“ Ibu!”Gilang segera melepaskan pelukannya. “ Bu, Pao- Pao anak Ibu.” Serentak Bu Melati terdiam kaget mendengar Gilang menyebutkan nama kecilnya. “Apakah Ibu tak merindukan Pao Bu.” Kini Gilang tenggelam di pelukan Bu Melati.Tangisanny pecah, ketika anak dan Ibu yang sudah terpisah puluhan tahun lamanya kini dipertemukan dalam keadaan seperti ini. “Ma-maafkan Ibu Nak! Bukan maksud Ibu yang tega menelantarkan kamu. Tapi... Ayahmu sudah tak menginginkan kehadiranku.” Kini kedua Ibu dan Anak tersebut larut dalam pelukan . “Bu, Gilang kangen dengan Ibu. Setiap malam Gilang sering mimpikan Ibu. Hari ini mimpi Gilang jadi kenyataan.” Tangisannya semakin pecah ketika Gilang mengutarakan isi hatinya. Bu Melati semakin mendekap Gilang dalam pelukannya. Selama ini Karena keegoisannya dia sampai lupa bahwa dirinya masih mempunyai satu anak lelaki yang tak dianggapnya ada.Beberapa saat kemudian pelukan anak dan Ibu yang baru bertemu itu terhenti oleh kedatangan perawat yang masuk ke da
Ma-maafkan Aku,” ucap Gilang. Ketika mereka berdua saling memandang dalam jarak yang sangat dekat. Tatapan mata mereka berdua bertemu. Gilang yang tak menyangka akan kehadiran Rianti di ruangan Rustam dirawat spontan melepaskan rangkulannya yang secara tak sengaja di pinggul Rianti. “Plugh!” Rianti terjatuh ke lantai. Seketika dengan spontan Gilang merangkulnya kembali. Rustam melihat tingkah keduanya seperti tak biasa seketika timbul rasa cemburu. “Kalian apa-apaan Sih! Di sini aku lagi sakit,” ucap Rustam. Gilang tak menghiraukan perkataan Rustam. Sementara Rianti berusaha melepaskan dengkapan Gilang yang masih melilit di pinggulnya kemudian bergegas meninggalkan tempat tersebut. Dirinya berusaha mengejar Rianti namun dicegat oleh Bu Melati. “Gilang! Mau ke mana kamu? Tak perlu repot mengejar wanita yang tak kamu kenal itu.” “Aku... Aku menge...,” ucapnya namun Ibu memotong pembicaraannya. “Gilang, sejak tadi Rustam menunggumu.” Ditariknya tangan Gilang untuk mendekati
Tam! Kapan kita pergi ke rumah Rianti untuk meminangnya?” Sambil merapikan kukunya. “Apakah Ibu sudah siap? Bukannya Ibu masih berpikir untuk menerima Rianti?” tanya Rustam yang mulai heran dengan sikapnya. “Apa kamu mau wanita yang kamu cintai akan direbut lelaki lain? Ingat Tam! Meskipun Ibu kutang suka pada Rianti tapi Ibu juga ingin kamu bahagia.” “Jadi, Ibu sudah menerima Rianti dengan iklas?” tanya Rustam yang semakin penasaran.“Tam! Jangan berlama- lama ingat Ibu juga ingin melihatmu bahagia.” Tak berpikir panjang Rustam segera menelepon Rianti untuk memberikan kabar baru yang baginya itu adalah sebuah kesempatan untuk mendekatkan antara Rianti dan Ibunya. “Halo, assalamu’alaikum!” ucapnya. “Wa’alaikumussalamsalam, iya kenapa Mas? Apakah aku akan dihina lagi oleh Ibumu? “ jawab Rianti dari sana. “Rianti! Kumohon buang jauh- jauh pikiranmu kali ini Ibu mau hubungan kita mengarahkan ke jenjang yang lebih serius lagi. Jadi, kumohon saat ini bersabarlah sambil mengambil hat
Tok.. Tok.. Tok!” Suara ketukan di pintu mengagetkan Rianti dari tangisannya.Dibukanya pintu kamar dan menyuruh Ibunya masuk. “Rianti! Tenangkan hatimu Nak, apakah kamu bersedia menerima pinangan keluarga Rustam dengan cara seperti itu.” Sambil mengelus kepala Rianti yang larut dalam pelukannya. “Rianti malu Bu. Rianti juga bingung apakah menerima pinangannya atau Rianti mundur.” “Rianti, semuanya Ibu serahkan padamu. Ibu yakin kamu dewasa dalam menentukan sikapmu ketika berhadapan dengan permasalahan seperti ini,” jawab Ibunya menguatkan Rianti. “Baiklah Bu, aku akan keluar sebentar lagi. Mohon tunggu aku sebentar ya Bu.” Dirapikan jilbabnya terlebih dahulu kemudian melangkah keluar. “Eh, Nih dia gadis cantik yang berusaha memikat hati anakku Rustam,” ucap Ibu Melati. “Sini duduk,” lanjutnya. Rianti yang masih menyisakan sisa air matanya harus mendekatkan diri di hadapan Ibunya Rustam Bu Melati. “I-iya Bu,” jawab Rianti.Ibu Rustam mengeluarkan cincin yang tersimpan di saku
