Naira Anggiana Olivia, gadis cantik dengan penampilan agak tomboi itu selalu menjadi pusat perhatian. Di hari pertama sekolah, Naira bertemu Gibran Alandra, most wanted di sekolahnya. Lelaki yang selalu mengganggu Naira. Alhasil, Naira jatuh hati pada Gibran, tetapi naas, Gibran hanya menganggapnya sebagai seorang sahabat. Di tahun kedua datanglah seorang lelaki yang tak kalah kerennya dengan Gibran. Ia adalah Alvalino Abel Kavindra, lelaki keren dengan menggunakan kacamata itu menyukai Naira. Namun, Gibran selalu saja menghalangi usahanya yang akan memenangkan hati Naira. Lantas, seperti apa perjalanan cinta segitiga mereka nanti?
Lihat lebih banyakāNaira? Lo ngapain di pantai sendirian? Udah malam ini, Ra!ā
Teriak seorang gadis ke arahnya dengan sedikit berlari. Ia menghampiri gadis yang saat ini tengah duduk di pinggir pantai. Gadis itu mencoba mendekatinya karena dirinya sudah melamun sejak dua jam yang lalu, dengan penampilannya yang acak-acakan, gayanya yang sedikit tomboi, dan rambutnya yang diikat asal-asalan.
āLo kenapa, Ra?ā tanya gadis itu setelah melihat mata merah Naira.
āGueānggak apa-apa kok,ā kata Naira dengan santai. Lalu ia berjalan meninggalkan Alisya yang sedang kebingungan melihat sikapnya.
āNaira! Kalau ada masalah jangan di pendam, gue sahabat lo kan, Ra?ā ujar Alisya.
āMaaf, ngomong-ngomong kenapa lo ke sini?ā tanya Naira dengan menghentikan langkahnya. Ia mencoba mengalihkan pembicaraan.
āTadi gue ke rumah lo Naira! Cuma lo nggak ada, jadinya gue ke sini nyariin lo,ā jelas Alisya.
āPulang yuk, Ra?ā ajak Alisya yang dibala anggukan oleh Naira.
Naira berjalan di samping sahabatnya dengan malas lalu masuk ke dalam mobil milik Alisya. Alisya melajukan mobilnya dan segera pergi dari tempat itu.
***
āDari mana aja lo, Neng?ā tanya seorang lelaki dari arah ruang tamu.
āMain,ā jawab Naira singkat. Ia melanjutkan jalannya untuk ke kamar.
Lelaki itu mengernyitkan dahinya kebingungan karena tingkah adik perempuannya yang sedikit berubah. Lalu, ia menarik kasar tangan Naira sampai gadis itu kesakitan.
āArgghh! Lepasin, sakit!ā protes Naira. Ia mencoba melepas tangannya yang tengah digenggam oleh kakak lelakinya.
āUdah, lo diam! Gue nanya, lo habis dari mana?ā tanyanya sekali lagi dengan tatapan tajam.
āGue dari pantai, lepasin nggak!ā jerit Naira dengan meringis kesakitan.
āBenar dari pantai, Sya?ā tanyanya pada teman Naira untuk memastikan.
āI...Iya, Bang, tadi gue ketemu dia lagi di pantai sendirian,ā jawab Alisya terbata-bata karena grogi.
āAwas kalau main lagi nggak bilang-bilang sama gue!ā ancam Dirga dengan melepas genggamannya.
āUrus aja diri lo sendiri, jangan urusin gue!ā teriak Naira.
Gadis itu lalu pergi dengan memegang tanganya yang sakit. Dirga sedikit terkejut dengan perkataan Naira. Sehingga ia memutuskan untuk memastikannya sekali lagi.
Dirga mengerutkan keningnya dengan berteriak, āNeng! Gue nanya!ā
āMmm, Bang? Alisya pamit pulang dulu, ya?ā pamit Alisya dengan ketakutan.
āIya,ā balas Dirga singkat lalu pergi.
Alisya yang mendengar jawaban itu langsung berlari ke luar dari rumah Naira. Ia menuju ke mobil miliknya dan segera pulang.
Naira yang sudah masuk ke dalam kamarnya langsung merebahkan tubuhnya dengan kasar. Ia memejamkan matanya dan tanpa tersadar dirinya telah meneteskan air mata.
āCoba kalau Mama dan Papa masih hidup, mungkin Naira nggak sendirian sekarang,ā lirih Naira.
