Share

BAB 4

last update Dernière mise à jour: 2024-01-17 14:22:03

Sore ini Rianti sudah bisa dinyatakan pulang oleh dokter. Tak lupa pula dirinya segera berpamitan pada dokter Gilang. 

“Terima kasih Pak, sudah baik pada Rianti selama di rumah sakit.” Meskipun masih dalam keadaan pucat Kedua lesung pipinya menambah kecantikannya saat tersenyum. 

“Sudah seharusnya...aku memperhatikanmu selama di sini Rianti! Karena, diriku yang berkendara kurang hati-hati sehingga aku mencelakakanmu,” ucap dokter Gilang.

“Ow ya Pak Dok! Kami permisi dulu.” Rianti dan Ibunya segera keluar dari ruangan bersiap untuk pulang. 

“Kalian mau naik apa pulang ke rumah?” tanya Dokter Gilang. 

“Ka-kami mau... naik taksi saja Pak,” jawab Rianti

“Aku antar ya! Kalau sore begini taksi sudah jarang ada yang lewat, takutnya kalian keburu malam” bujuk Gilang. 

“Tapi Pak..., 

“Tak usah malu, ingat kamu sampai begini karena aku yang berkendara kurang hati-hati. Jadi, kuharap kamu tidak menolak permintaanku.” Kali ini Gilang tak mau dengar alasan dari Rianti lagi. 

“Iya sudah kalau begitu. Rianti cuma takut  merepotkan Pak Dokter nantinya.” 

Beberapa saat kemudian mobil Dokter Gilang sudah parkir di depan rumah sakit. Rianti yang di suruh menunggu di depan segera bersiap masuk. 

Pada saat bersamaan, pasien baru datang bersiap memasuki ruang IGD. Rianti yang menyempatkan diri melirik ke samping  melihat ke arah pasien dan keluarganya yang baru datang itu. 

Benar saja, kali ini yang jadi pasien adalah Mas Rustam. Ternyata...dia tak main-main dengan perkataannya. Bu Melati Ibunya Rustam juga ada di sana mengantar Rustam yang sudah dibaringkan dan bersiap masuk ke ruang IGD. 

Mata Rianti terbelalak melihat sosok Rustam yang bersimbah darah di lengannya dan sekujur tubuhnya membiru hampir saja tak dikenalinya.

Dirinya spontan teriak dengan menyebut nama Rustam. 

“Rustam!” Bu Melati segera menoleh ke asal suara. 

Benar saja matanya yang terbelalak melihat sosok Rianti dan Ibunya berdiri di sana. Dirinya hendak memajukan langkahnya untuk mengantarkan Rustam masuk ke ruang IGD. Namun, kali ini tangannya di pegang kuat oleh Ibu agar tak bertindak semaunya. 

“Rianti, hentikan langkahmu! Kamu bukan siapa-siapa di keluarga itu.” Sejenak Rianti tersadar kembali oleh kata-kata Ibu Rustam dirinya yang sudah terlanjur dihina olehnya. 

“Rianti, ayo masuk!” Dari dalam mobil Gilang berseru memanggil namanya. 

“I-iya Pak!” Di langkahkan kakinya masuk ke dalam mobil tanpa memperdulikan Rustam dan Ibunya yang melihat ke arahnya

Selama di perjalanan pulang Rianti terlihat lebih banyak diam. Begitu juga dengan Gilang yang lebih pilih fokus menyetir. 

“Belok kiri ya Pak Dokter!” Ibu yang mencoba membuka suara di keheningan tersebut. 

“I-iya Bu,” jawabnya. 

Beberapa saat kemudian tibalah di sebuah gang sempit menuju rumah Rianti. 

“Pak Dokter, kami... Turun di sini, saja. Karena mobil tidak bisa masuk ke dalam,” jelas Rianti. 

“Oke, Tapi aku tetap mengantar kalian dengan jalan kaki.” 

Rianti dan Ibunya saling berhadapan mendengar jawaban dokter Gilang. Sekitar sepuluh menit mereka jalan kaki di gang sempit. 

Kini mereka sudah tiba di rumah Rianti. Rumah yang lumayan kecil namun rapi dan bersih. 

“Kita sudah sampai Pak! Ayo masuk!” ajak Rianti. 

Dokter Gilang melepas sepatunya dan masuk ke rumah Rianti. Kali ini mereka duduk melantai karena di rumah Rianti tak ada kursi. 

“Oh ya Nak Gilang, bolehkah menunggu sebentar? Ibu mau masak dulu. Nanti Nak Gilang makan di sini ya,” ucap Ibu dengan ramah. 

