya ada seorang guru wanita yang masuk ke dalam kelas untuk segera memulai pelajaran pertamanya. Naira yang melihatnya pun membenarkan posisi duduknya. Berbeda dengan Alisya yang masih sibuk dengan tisu yang berada di dalam mulut.

***

Jam pelajaran sudah selesai dari lima belas menit yang lalu, mereka memutuskan untuk pergi ke kantin bersama. Alisya yang berada di samping Naira merasa canggung karena didiamkan sejak tadi oleh Naira.

“Mang? Siomay sama es teh manisnya satu, ya!” teriak Naira ke salah satu penjual di dalam kantin.

Alisya langsung menoleh ke arah Naira dengan kebingungan. Kenapa Naira hanya memesan satu menu? Padahal dirinya berada tepat di depan Naira.

“Siap atuh, Neng!” balas Mang Adi penuh semangat. Ia adalah penjual siomay yang ada di kantin sekolah.

“Kok satu sih bego! Kan dua seharusnya, Ra!” protes Alisya.

“Berisik! Pesan aja sendiri,” jawab Naira ketus.

“Mang! Tadi siomay sama es teh manisnya dua ya!” teriak Alisya pada Mang Adi.

“Siap, neng geulis,” jawab lagi Mang Adi dengan logat sundanya.

“Naira?” panggil Alisya.

“Hmm,” balas Naira.

“Lo marah sama gue?” tanya Alisya padanya.

Naira hanya melirik ke arah Alisya sebentar lalu melihat ke arah lain. Alisya yang merasa bersalah pun mencoba mencairkan suasana.

“Gue minta maaf deh, nggak akan gitu lagi, Ra,” ujarnya dengan memohon.

“Dimaafin,” jawab Naira.

“Tapi—kalau gue gitu lagi nanti minta maaf lagi kok, Ra,” balasnya lagi dengan memasang wajah sok polos.

Naira melirik tajam ke arah Alisya setelah mendengar jawabannya yang tidak menyenangkan. Alisya yang menyadari malah tersenyum tanpa memiliki rasa bersalah sedikit pun.

Sepuluh menit setelahnya, Mang Adi mendekat dengan membawa nampan yang berisi pesanan yang tadinya dibeli oleh mereka berdua.

“Makasih, Mang!” jawab mereka serentak.

“Sama-sama, Neng,” balas Mang Adi.

Naira langsung menyantap makanannya dengan lahap. Gadis itu sangat lapar karena tadi pagi tidak sarapan ketika berangkat ke sekolah.

Di samping itu, Alisya malah asik melihat cowok di meja sebelah. Ia adalah cowok paling keren yang berada di sekolahnya.

“Astaga, ganteng banget,” gumam Alisya yang membuat Naira menghentikan aktivitasnya.

“Kalau ada yang ganteng aja mata lo hijau!” seru Naira.

“Emang ganteng kok, tuh lihat!”

Alisya menolehkan kepala Naira dengan kedua tangannya yang jahil sehingga Naira menoleh ke arah lelaki itu. Dan tanpa sengaja mata mereka bertabrakan. Ya, lelaki itu menatap mata Naira, begitu juga sebaliknya.

“A...Apaan sih lo, Sya!” ujar Naira sedikit grogi setelah menatap matanya.

“Gimana, Ra? Ganteng, kan? Dia itu kakak kelas kita lho, gosipnya sih paling populer di sekolah ini,” bisik Alisya dengan menaik-turunkan alisnya.

Naira yang mendengar penjelasan sahabatnya itu terdiam sejenak. Bagaimana mungkin Alisya sudah tahu gosip-gosip yang beredar di dalam sekolah ini. Padahal dirinya baru saja masuk. Sungguh aneh memang sosok Alisya.

“Nggak! biasa aja,” balas Naira ketus.

“Tapi kok—sampai grogi gitu barusan?” Alisya menggodanya.

Naira yang mendengar celoteh sahabatnya langsung tersedak ketika makan. Alisya yang menyadari langsung merasa bersalah karena membuatnya tersedak. Ia hendak menyodorkan minuman pada Naira.

“Sya? Lo udah gil—” umpat Naira setelah selesai menyesap minumnya.

Naira belum sempat melanjutkan ucapannya karena terkejut. Ia sempat tidak percaya bahwa kenyataannya bukan Alisya yang memberikannya minuman. Melainkan lelaki yang duduk di samping mejanya tadi.

“Sama-sama?” sindir lelaki itu dengan senyum yang manis karena lesung pipitnya.

Naira yang melihatnya pun ikut tersenyum dan salah tingkah dibuatnya.