Naira sama sekali tidak menyadari bahwa kakaknya, si Dirga sudah berada di depan pintu kamar yang tadinya lupa ia ditutup kembali. Dirga yang melihat adiknya menangis pun langsung mendekat karena merasa empati.
Naira adalah adik kesayangannya Dirga, adik satu-satunya yang ia punya setelah mama dan papanya meninggal.
āNeng?ā panggil Dirga pelan sembari mengelus kepala Naira.
āLo nggak sendirian kok, kan ada gue di sini, gue janji akan jagain lo terus,ā jelasnya yang mencoba untuk menenangkan Naira.
Naira yang mendengar ucapan dari Dirga bukannya berhenti menangis malah tangisannya semakin kencang. Dirga yang melihatnya merasa bingung dan langsung memeluk Naira dengan harapan bahwa ia akan tenang setelahnya.
āKenapa, Bang?ā tanya Naira dengan sesenggukan.
āKenapa, apa?ā jawab Dirga dengan mengangkat salah satu alisnya.
āKenapa Mama sama Papa ninggalin Naira? Ninggalin kita?ā ucapnya dengan tangis yang tersedu-sedu.
Dirga langsung terdiam sejenak karena terkejut dengan pertanyaan adiknya yang tiba-tiba seperti itu.
āSuuut! Nggak boleh ngomong kayak gitu, Neng! Ayo tidur!ā
Dirga berusaha meyakinkan Naira sampai pada akhirnya gadis itu menurut dan tertidur pulas dipelukan kakaknya.
***
Kriinggg! Kriinggg!
Terdengar dering suara ponsel Naira di atas nakas. Ia melirik ponselnya sekilas, lalu memejamkan matanya lagi. Naira masih tertidur dengan pulas, ia merasa benar-benar terganggu dengan suara ponsel itu, ia menutup telinganya menggunakan guling yang berada di sampingnya.
Kriinggg!
Kriinggg!
Telepon berbunyi untuk yang ketiga kalinya. Namun, Naira tetap membiarkan ponselnya yang berdering.
āAngkat! Siapa tahu penting, Neng.ā
Terdengar suara Dirga yang sudah masuk ke dalam kamar Naira. Ia membawakan segelas susu kesukaan Naira.
āOh, mau gue aja yang angkat?ā sindir Dirga dengan sedikit menggoda. Karena Dirga tahu bahwa Naira paling tidak suka ketika ada seseorang yang mengambil ponselnya dengan lancang.
Naira yang mendengar ucapan Dirga langsung membelalakkan matanya dan langsung bergerak cepat untuk mengambil ponselnya. Dirga terdiam menaikkan salah satu alisnya kebingungan setelah melihat reaksi Naira hanya dengan gertakannya.
āJangan pernah lo sentuh HP gue!ā seru Naira dengan mengancam di atas kasur empuknya.
āBangun, keburu dingin itu susu,ā ucap Dirga dengan santai. Setelah Naira mengambil ponselnya tadi. Ia langsung kembali melanjutkan tidurnya.
āNeng!ā teriak Dirga dengan mengernyitkan dahinya.
āAh! Berisik banget sih lo!ā jerit Naira kesal karena diganggu tidurnya.
āItu mulut belum pernah di sekolahin?ā tanya Dirga dengan menjewer salah satu telinga Naira.
Cup!
āDiminum ya susunya? Awas aja kalau nggak,ā balas Dirga dengan mengecup dahi Naira.
āIh! Gue jijā,ā ujar Naira tertahan karena mulutnya dibungkam oleh Dirga.
āNgomong sekali lagi, awas lo!ā tegas Dirga dengan mendelikkan matanya. Dirga lalu berdiri setelah mendapati anggukan dari Naira dan segera beranjak pergi dari kamar adiknya.
Naira yang melihatnya langsung bangun dan berlari terbirit-birit setelah Dirga ke luar dari kamar. Ia segera mengunci pintunya dengan rapat dan menghembuskan napasnya lega setelah Dirga pergi.
Kriinggg! Kriinggg!
Ponsel gadis itu berdering lagi. Dengan terpaksa ia mengangkat teleponnya.
āApa sih, Sya! Lo nggak ngerti gue masih tidur!ā seru Naira dengan kesal.
āMaaf, Dirganya ada?ā
Terdengar suara lelaki dari balik ponsel. Naira membelalakkan matanya karena terkejut dan langsung memastikan lagi siapa yang menelponnya pagi ini.
āDuh, bego! Gue salah ngomelin orang,ā gumamnya pelan dengan sedikit kebingungan. Karena sudah terpampang nomor yang sama sekali tidak dikenalnya.