“Boleh sekali Bu, kebetulan aku...lagi lapar!” Dipegangnya perutnya yang mulai mengempis. 

Rianti yang malu-malu hanya bisa tersenyum melihat tingkah dokter Gilang. Setelah melihat Ibu masuk ke dalam mereka mulai pembicaraan. 

“Rianti, boleh tau kesibukan kamu setiap hari apa?” tanya Gilang. 

“Aku... aku lagi cari-cari kerja yang pas Pak,” jawab Rianti seraya merapikan jilbabnya. 

“Sebelumnya sudah pernah kerja di mana?” 

“Rianti...kerja di salah satu kantor pemerintahan yang ada di sini pak. Tapi, sudah berhenti karena jarak dari rumah ke sana lumayan jauh,” jelas Rianti dengan polos. 

“Sudah lama berhenti kerja?” 

“Belum Pak, Kira-kira dua mingguan.”  

Kini obrolan mereka semakin akrab dan serius saja. Beberapa saat kemudian Ibu Rianti memotong pembicaraan mereka. 

“Nak Gilang, Rianti, ayo masuk ke dalam! Kita makan sama-sama,” ajak Ibu. 

Rianti dan Gilang segera menyusul Ibu ke dapur. Tampak di atas meja sudah berbagai makanan yang dihidangkan. Layaknya ada tamu besar yang akan datang. 

Ada jamur tumis, ikan asin sambal terasi, gulai kambing, dan kari ayam terhidang di atas meja. 

“Gulai kambing dan kari ayam dari mana Bu? Tumben Ibu masak sebanyak ini?” tanya Rianti sekedar membuka pembicaraan mereka. 

“Tadi ada tetangga yang kasih, karena ada acara hajatan katanya.” Sambil memasukkan makanan di mulutnya. 

Gilang dengan lahap memakan hidangan yang ada. Kali ini dirinya makin terlihat akrab dengan keluarga kecil tersebut. 

“Bu aku... Boleh tambah ikan asin dan nasi lagi ya?” tanya Gilang. 

“Boleh pak!” Rianti menjawab sambil melirik Ibu yang sibuk menggigit daging ayam yang susah terpotong. 

Tiba- tiba gigi palsu Ibu terjatuh karena terlalu memaksa untuk mengunyah makanan tersebut. 

Kali ini Gilang dan Rianti yang melihat kejadian itu semakin tertawa lucu melihat tingkah Ibunya. 

“Wah kalian menertawakan Ibu, akhirnya Ibu jadi malu.” Diambilnya piring bekas makannya dan membawanya ke belakang. 

“ Loh Bu, kenapa sudah berhenti? Makanan Ibu masih tersisa di piring” 

“Sudahlah , selera makan Ibu hilang karena gigi palsu.” 

Gilang dan Rianti yang mendengar perkataan Ibu tiba-tiba tertawa lagi karena merasa semakin lucu. 

“Maaf ya Bu, karena kami Ibu jadi malu.” 

Dokter Gilang menyudahi makanannya dan mencuci tangannya. Beberapa saat kemudian terdengar suara azan magrib. 

“Bu, Gilang boleh numpang salat di sini gak?” 

“Oh, boleh sekali.” Sambil membereskan piring bekas makan yang ada di atas meja. 

Kini mereka bertiga melakukan salat bersama di pimpin oleh Gilang. 

Setelah selesai melakukan salat magrib, Gilang segera pamit pulang. 

Beberapa saat kemudian Gilang  mengirim pesan ke Rianti di aplikasi hijaunya 

“Rianti, aku sudah sampai.” 

Rianti yang melihat pesan dari Dokter Gilang merasa heran dengan pesan masuknya. 

“Perasaan tadi tak ada yang tanya dia sudah sampai atau belum,” batinnya dalam hati. 

Dina yang masih merasa sakit di bagian kepala hanya mengabaikan pesan dari Gilang. 

Sementara dari seberang sana Gilang berharap balasan pesan dari Rianti. 

Sekitar setengah jam ditunggunya  balasan pesan dari Rianti. Namun pesannya yang sudah terlihat centang biru tersebut belum mendapat respon.  

Tanpa menunggu lama lagi, Gilang menelepon Rianti. Melihat layar ponsel tertera nama Dokter Gilang segera diangkat telepon tersebut. 

“Assalamualaikum , lagi apa?” tanya Gilang dari seberang sana. 

“Wa’alaikumussalam, Pak Dokter! Nih, lagi mau ganti perban di siku yang luka!” Sambil sesekali di kompresnya dengan air hangat. 

“Kok, pesan dariku tak dibalas Nti?” 

“Oh itu, aku... aku lagi sibuk Pak. Jadi Rianti lambat membalasnya.” 

“Tidak apa ! Nanti setelah kamu kompres luka dan ganti perban jangan lupa cepat tidur ya,” ucap Gilang 

“I-iya Pak,”

“Oke kalau begitu kusudahi dulu ya. Selamat beristirahat Rianti.” 

“Iya Pak, terima kasih!” jawab Rianti. 

Beberapa hari ini Rianti mulai berusaha melupakan Rustam. Meskipun sulit baginya tapi, pekerjaan Ibu lebih penting dipertahankan dari lelaki yang bersamanya kurang lebih tiga belas tahun itu. 

Setelah mengganti perbannya, Rianti pun terlelap. 

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • 13 TAHUN PACARAN 2 MINGGU MENIKAH    BAB 36

    “ Ayo masuk, aku mau mengantarkan pasienku. Sejak tadi dia ditinggal suaminya dan pergi bertemu wanita lain.” Ditatapnya wajah Gilang sambil menjelaskan apa yang dialaminya tadi.“ Rustam meninggalkan Rianti demi si Alya, aduh mana dia pakai mobilku lagi.” Ditepuk jidatnya sambil menahan kesalnya.“ Ayo masuk nanti kita jelaskan di dalam mobil saja, aku kasihan sama wanita yang diperlakukan oleh suaminya seperti ini. Apalagi, dia bawa bayi kembar,” ujarnya sambil fokus menyetir.“ Lelaki yang menjadi suaminya adalah adikku Bro, kami seibu tapi sejak kecil aku tak dibesarkan bersamanya,” jelas Gilang meyakini temannya itu.“ Oh, jadi kita harus ke mana dulu apakah mencari mobil kamu atau mengantarkan Rianti dulu?”“ Aku...aku mau pulang ke rumah Bu Melati saja Mas, kasihan kedua anakku jika harus mengikuti kalian mencari Mas Rustam,” pinta Rianti.“Baiklah, sebagai saudara Rustam aku sangat malu melihat tingkahnya yang kekanakan itu. Seharusnya dia bertanggung jawab dengan apa yang dil

  • 13 TAHUN PACARAN 2 MINGGU MENIKAH    BAB 35

    iiiihhh, berisik. Awas ya, jika dalam waktu lima belas menit dari sekarang kamu tidak kembali ke mobil, aku akan tinggal pergi. Kamu pulang dengan jalan kaki saja.” Dimatikan teleponnya, kemudian menelepon Alya yang sejak tadi merajuk akibat lebih memilih mengantarkan Rianti dari pada pergi kepadanya.“ Al, ma- maaf ya. Aku...”Belum sempat meneruskan pembicaraannya Alya langsung memotong pembicaraannya.“ Aku tak butuh permintaan maafmu Mas, sekarang putuskan saja, kamu memilih Rianti atau kamu kesini antar aku ke rumah sakit. Sejak kemarin aku kurang enak badan Mas,” ungkapnya sambil memegang perutnya yang selalu mual itu.“ Tunggu sedikit lagi ya sayang. Aku...aku pasti kena marah Ibuku jika mengabaikan Rianti. Dia juga istri sahku. Jangan buat aku bimbang diantara dua pilihan.” Digaruk Kepalanya yang tidak gatal itu karena kebingungan.“ Terserah kamu Mas. Aku lelah menghadapi sikapmu ini. Nanti aku minta tolong diantar si Rocky saja ya,” balasnya karena kesal dengan sikap Rustam.

  • 13 TAHUN PACARAN 2 MINGGU MENIKAH    BAB 34

    Memang benar, kata orang. Kita dihargai Jika kita punya harta,” batinnya Tanpa berpikir panjang lagi dirinya segera pergi meninggalkan tempat itu. Tanpa diketahui oleh Rianti dan dari pihak keluarga Rustam. Sesakit inikah rasanya, ketika harus mempunyai besan dan menantu dari keluarga kaya. Kukira aku akan dihargai, namun tidak sesuai apa yang diharapkan. *** “ Mas, Hasan anak kita sakit. Bisakah aku diantar ke rumah sakit?” pinta Rianti ke Rustam. “ Aku tak bisa, suruh saja kang Asep antar ke sana,” balas Rustam yang masih berbaring di tempat tidur. “ Mas, Aku tak bisa jika harus dengan Mas Asep ke sana. Siapa yang bantu aku jaga Husein Jika ke sana bersama Mas Asep?” “ Kamu bisa mengerti aku tidak, aku masih capek karena resepsi pernikahan kita kemarin. Pergilah bawa anakmu itu aku masih lelah.” Ditariknya selimut kemudian tidur kembali. “Astagfirullah!" Rianti hanya menggelengkan kepalanya karena marah pada Rustam saat ini tak ada gunanya. Rustam yang semakin

  • 13 TAHUN PACARAN 2 MINGGU MENIKAH    BAB 33

    Bu- bukan itu maksud saya Bu. Saya hanya...” “Hanya apa? Mundurlah sesukamu. Tapi kembalikan uangku yang sudah rugi karena terlanjur mempersiapkan semuanya.” Rianti hanya terdiam menahan kecewa atas ulah calon mertuanya itu. Dirinya tak berani menatap wajah kedua mertuanya yang saat ini berdiri di hadapannya. “ Rianti! Apa yang terjadi padamu? Kenapa ingin mundur dari pernikahan ini,” ucap Pak Haikal sambil memegang bahu Rianti . “ A-anu Pak, tadi saya mendapatkan informasi kalau Mas Rustam sekarang lagi tinggal bersama Alya di sebuah apartemen. Mas Gilang yang bilang ke aku barusan,” jelasnya. “ Baiklah jika itu yang membuat kamu kecewa. Tapi, sebagai calon mertua kamu, sekali lagi bapak mohon jangan segampang itu mengatakan mundur. Buat kami yakin dengan kemampuanmu untuk menjadi istri Rustam.” “ Baiklah pak, semua ini aku lakukan masih bertahan hanya demi Hasan dan Husein agar mereka bisa punya Ayah,” ujarnya kemudian berpaling menghadap ke putra kembarnya. Rasanya

  • 13 TAHUN PACARAN 2 MINGGU MENIKAH    BAB 32

    Kemudian perawat itu segera keluar dari ruangan tempat bersalin Bu Lasmi. Setelah memastikan semuanya aman, Bu Lasmi diam-diam keluar dari ruangan tempatnya dirawat. Dirinya segera menuju ke kamar bayi. Matanya yang liar ke sana-kemari hanya untuk memastikan semuanya aman. Kemudian, segera mencari bayinya dan bayi Bu Melati untuk ditukar olehnya Tangannya yang masih lemah, berusaha menggendong kedua bayi itu , secepat mungkin dirinya beraksi untuk ditukar olehnya. Terdengar suara langkah kaki dari luar menuju ke kamar bayi. “Ibu mau apa di sini?” ucap salah seorang perawat yang berdiri di depan pintu. “ Oh, sa- saya hanya rindu ingin bertemu anak saya Bu,” jawab Bu Lasmi seraya berbalik ke arah perawat yang berdiri di pintu. “Bu, tidak seorang pun yang bisa masuk ke ruangan ini kecuali perawat. Meskipun, Anda adalah seorang pasien harus sepengetahuan dari pihak rumah sakit dulu baru diizinkan masuk ke sini,” jelas salah satu perawat tersebut dengan tegas. “ Ma- maaf Bu, sa

  • 13 TAHUN PACARAN 2 MINGGU MENIKAH    BAB 31

    Urus dulu nasibmu Nak. Pastikan kedua anakmu memiliki identitas punya Ayah selanjutnya kamu berpikir bagaimana cara yang terbaik,” balas Ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. “ Baiklah Bu, jika ini permintaanmu. Akan Rianti lakukan meskipun saat ini Rianti sudah lelah menghadapi keluarga Mas Rustam. Tapi, Rianti akan berusaha tegar demi kedua anakku,” jawab Rianti berusaha kuat. “ Kamu pulanglah. Bersikap biasa saja ketika menghadapi mereka. Semoga kamu kuat ya Nak.” “ Baiklah Bu, terimakasih selalu ada untuk Rianti. Besok Rianti berkunjung lagi kemari.” Dipegangnya tangan Ibunya yang masih lemah itu. “ Cucu lembar Ibu mana?” tanya Bu Lasmi tiba-tiba “ Oh, mereka sudah tidur Bu. Aku, menyuruh Bik Tum dulu untuk menjaga mereka,” jawabnya Kedua Ibu dan anak itu saling berpelukan untuk saling menguatkan. Tak lupa pula Rianti pamit ke Gilang agar bisa menjaga Ibu. Seperti pesan Ibunya ketika sampai di rumah keluarga Rustam dia bersikap seperti biasa tanpa peduli tatapan mereka ya

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status