Sudah tiga hari sejak peminangan Rianti Ibunya lebih banyak diam. Melihat tingkah anaknya yang semakin sulit diatur dirinya lebih memilih diam. Karena berbicara pun tak ada gunanya di mata Rianti yang semakin lengket kaya prangko dengan Rustam.Pagi ini Ibu sedang sibuk mengatur bunga- bunga yang ada di taman. Dari depan terlihat Gilang yang melangkah menuju rumah mereka.“ Eh, Nak Gilang! Kenapa lama tak muncul kemari?” tanya Ibu Rianti mendekatinya.“ Maaf Bu aku...selama ini pergi keluar kota ikut pelatihan dokter,” jawabnya sambil menyalami tangan Bu Lasmi.“ Ayo, masuk ke dalam dulu.” Gilang segera masuk ke dalam rumah.“Oh ya Bu, Rianti ya mana?” Sambil melihat sekeliling karena sejak tadi tak melihat sosok Rianti.“Dia lagi di kamar.” Beberapa saat kemudian, Rianti keluar dari kamarnya. Kini tampilannya sudah rapi seperti mau keluar. “Mau ke mana Neng cantik?” tanya Gilang.“ Mau keluar dengan tunanganku Kak.” Diliriknya dokter Gilang dan menyalaminya.“Aku pamit ya Bu.” Kem
“ Rianti! Kamu...tunggu aku di sini ya. Mas, mau mandi dulu.” Ditinggalkannya Rianti yang masih duduk di ruang tamu lantai dua sambil menikmati indahnya suasana sekitar jika di lihat dari lantai atas.“ Jangan lama- lama Mas! Rianti takut ditinggal sendiri,” ucapnya sambil memainkan ponselnya.Samar- samar terdengar suara percikan air dari kamar mandi. Rustam membersihkan badannya setelah berkeringat. Beberapa saat kemudian disudahi mandinya dan keluar hanya menggunakan handuk mandi.Didekatinya Rianti yang sedang asyik-asyik menikmati pemandangan alam sekitar. Tiba- tiba saja mulut Rianti didekapnya agar tak menimbulkan suara.“ Mas, apa- apaan kamu Mas! Lepaskan,” ucap Rianti dengan memberontak.Tangan Rustam mulai meraba- raba bagian dadanya.“ Hentikan Mas!” Didorongnya Rustam hingga terjatuh di lantai.“Rianti! Sudah lama aku menantikan momen ini. Jika kamu ingin menikah denganku, apa salahnya kita bisa melakukannya. Lagi pula... Kita kan sudah tunangan,” bujuk Rustam meyakinkan R
“Mau apa kalian kemari? Ingat ini urusan rumah tangga kami. Urus saja suami kalian. Jangan sampai mereka direbut pelakor.” Rianti segera menutup pintu agar kedua tetangga julidnya itu tidak masuk ke rumahnya.Kedua wanita itu berbalik arah dan pulang ke rumah masing-masing.“Rianti! Mohon dengarkan Ibumu. Ingat, Rustam adalah saudara tiriku. Namun, sikapnya tak begitu pantas buatku,” ucap Gilang yang semakin geram dengan tingkah Rustam.“Lantas! Aku harus bagaimana lagi? Bukankah menikah dengan Rustam akan memperbaiki ekonomi Ibu?” bantah Rianti membela diri.“Rianti! Harta bisa dicari lelaki seperti Rustam bisa kamu dapatkan. Apalagi kamu cantik. Tapi, ingat harga dirimu dan harga diri keluarga itu lebih penting. Jangan sampai kalian di injak-injak oleh Rustam yang sangat sombong itu.” Mendengar nasehat dari Gilang hati Rianti mulai luluh. Dirinya segera masuk ke kamar meninggalkan Ibu dan Gilang yang masih duduk di ruang tamu.“Bu anggap saja, Gilang adalah anakmu. Mulai besok I
Ketika sampai di rumahnya didapati Bu Meli dan Bu Tatum sedang sibuk membersihkan tempat jualan bakso mereka.“Assalamualaikum,” “ Waalaikum salam,” jawab Bu Meli dan Bu Tatum bersamaan.“ Saya sangat berterima kasih sekali kalian sudah mau membantu saya di saat seperti ini,” ucap Bu Lasmi.“ Sudah seharusnya kita sebagai tetangga saling membantu Bu. Oh iya ini hasil jualan hari ini, orang- orang bilang bakso buatan Ibu enak pas di lidah,” ucap Bu Tatum sambil melirik ke arah Rianti.“Oh Iya, Rianti sakit apa Bu? Kenapa wajahnya sangat pucat sekali seperti orang yang lagi ngidam?" lanjut Bu Tatum.“Hus tidak boleh sembarang bicara. Rianti kan masih gadis,” balas Bu Meli sambil menyodorkan uang hasil penjualan hari ini.“ Oh iya Bu Lasmi, kami pulang dulu ya. Jangan lupa, jika butuh bantuan lagi, kami berdua siap membantu,” jawab Bu Lasmi.“ Oh iya Bu, boleh tidak sisa baksonya kami minta hitung-hitung sebagai upah kami berdua?” tanya Bu Meli Sambung melirik dandang bakso di sampingn