āHalo? Ini Adiknya, Julian Dirga?ā ujarnya lagi dari balik ponsel.
āMampus! belum gue matiin teleponnya,ā lirih Naira.
āApanya yang mampus?ā tanyanya setelah mendengar suara Naira.
āB...Bukan apa-apa kok! Tadi nyariin Bang Dirga, kan?ā sahutnya dengan sedikit nervous karena kebingungan.
āIya, Dirganya ada? Sorry kalau gue salah sambung,ā jelasnya dari balik telepon.
āNggak apa-apa, gue Adiknya Bang Dirga kok, nanti biar gue yang kirim nomornya ke nomor lo. Bye!ā jawabnya spontan tanpa ragu.
Naira langsung mematikan teleponnya sebelum mendengar jawaban āiyaā dari seorang yang menelponnya tadi.
Lalu, Naira duduk sebentar untuk mengatur napasnya. Kemudian ia melirik susu yang tadinya dibawakan oleh Dirga dan langsung dihabiskannya dengan segera.
Yang benar saja susunya sudah hampir dingin. Setelah menghabiskan susu, Naira ke luar dari kamarnya untuk mencari kakak lelakinya.
āBANG! BANG DIRGA!ā teriak Naira yang membuat kakaknya langsung berlari. Ia sangat khawatir akan terjadi sesuatu pada Naira ketika berteriak seperti itu.
āApa, Neng, apa?ā tanya Dirga.
āAda yang nyariin Abang barusan, malah telepon ke nomer gue lagi,ā jelas Naira.
āAh! Gue pikir ada apa,ā jawab Dirga santai.
Lalu, ia pergi begitu saja untuk melanjutkan aktivitasnya, yaitu mencuci motor kesayangannya.
āWoi! Lo nyebarin nomor gue, ya?ā tanya Naira dengan berteriak
āBang!ā Lanjutnya lagi dengan kesal.
Dirga sengaja tidak mempedulikan adik perempuannya. Karena ia sangat suka melihat adiknya yang kesal karena ulahnya. Dirga tetap mengelap motor kesayangannya dengan bersiul seolah tidak mendengar apa pun.
āWOI PREMAN! NGGAK DENGAR LO!ā teriak Naira dengan spontan.
Naira yang menyadari sudah mengucapkan kalimat yang sama sekali tidak disukai oleh Dirga langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Dirga paling tidak suka ketika dirinya disebut āpremanā oleh seseorang, apalagi adiknya sendiri.
āMampus! Dalam hitungan ketiga gue harus lari masuk ke kamar,ā gumamnya pelan dengan berjalan mundur.
Dirga menghentikan aktivitasnya lalu mendekat ke arah Naira yang hendak pergi dari sana. Ia menyilangkan tangannya menghadap ke arah Naira dengan tatapan yang tajam.
āTigāā
āMau ke mana, Neng?ā potong Dirga.
Naira yang hampir selesai menghitung lagsung terhenti setelah tangannya digenggam oleh Dirga.
āCoba ulangin tadi ngomong apa? Telinga gue nggak kedengaran soalnya,ā pinta Dirga mendekatkan telinganya ke Naira.
Naira yang ketakutan mencoba mencari sebuah ide untuk dapat berlari dari situasi ini. Setelah menemukan ide, ia nekat untuk mencoba membohongi kakaknya.
āBang? Motor lo!ā
āNggak usah ngeles, motor gue aman,ā ujar Dirga santai.
āNggak! Gue serius, coba lo lihat motor lo kenapa itu.ā
Naira masih berusaha meyakinkan Dirga. Dirga yang terpancing akan terjadi sesuatu oleh motor kesayangannya langsung menoleh begitu saja tanpa menghiraukan Naira yang ingin kabur dari sana.
Naira Anggiana Olivia, mengambil kesempatan untuk berlari menuju ke kamarnya dan segera mengunci pintunya dengan rapat. Dirga yang kesal karena dibohongi oleh Naira hanya mampu berdecih.
Naira menghelakan napas panjang setelah sampai dalam kamarnya yang aesthetic. Tidak lama setelahnya ponsel gadis itu berdering lagi. Kali ini adalah Alisya Intika Putri. Ya, sahabatnya yang kemarin meneriakinya di pantai.
āNAIRA! LO LUPA SEKARANG HARI APA!ā
Terdengar suara Alisya yang sangat lantang sehingga membuat telinga Naira sakit ketika mendengarnya. Naira menutup telinganya dengan kedua tangannya dan melempar teleponnya sembarangan.
