Share

BAB 5

Tak terasa waktu pagi telah tiba. Rianti terbangun. Dilihatnya jam di ponsel menunjukkan pukul setengah enam pagi. Masih ada waktu untuk menunaikan ibadah dua rakaat.

Kini dirinya bersiap-siap menghadapi sang Ilahi. Setelah itu dilihat kembali ponselnya. Tampak ada pesan masuk di aplikasi hijau. 

“Sudah bangun, Nti?” 

Rianti yang melihat pesan masuk itu tampak heran. Apakah Dokter Gilang tak takut diketahui oleh istrinya?” batinnya. 

Rianti hanya membaca pesan itu. Kali ini diabaikannya lagi. Karena dirinya mengira dokter Gilang sudah beristri. Takut dicap perebut laki orang. 

Tak berselang lama kemudian Dokter Gilang meneleponnya kembali. Rianti yang melihat nama itu di layar ponsel segera mengangkatnya meskipun ada rasa malas. 

“Assalamualaikum  Pak Dokter!” sapanya

“Waalaikumsalam, bagaimana keadaannya?” tanya Dokter Gilang

“Alhamdulillah Baik, Pak Dokter tidak takut ketahuan sama istrinya  menghubungiku pagi begini?” 

“Apa? Istri? Menurutmu... Apakah aku mirip dengan pria yang sudah beristri?” 

“Aku... aku hanya ingin memastikan saja Pak?” Jawab Rianti gugup. 

“Aku masih lajang Rianti, masih hidup sendiri.” 

Akhirnya pertanyaan Rianti yang selama ini hanya tersimpan di hati akhirnya terjawab sudah. Pantas saja dari semalam sampai pagi ini dia berani mengirimi pesan.

Andaikan dia pria beristri pasti, dia sudah di jewer oleh istrinya. Tanpa sadar Rianti mulai tertawa sendiri. 

“Kenapa tertawa ?” tanya Gilang dengan tiba-tiba. 

“Oh anu Pak, tadi ada kucing lewat,” jawab Rianti asal. 

“Pak, mohon maaf teleponnya kumatikan dulu ya, karena Ibu memanggil.”

“ Oh iya silahkan!”

Entah kenapa sejak mengenal Rianti dari rumah sakit beberapa hari lalu dirinya merasa nyaman. Sikap Rianti yang terlihat sopan dan ramah membuatnya ingin dekat mengenal lebih dekat lagi. 

Selama Rianti dirawat di rumah sakit diam-diam dirinya selalu memperhatikan Rianti yang lagi terbaring. 

Dihembuskannya asap rokoknya di udara sambil memikirkan wajah gadis itu. Rasa penasarannya, semakin menjadi ketika berkunjung ke rumah Rianti.

Alangkah bahagianya meskipun tumbuh dalam keluarga sederhana tapi kasih sayang Ibu bisa dirasakannya. Tak seperti Gilang dari kecil hidup tanpa sosok Ibu. 

Teringat kejadian beberapa tahun silam. Gilang yang masih berusia enam tahun harus rela berpisah dari Ibunya akibat perceraian dengan Ayahnya. 

Ibunya yang selingkuh di belakang Ayahnya ternyata Gilang yang harus mengalami imbasnya akibat perceraian. 

Hingga di usianya yang memasuki kepala empat, dirinya sangat merindukan sosok Ibu yang diimpikannya selama ini.  Melihat Bu Lasmi yang sangat sayang pada anaknya Rianti semakin membuat diri Gilang iri. 

Ingin rasanya setiap hari berkunjung ke rumah Rianti. Sikap keluarga kecil itu membuatnya semakin nyaman. Mengingat sosok Ibunya yang penyayang. 

Beberapa saat kemudian, Gilang menelepon Rianti lagi. 

“Iya, kenapa Pak?” tanya Rianti dari seberang sana. 

“Pagi ini aku boleh sarapan di situ ya?" tanya Gilang. 

“Apa? Kenapa harus di sini?”  Rianti yang tersontak kaget tanpa disadarinya suaranya hampir memecahkan gendang telinga Gilang. 

“Bilang ke Ibu, pagi ini sebelumku berangkat kerja aku sarapan di rumahmu. Titik tak boleh menolak.” Tanpa pamit Gilang langsung mematikan teleponnya kemudian bergegas mandi. 