“Ehem!” Alisya berdeham karena sempat diabaikan begitu saja oleh mereka.

“Kenalin, Kak! Namaku Alisya Intika Putri, panggil aja Alisya, tapi kalau mau panggil sayang juga boleh kok, hehe.”

Ucapan Alisya terdengar sangat genit tanpa memiliki rasa malu sedikit pun, sehingga membuat Naira geram ingin melempari wajahnya dengan sedotan plastik.

“Gue Gibran Alandra, panggil aja Gibran,” balasnya.

Kriinngg!

Tiba-tiba suara bel masuk sudah terdengar.

“Ya udah, gue masuk kelas dulu, ya?” ucap Gibran yang kemudian berjalan menjauh.

“Gibran?” panggil Naira yang membuat langkahnya terhenti.

“Iya?” jawabnya sopan setelah menoleh ke arah Naira.

“Makasih,” ujar Naira.

“Makasih kembali, kembaliannya buat lo aja. Daah!” jawabnya dengan melambaikan tangan dan berjalan meninggalkan mereka berdua.

Naira dan Alisya segera menghabiskan makanannya dengan segera karena bel masuk sudah berbunyi.

Alisya menatap Naira dengan tersenyum licik dan berkata, “Ra? Ganteng, kan? Lo mau nggak kalau sama Kak Gibran? Haha!”

Plak!

Naira memukul kepala Alisya dengan pelan setelah mendengar tawa Alisya yang mengganggu aktivitas makannya. Sehingga Alisya langsung memegang kepalanya dengan bibir yang cemberut.

“Kalau gue jadi lo nih, Ra, gue mau sama Kak Gibran. Apalagi Kak Gibran itu ganteng terus badannya lo nggak lihat barusan, Ra? Astaga, nggak terbayang kalau seragamnya dibuka pasti banyak roti sobeknya.”

Naira tetap melanjutkan makannya dan tidak menghiraukan Alisya yang mengoceh mulai dari A hingga Z. Maklum, sejak dahulu Alisya anak yang sangat berisik.

***

Alisya berlari dengan sesekali berhenti untuk mencari Naira. Ia kelelahan karena Naira sudah meninggalkan kelas dan dirinya sejak lima menit yang lalu.

Gadis itu berteriak dengan lantang memanggil nama Naira, sehingga yang dipanggilnya pun menghentikan langkahnya.

Brak!

Naira langsung mendelik dan dengan sigap menoleh ke belakang. Ia khawatir Alisya kenapa-kenapa. Tetapi, ia hanya mendapati badan Gibran yang sudah berdiri tepat di belakangnya.

Dan suara tadi adalah ulah Alisya yang menabrak punggung Gibran dengan keras karena berlari. Alhasil buku yang dibawa Alisya pun terjatuh ke tanah.

“Boleh minta nomor kamu?” tanya Gibran dengan wajah yang datar.

“B...Boleh, ketik aja nomor lo.”

Naira memberikan ponselnya pada Gibran dengan grogi. Gibran pun langsung meraih ponsel Naira dan mengetik nomornya. Tidak lupa juga dirinya menelpon nomornya sendiri agar mengetahui nomor Naira dengan segera.

Lalu, Gibran berbalik badan untuk membantu Alisya berdiri. Alisya pun dengan senang hati mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Gibran.

Tetapi, tangan Gibran tidak ingin menyentuh tangan Alisya dan segera pergi begitu saja dengan senyum yang terlihat sangat angkuh.

“Kok— Kok gue diabaikan gitu aja sih, Kak? Ih, nyebelin banget sih!”

Alisya terus-menerus mengumpat karena kesal. Berbeda dengan Naira, ia malah tertawa setelah melihat sahabatnya yang diabaikan oleh lelaki yang tadinya dipuji setengah mati oleh Alisya.

“Gimana, Sya? Rasanya diabaikan sama cowok populer di sekolah ini, hm?” tanya Naira dengan sesekali terkekeh. Alisya makin kesal karena ucapan Naira terkesan menyindir dirinya.

“Bantuin bangun, Naira!” teriak Alisya. Naira segera mengulurkan tangannya dan menarik Alisya. Ibarat kata pepatah yang mengatakan, sudah jatuh tertimpa tangga. Hehe.

“Ngapain dia tadi?” tanya Alisya.

“Minta nomor gue, terus nomornya langsung gue blokir.”

“Hah? Udah stres ya lo? Nomor langkah itu, Naira!” umpat Alisya kesal karena kebodohan Naira. Naira pun hanya membalas dengan mengedikkan bahunya saja seolah acuh tak acuh.

***

Setelah setengah jam berlalu, akhirnya mereka sampai pada rumah Naira. Alisya segera memasukkan mobilnya setelah gerbang sudah dibuka oleh Pak satpam yang bekerja di rumah Naira.

Alisya tersenyum dengan ramah dan berkata, “Terima kasih, Pak.”

“Lo langsung pulang ata—” tanya Naira.

“Gue mau mampir ke rumah lo!” potong Alisya dengan ketus.

Naira yang mendengarkannya pun terkejut. Mungkin Alisya masih kesal karena tadi ditertawakan olehnya.

“Masih marah lo sama gue?” tanya Naira setelah membuka pintu mobil.

Alisya diam tidak menghiraukan pertanyaan. Ia berjalan memasuki rumah Naira dengan santainya. Sangat aneh, bukan? Padahal yang memiliki rumah belum masuk.

“Maaf, Sya! Nomor dia yang gue blokir kenapa lo yang sewot sih!” teriak Naira.

Ia mengikuti langkah kaki Alisya dan masuk ke dalam rumah. Naira mendapati Alisya yang sudah duduk di kursi tamu dengan Bi Inah yang sudah dipanggil sebelumnya.

“Tolong buatkan jus mangga dong, Bi,” ujarnya dengan memerintah Bi Inah.

Naira hanya terdiam dengan berkacak pinggang melihat perilaku sahabatnya. Setelah itu Naira duduk di samping Alisya dengan melihat wajahnya yang sudah sangat bad mood sekali.

“Masih marah, ya?” tanya Naira.

“Iya marah karena lo bego!”

“Astaga, jutek banget sih cantik.”

Naira menggoda Alisya dengan menowel dagunya. Alisya langsung menepis dan menjauh dari Naira yang malah memperburuk suasana hatinya.

“Maafin nggak?” tanya Naira lagi.

“Iya, iya dimaafin.”

Naira yang mendengar dirinya sudah dimaafkan pun langsung memeluk Alisya dengan gemas. Setelah itu Naira berjalan ke kamar untuk membersihkan tubuhnya di kamar mandi.

SYLVIAAZ

Bersambung...

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 1095 Days!   BAB 50 - Lulus dan Restu

    Kedua gadis itu menyibukkan dirinya di salon. Naira yang tidak terbiasa pergi ke salon hanya mampu menurut oleh perkataan Alisya yang akan mengatur semuanya mulai dari gaun, make up, sampai gaya rambut yang sedang dikerjakan oleh pemilik salon. Alisya terlihat sangat akrab dengan pemilik salon itu, mungkin saja karena Alisya yang sering pergi ke sini dan menjadi pelanggan tetap.Pemilik salon itu sibuk memotong sedikit rambut Naira. Berbeda dengan Alisya yang sibuk menelpon seseorang. Saat Naira melirik Alisya melalui kaca, ia malah menatapnya dengan tersenyum licik. Entah apa yang sedang direncanakannya malam ini. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB dan Naira sudah merasa lelah. Mungkin jika nanti rambutnya di creambath ia akan tertidur sebentar karena masih ada waktu selama tiga jam.Sudah dua jam telah berlalu dan Naira sudah terlihat sangat cantik dengan gaya rambutnya yang baru. Gaya rambut yang sangat pas untuk dipamerkan kepada semua orang ketika sampai di sekolah. Siapa yang

  • 1095 Days!   BAB 49 - Pemilihan Pasangan Promnite

    Hari yang sudah ditunggu-tunggu telah tiba. Ujian telah selesai dan waktunya para murid kelas 12-AKS bersantai di ruang kelasnya masing-masing. Seharian ini full dengan jam kosong. Mereka bertiga sibuk bermain kartu ‘Truth Or Dare’ dengan Alvalino yang saat ini sedang meneria tantangan dari Naira. Gadis itu menyuruh Alvalino menggunakan lipstiknya Alisya di kelopak mata dan juga bibirnya. Siapa pun murid yang melihat Alvalino seperti itu langsung tertawa terbahak-bahak. Karena wajahnya terlihat sangat cantik. Bahkan Alisya dan Naira kalah cantik sekarang. Sial, bisa-bisanya seorang lelaki mendahului kecantikan seorang gadis. Alisya melirik tajam ke arah Alvalino karena merasa iri dan gagal menjadi gadis cantik. “BATU, KERTAS, GUNTING!” Mereka semua serempak berteriak. Yang kalah sekarang adalah Naira lalu memilih ‘Dare.’ Saat gadis itu membuka kartu ia langsung mendelik karena di sana sudah tertulis ‘Peluk seseorang yang berada di sampin

  • 1095 Days!   BAB 48 - Gibranku Sayang

    Naira sedang bersantai di dekat kolam ikan dengan memejamkan matanya dan duduk di sebuah kursi. Hari ini sudah hari minggu dan ia merasa sangat bosan. Terlebih lagi ucapan dari papanya Gibran selalu mengganggu isi pikirannya. Hal itu membuat Naira sangat ingin tahu isi di dalam paket yang sedang dikirim padanya. Semoga saja bukan bom, pikir Naira. Suasana di pagi ini sangatlah mendukung dengan Naira yang sudah mandi tentunya. Hal yang sangat jarang terjadi ketika gadis itu mandi di hari libur, bukan? Yang merubahnya seperti ini adalah Gibran Alandra yang selalu menyuruhnya untuk mandi walaupun di hari libur sekali pun. Maka dari itu, Naira sudah terbiasa dengan yang namanya mandi pagi di saat hari libur. “Neng? Ayo sarapan dulu!” Kakak lelakinya berteriak dan selalu saja mengganggu ketenangan Naira. Gadis itu hanya terdiam sejenak lalu berkata, “Gue nanti aja, Bang!” Dirga langsung tidak berselera makan ketika mend

  • 1095 Days!   BAB 47 - Bio Alandra

    Seluruh murid tampak sibuk belajar di bangkunya masing-masing. Bahkan Naira yang tak ingin kalah pun belajar sangat giat kemarin malam. Sampai rambutnya terlihat acak-acakan seperti orang gila yang kabur dari RSJ. Alvalino yang baru saja datang dan langsung duduk di samping Naira pun tertawa terbahak-bahak melihat wajah Naira yang sangat lesu. Alisya datang dengan bersenandung ria lalu berjalan tanpa memperdulikan Naira dan Alvalino yang masih saja tertawa. Saat Naira mulai kesal, ia menggebrak mejanya yang membuat Alisya langsung terkejut dan menghentikan langkah kakinya. Hal itu membuat Alisya segera menoleh ke arah Naira untuk memarahinya habis-habisan. Tapi ia malah tertawa terbahak-bahak karena rambut Naira yang terlihat sangat kacau hari ini. “Rambut lo kenapa kusut banget sih, Ra?” tanya Alisya lalu tertawa kembali. Naira tidak memperdulikan pertanyaan itu lalu bangkit dari tempat duduknya untuk segera pergi dari sana. Padahal jam

  • 1095 Days!   BAB 46 - Setelah Tanpamu

    Sudah dua minggu berlalu Gibran Alandra meninggalkan semua orang. Hari-hari Naira sangat membosankan. Tapi untungnya ia memiliki Alvalino dan Alisya yang selalu siap menemaninya kapan saja. Jujur saja, Naira masih tertekan atas pengakuan Gibran waktu itu, tapi ia juga tidak ingin terus-menerus terlarut ke dalam kesedihan. Seorang gadis duduk di gazebo dengan membuka novel tebal yang sudah lama sekali tidak dibacanya. Dengan sebotol air mineral dan juga ponsel yang tergeletak dengan earphone yang sudah tersambung. Ia sangat menikmati dentuman suara music yang sedang diputarnya melalui ponsel. Lelaki datang dan mendekat ke arah gadis itu untuk mengacaukan semuanya. Bahkan lelaki itu mencabut kabel earphone yang tadinya tersambung di ponsel Naira. Gadis itu langsung kesal karena ketenangannya diganggu terus-menerus. Jika sekarang Alvalino, mungkin saja nanti berganti jadi Alisya yang mengganggunya. “Lagi baca apa sih,

  • 1095 Days!   BAB 45 - Penyakit Yang Mematikan

    Sudah satu jam setelah Naira melakukan check-in. Saat ini ia sudah di waiting room dengan Alisya yang sudah berada di sampingnya. Tapi anehnya sudah ada Alvalino yang juga ikut karena dipaksa oleh kakak lelakinya. Ia tidak ingin adiknya mengalami hal nuruk di negara orang lain. Maka dari itu, Dirga sudah menyiapkan semua keperluan mereka bertiga sebelum berangkat. “Naira?” panggil Alvalino yang sudah duduk di samping Naira. Gadis itu langsung menoleh ke arah Alvalino yang sudah terlihat begitu grogi dengan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. “Ehem! Ehem!” Alisya mengacaukan suasana dengan pura-pura batuk. Mungkin ia merasa iri karena kekasihnya tidak berada di sampingnya sekarang. Lebih tepatnya sudah berada di Paris dengan Gibran yang sedang terbaring di rumah sakit. Naira menatap kosong ke depan dengan pikiran yang sudah tidak beraturan. Ia sangat ingin tahu apa yang sudah terjadi pada Gibran. Apalagi sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status