Padahal dirinya ingin mengucapkan kata halo. Namun, Alisya malah melemparinya dengan suara yang terdengar seperti toa masjid.
āNaira!ā teriak Alisya lagi.
āNaira! Luwak kopi paswordnya, Mbak?ā racaunya yang tidak jelas karena didiamkan oleh Naira.
āKopi nikmatādari biji salak!ā sahut Naira dengan ngasal setelah mengambil ponselnya.
āHaha! Mana ada kopi dari biji salak bego!ā
Alisya tertawa setelah mendengar jawaban Naira yang asal-asalan. Setelah menghentikan tawanya, Alisya mengatakan maksud dirinya menelepon Naira.
āNaira? Lo nggak ke sekolah? Buta jam ya, Mbak?ā ejek Alisya dari balik ponsel.
āSialan lo! Jemput gue sekarang!ā murka Naira.
āBaru aja gue sampai di rumah lo, lo turun sini,ā jelas Alisya.
āBego! Terus kenapa lo telepon?ā umpat Naira.
āKan baru sampai, Ra, capek kalau naik ke lantai dua cuma buat ngeliatin muka lo yang super jut....ā
Tut! Tut!
Naira langsung mematikan teleponnya sepihak setelah mendengar ocehan dari Alisya. Padahal Alisya belum menyelesaikan kalimatnya. Alisya kesal karena ucapannya yang terhenti lalu mengomel di kursi tamu, āAh! Dimatiin lagi, dasar nggak sopan!ā
āNggak lama lo yang gue matiin,ā ujar Naira dari belakang Alisya.
āN...Ngeri banget sih lo!ā sahut Alisya dengan menoleh ke sumber suara.
āAyo berangkat!ā ajak Naira.
āSarapan dulu, Neng!ā teriak Dirga dari ruang tengah.
āUdah, kita kabur aja,ā jelas Naira dengan berjalan.
āNeng!ā teriak Dirga lagi karena dibiarkan oleh mereka berdua.
Alisya mengikuti langkah kaki Naira yang meninggalkan rumah. Lalu, mereka menuju mobil sport berwarna biru dan segera berangkat pergi ke sekolah.
Kedua gadis itu menyibukkan dirinya di salon. Naira yang tidak terbiasa pergi ke salon hanya mampu menurut oleh perkataan Alisya yang akan mengatur semuanya mulai dari gaun, make up, sampai gaya rambut yang sedang dikerjakan oleh pemilik salon. Alisya terlihat sangat akrab dengan pemilik salon itu, mungkin saja karena Alisya yang sering pergi ke sini dan menjadi pelanggan tetap.Pemilik salon itu sibuk memotong sedikit rambut Naira. Berbeda dengan Alisya yang sibuk menelpon seseorang. Saat Naira melirik Alisya melalui kaca, ia malah menatapnya dengan tersenyum licik. Entah apa yang sedang direncanakannya malam ini. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB dan Naira sudah merasa lelah. Mungkin jika nanti rambutnya di creambath ia akan tertidur sebentar karena masih ada waktu selama tiga jam.Sudah dua jam telah berlalu dan Naira sudah terlihat sangat cantik dengan gaya rambutnya yang baru. Gaya rambut yang sangat pas untuk dipamerkan kepada semua orang ketika sampai di sekolah. Siapa yang
Hari yang sudah ditunggu-tunggu telah tiba. Ujian telah selesai dan waktunya para murid kelas 12-AKS bersantai di ruang kelasnya masing-masing. Seharian ini full dengan jam kosong. Mereka bertiga sibuk bermain kartu āTruth Or Dareā dengan Alvalino yang saat ini sedang meneria tantangan dari Naira. Gadis itu menyuruh Alvalino menggunakan lipstiknya Alisya di kelopak mata dan juga bibirnya. Siapa pun murid yang melihat Alvalino seperti itu langsung tertawa terbahak-bahak. Karena wajahnya terlihat sangat cantik. Bahkan Alisya dan Naira kalah cantik sekarang. Sial, bisa-bisanya seorang lelaki mendahului kecantikan seorang gadis. Alisya melirik tajam ke arah Alvalino karena merasa iri dan gagal menjadi gadis cantik. āBATU, KERTAS, GUNTING!ā Mereka semua serempak berteriak. Yang kalah sekarang adalah Naira lalu memilih āDare.ā Saat gadis itu membuka kartu ia langsung mendelik karena di sana sudah tertulis āPeluk seseorang yang berada di sampin