Kini dirinya bersiap pergi. Beberapa saat kemudian di parkirnya mobil di dekat jalan besar. Kemudian masuk berjalan di gang sempit menuju rumah Rianti. 

“Assalamualaikum Bu,” tanpa menunggu balasan dari dalam Gilang langsung masuk dan membuka sepatu kemudian duduk di ruang tamu. 

“Waalaikumsalam, disalaminya tangan Ibunya Rianti kemudian segera memeluknya. 

Merasa terharu karena selama ini Gilang merindukan sosok Ibu sehingga dirinya harus berterus terang agar Ibu Lasmi tak akan salah paham dengan sikapnya yang berlebihan. 

“Bu, dari kecil Gilang tak punya Ibu! Selama ini aku hidup dalam kesepian. Maukah Ibu menjadikan diriku anak angkatmu?” Dipeluknya dengan erat wanita yang sudah tua renta itu. 

“ Maksud Pak Dokter apa?” 

“Bu, Gilang mohon mulai sekarang jangan panggil diriku Pak Dokter lagi. Panggil aku Gilang! Anggap saja aku anakmu.” 

Bu Lasmi yang mendengar itu hanya terdiam dan membalas pelukan Gilang. Rianti yang baru selesai mandi dan ingin menuju ke kamarnya sejenak terhenti melihat adegan yang ada di depannya. 

“Dokter Gilang!” 

Gilang melepaskan pelukannya hingga membuat Rianti tersipu malu karena hanya menggunakan handuk mandi dan rambutnya yang terlihat oleh Gilang. 

Segera dirinya beranjak pergi masuk ke kamar tanpa perlu menunggu balasan lagi. 

Di dalam kamar Rianti segera mengganti bajunya kemudian beranjak keluar menemui Gilang yang duduk di ruang tamu. 

“Kukira... Bapak hanya sekedar bercanda.” 

“Ma-maafkan aku Rianti, setelah kejadian kemarin dan selama kamu dirawat di rumah sakit. Diam-diam kuperhatikan tingkah Ibu yang selalu sayang padamu. Jujur aku iri denganmu yang bisa mendapatkan kasih sayang dari seorang Ibu. Tak pernah kudapatkan dari kecil.” Disekanya mata yang mulai mengeluarkan air mata itu. 

Rianti hanya terdiam mendengar pernyataan Dokter Gilang. 

“Boleh ya, aku sering-sering berkunjung ke sini? Anggap saja aku juga masih saudara kalian.” Rianti hanya mengangguk sebagai tanda mengiyakan permintaan Dokter Gilang. 

Ibu mengajak mereka berdua sarapan. Selesai sarapan dokter Gilang segera menuju ke rumah sakit. 

***

Seperti biasa, sebelum memulai aktivitas dirinya selalu mondar mandir di depan ruangannya. Sekedar olahraga ringan agar dirinya tetap fresh menangani pasien. 

Beberapa saat kemudian seorang perawat masuk ke ruangannya membawa laporan. 

“Pagi pak Dokter, ini hasil pemeriksaan pasien yang baru masuk kemarin sore.” Diberikannya sebuah Map yang berisi laporan tersebut. 

“Pasien sakit apa Bu?” 

“Sesuai hasil  pemeriksaan Dokter Ferdi kemarin pasien mencoba bunuh diri Pak dengan cara meminum racun hama dan memotong urat nadinya.” 

“Terus pihak keluarga ada?” 

“Ada Pak, lagi menunggu di depan untuk meminta resep obat.” 

“Oke, silahkan suruh keluarga Pasien masuk.” 

Perawat itu segera keluar dari ruangan. Beberapa saat kemudian Bu Melati masuk ke ruangan Dokter Gilang. 

Mata Gilang kini mulai berkaca-kaca melihat wanita yang berdiri di hadapannya. 

Rasanya bagaikan mimpi sosok yang dirindukannya sekian tahun kini dipertemukan di sini. 

“Ibu!” Benar saja mulutnya tak mampu menahan rasa rindu itu. 

“Ka-kamu siapa?” ucap Bu Melati

Tanpa menjawab lagi Gilang langsung spontan memeluknya 

“Hei apa-apaan ini. Hentikan! 

Kini Bu Melati semakin memberontak untuk menghindari Gilang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status