Naira sedang bersantai di dekat kolam ikan dengan memejamkan matanya dan duduk di sebuah kursi. Hari ini sudah hari minggu dan ia merasa sangat bosan. Terlebih lagi ucapan dari papanya Gibran selalu mengganggu isi pikirannya. Hal itu membuat Naira sangat ingin tahu isi di dalam paket yang sedang dikirim padanya. Semoga saja bukan bom, pikir Naira. Suasana di pagi ini sangatlah mendukung dengan Naira yang sudah mandi tentunya. Hal yang sangat jarang terjadi ketika gadis itu mandi di hari libur, bukan? Yang merubahnya seperti ini adalah Gibran Alandra yang selalu menyuruhnya untuk mandi walaupun di hari libur sekali pun. Maka dari itu, Naira sudah terbiasa dengan yang namanya mandi pagi di saat hari libur. āNeng? Ayo sarapan dulu!ā Kakak lelakinya berteriak dan selalu saja mengganggu ketenangan Naira. Gadis itu hanya terdiam sejenak lalu berkata, āGue nanti aja, Bang!ā Dirga langsung tidak berselera makan ketika mend
Seluruh murid tampak sibuk belajar di bangkunya masing-masing. Bahkan Naira yang tak ingin kalah pun belajar sangat giat kemarin malam. Sampai rambutnya terlihat acak-acakan seperti orang gila yang kabur dari RSJ. Alvalino yang baru saja datang dan langsung duduk di samping Naira pun tertawa terbahak-bahak melihat wajah Naira yang sangat lesu. Alisya datang dengan bersenandung ria lalu berjalan tanpa memperdulikan Naira dan Alvalino yang masih saja tertawa. Saat Naira mulai kesal, ia menggebrak mejanya yang membuat Alisya langsung terkejut dan menghentikan langkah kakinya. Hal itu membuat Alisya segera menoleh ke arah Naira untuk memarahinya habis-habisan. Tapi ia malah tertawa terbahak-bahak karena rambut Naira yang terlihat sangat kacau hari ini. āRambut lo kenapa kusut banget sih, Ra?ā tanya Alisya lalu tertawa kembali. Naira tidak memperdulikan pertanyaan itu lalu bangkit dari tempat duduknya untuk segera pergi dari sana. Padahal jam
Sudah dua minggu berlalu Gibran Alandra meninggalkan semua orang. Hari-hari Naira sangat membosankan. Tapi untungnya ia memiliki Alvalino dan Alisya yang selalu siap menemaninya kapan saja. Jujur saja, Naira masih tertekan atas pengakuan Gibran waktu itu, tapi ia juga tidak ingin terus-menerus terlarut ke dalam kesedihan. Seorang gadis duduk di gazebo dengan membuka novel tebal yang sudah lama sekali tidak dibacanya. Dengan sebotol air mineral dan juga ponsel yang tergeletak dengan earphone yang sudah tersambung. Ia sangat menikmati dentuman suara music yang sedang diputarnya melalui ponsel. Lelaki datang dan mendekat ke arah gadis itu untuk mengacaukan semuanya. Bahkan lelaki itu mencabut kabel earphone yang tadinya tersambung di ponsel Naira. Gadis itu langsung kesal karena ketenangannya diganggu terus-menerus. Jika sekarang Alvalino, mungkin saja nanti berganti jadi Alisya yang mengganggunya. āLagi baca apa sih,
Sudah satu jam setelah Naira melakukan check-in. Saat ini ia sudah di waiting room dengan Alisya yang sudah berada di sampingnya. Tapi anehnya sudah ada Alvalino yang juga ikut karena dipaksa oleh kakak lelakinya. Ia tidak ingin adiknya mengalami hal nuruk di negara orang lain. Maka dari itu, Dirga sudah menyiapkan semua keperluan mereka bertiga sebelum berangkat. āNaira?ā panggil Alvalino yang sudah duduk di samping Naira. Gadis itu langsung menoleh ke arah Alvalino yang sudah terlihat begitu grogi dengan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. āEhem! Ehem!ā Alisya mengacaukan suasana dengan pura-pura batuk. Mungkin ia merasa iri karena kekasihnya tidak berada di sampingnya sekarang. Lebih tepatnya sudah berada di Paris dengan Gibran yang sedang terbaring di rumah sakit. Naira menatap kosong ke depan dengan pikiran yang sudah tidak beraturan. Ia sangat ingin tahu apa yang sudah terjadi pada Gibran. Apalagi sa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen