Segera kubaringkan tubuhku untuk beristirahat kembali. Tangisan yang tak bisa kutahan akhirnya pecah juga.
Beberapa saat kemudian Ibu datang masuk ke kamar di tempat aku dirawat. Di peluknya diriku disusul tangisannya.“ Bu, Rianti tidak apa-apa! Sudah, Ibu tenang saja, Dokter Gilang sudah membawaku kemari untuk mendapatkan perawatan lebih.” Kubalas pelukan Ibu dengan hangat.“Sudah Ibu bilang padamu kan, kamu tak usah ikut campur masalah Ibu dan orang tua Rustam. Ibu juga masih bisa cari pekerjaan lain jika mereka sudah tak mau menerima Ibu lagi.” Tangan Ibu yang lemah segera melepaskan pelukannya.“ Bu, Siapa yang mau terima Ibu kerja kalau sudah tua? Rianti mohon bertahanlah sampai Rianti mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menghidupi kebutuhan keluarga kita!” bujukku pada Ibu.“Jadi, Ibu ada harapan untuk kerja kembali jadi buruh cuci pada Bu Melati?” tanya Ibu padaku.“ I- Iya, Bu. Rianti berusaha yang terbaik untuk keluarga kita. Aku juga sudah berjanji untuk putus dengan Mas Rustam agar Ibu bisa bekerja di sana lagi.”“Rianti, maaf ya! Hubunganmu harus kandas karena Ibu.” Dihapumya air mata yang jatuh membasahi pipi.“ Ini bukan salah Ibu, ini hanya takdir yang harus kita jalani. Rianti Janji, tahun ini Rianti harus menjadi seorang PNS agar tak di pandang sebelah mata lagi pada keluarga Mas Rustam!” Kupeluk lagi tubuh wanita yang membesarkanku yang makin hari makin mengecil.Keesokan harinya sesuai dugaanku Mas Rustam balik dari Jakarta. Kepulangannya tanpa diketahui oleh Keluarganya. Sementara diriku masih dirawat di rumah sakit, akibat benturan keras aspal yang kena di kepalaku.“ Bu, Rustam pulang! Bu, buka pintunya,” teriak Rustam dari luar rumah.Beberapa saat kemudian, Ibu Haji Melati membuka pintunya. Dirinya tampak kaget melihat kepulangan putranya yang secara tiba-tiba tanpa memberikan kabar terlebih dahulu.“ kenapa pulang tak bilang dulu pada kami Tam? Kan bisa di jemput di bandara,” ujar Bu Melati yang berdiri di hadapan putranya.“Rustam Kangen sama Ibu. Oh ya Bu, ibunya Rianti Mana?” Sambil melihat sekeliling rumahnya tak ada sosok buruh cuci andalan keluarga tersebut.“Kenapa kamu mau cari Ibu dari orang miskin tersebut. Apakah kamu masih mencintai anaknya?” Keningnya mengkerut.“Justru aku bersyukur kalau Ibu sudah tahu semuanya! Ibu sudah tahu sifat Rianti yang sebenarnya dan tak perlu seleksi calon mantu lagi,” ucap Rustam meyakinkan Ibunya.“Hentikan, Tam! Aku tak ingin kamu menjalin hubungan lagi dengan Rianti si gadis miskin itu. Kamu harus menikahi wanita yang bisa diandalkan di keluarga kami,” ucap Ibu Mas Rustam dengan serakah.“Bu, apa lagi yang Ibu cari semua ada pada diri Rianti! Dia cantik, putih, tinggi, pintar, yang pastinya dia rajin. Aku yakin dia pasti menantu idaman Ibu.” Sambil membawa barang-barangnya masuk ke dalam kamar.“ Rustam, Ibu bilang hentikan! Sampai kapan pun Ibu tak sudi kamu menikahi dengan Rianti. Jodohmu sudah Ibu pilihkan dengan sepupu dari Ayahmu.“ Dengan wajahnya yang penuh amarah Ibunya harus mengatakan Itu pada Rustam.“ Oh, jadi Ibu tetap berpihak pada pilihan sendiri tanpa peduli perasaan Rustam! Baiklah, Ibu akan melihatnya nanti apa yang terjadi dengan Rustam.” Dirinya berbalik menghadap Ibunya kemudian segera masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintunya.Kini dirinya yang baru sampai dari Jakarta harus mendengar celoteh Ibunya yang tak sepikiran dengannya.Lagi-lagi dirinya harus kecewa mendengar perkataan yang keluar langsung dari mulut Ibunya.Beberapa saat kemudian dirinya keluar dari kamar dan mendekati Ibunya yang sedang asyik menonton Televisi.“Bu, Rustam pamit! Mohon jangan cari Rustam lagi.” Disalami tangan Ibunya kemudian berlalu keluar entah pergi ke mana tujuannya.“Kamu mau pergi ke mana lagi, Tam? Bukankah dirimu baru sampai?” Ibunya makin heran melihat tingkah anaknya yang sulit diatur.“Aku mau pergi jauh, Bu! Berharap kedepannya Ibu lebih dewasa dalam memilih calon mantu!” Dibukanya pintu mobil kemudian bersiap untuk melaju.Tak lupa pula dirinya menghubungi Rianti untuk bertemu di tempat pertama kali mereka jadian dan memutuskan untuk memulai pacaran.“Rianti, Aku lagi berada di tempat pertama kali kita bertemu. Jika masih sayang padaku kemarilah melihatku untuk terakhir kalinya!” Dikirimnya pesan ke Rianti melalui aplikasi hijaunya.Tak lupa pula dirinya mengirimkan foto dan racun tikus yang sudah di bawanya.Rianti yang kaget dan tak bisa berbuat apa melihat kondisinya masih sangat terlalu lemah untuk menyusulnya di sana. Dirinya segera mencari cara agar kelakuan Rustam bisa dihentikan.Karena, dirinya sangat mengenali diri Rustam yang keras kepala. Kini dirinya hanya bisa menghubungi adik Rustam untuk memberikan kabar itu.“Assalamualaikum, Jingga ini aku Rianti!” kusapa wanita yang berstatus adik dari Mas Rustam tersebut.Wa’alaikumussalamsalam, eh ada si wanita miskin rupanya! Kenapa mau duit?” jawabnya dengan sok arogan.Sejenak kuberusaha menahan emosinya agar tetap stabil. Bukan mauku menjadi hidup miskin terhina seperti ini, namun takdir memilihku.“Kali ini aku terpaksa menghubungi kamu Jing! Aku juga tak mau berhubungan dengan Mas Rustam lagi,” jelasku mencoba meyakinkan Hingga adik Mas Rustam.“Ya, memang seharusnya seperti itu! Dan semestinya kamu budayakan sadar diri dari dulu.” tukas Jingga dari seberang sana.“Jing, kali ini aku serius! Mas Rustam ingin melakukan sesuatu! Aku sebagai orang yang sangat kenal baik dengan dirinya sudah tahu benar dengan sifat Mas Rustam dia tak pernah main-main dalam bertindak.”“Maksud kamu apa wanita miskin ha?” Lagi-lagi kalimat hinaan yang aku dapatkan.“Mas Rustam ingin bunuh diri, karena Ibumu tak merestui hubungan kami. Jika kamu tak percaya aku akan mengirimkan pesan Mas Rustam untukku padamu,” aku tetap berusaha meyakinkannya agar percaya“Aku tak percaya, Mas Rustam lagi di Jakarta!”“Jingga, kumohon kali ini kamu harus percaya padaku!” Kumatikan teleponnya kemudian segera mengirimkan bukti pesan Mas Rustam ke Jingga.Jingga yang masih kurang percaya dengan kepulangan Kakaknya segera menelepon Ibunya.“Bu, Mas Rustam balik dari Jakarta ya?” tanya Jingga sekedar memastikan.“Iya Jing, barusan Kakakmu pulang! Ada apa ya?” Tanpa menjawab pertanyaan dari Ibunya Jingga langsung mematikan teleponnya kemudian bersiap menuju ke tempat yang Rianti katakan.Benar saja kali ini didapati tubuh kakaknya dengan denyut nadi yang mengeluarkan berdarah dan tubuh yang sudah terbaring membeku.Diambilnya kertas selembar di tangan Kakaknya dan dibacanya.“yang ku mau hanya Rianti" kalimat ini seketika membuat Jingga langsung mengerti. Maksud dari pesan yang ada di kertas tersebut.Segera dirinya menelepon Ibunya kembali dan memberitahukan posisi dia sekarang dengan Kakaknya ada di mana.Bu Haji Melati yang mendapatkan kabar tersebut segera melajukan mobilnya menuju ke tempat yang di katakan Jingga.Tak berselang lama, dirinya sudah sampai di tempat kejadian.Alangkah terkejutnya melihat keadaan Rustam yang sudah terbaring kaku dan di pergelangannya mengeluarkan darah dan busa dari mulutnya.Dirinya melangkah mendekati putranya.“Rustam! Rustam! Bangun Nak, ini Ibu. Dirinya mencoba membangunkan Rustam yang sudah tak sadarkan diri.“Rustam! Rustam! Bangun, Ibu tak mau kamu mati tragis dengan cara seperti ini.Melihat kondisi anaknya yang tak bangun membuka matanya Bu Melati makin menangis, sejadi-jadinya.Kedua wanita itu berusaha memasukkan tubuh Rustam ke dalam mobil dan segera membawanya ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih.“Tam! Ibu mohon Nak, bertahanlah demi Ibu. Setelah ini Ibu akan menuruti semua kemauan kamu.” Isakan tangis Bu Melati semakin menggema dalam mobil tersebut.Jingga yang memeluk kakaknya di dalam mobil segera memegang pergelangan tubuh kakaknya yang sudah semakin lemah dan banyak mengeluarkan darah. Benar saja dirinya semakin terbujur kamu.Kini diri Rustam semakin melemah. Jingga menaruh kedua jarinya di ujung hidung Rustam seperti sudah tak bernafas lagi.“Mas! Mohon jangan tinggalkan Jingga.” Teriakan Jingga semakin histeris.“ Ayo masuk, aku mau mengantarkan pasienku. Sejak tadi dia ditinggal suaminya dan pergi bertemu wanita lain.” Ditatapnya wajah Gilang sambil menjelaskan apa yang dialaminya tadi.“ Rustam meninggalkan Rianti demi si Alya, aduh mana dia pakai mobilku lagi.” Ditepuk jidatnya sambil menahan kesalnya.“ Ayo masuk nanti kita jelaskan di dalam mobil saja, aku kasihan sama wanita yang diperlakukan oleh suaminya seperti ini. Apalagi, dia bawa bayi kembar,” ujarnya sambil fokus menyetir.“ Lelaki yang menjadi suaminya adalah adikku Bro, kami seibu tapi sejak kecil aku tak dibesarkan bersamanya,” jelas Gilang meyakini temannya itu.“ Oh, jadi kita harus ke mana dulu apakah mencari mobil kamu atau mengantarkan Rianti dulu?”“ Aku...aku mau pulang ke rumah Bu Melati saja Mas, kasihan kedua anakku jika harus mengikuti kalian mencari Mas Rustam,” pinta Rianti.“Baiklah, sebagai saudara Rustam aku sangat malu melihat tingkahnya yang kekanakan itu. Seharusnya dia bertanggung jawab dengan apa yang dil
iiiihhh, berisik. Awas ya, jika dalam waktu lima belas menit dari sekarang kamu tidak kembali ke mobil, aku akan tinggal pergi. Kamu pulang dengan jalan kaki saja.” Dimatikan teleponnya, kemudian menelepon Alya yang sejak tadi merajuk akibat lebih memilih mengantarkan Rianti dari pada pergi kepadanya.“ Al, ma- maaf ya. Aku...”Belum sempat meneruskan pembicaraannya Alya langsung memotong pembicaraannya.“ Aku tak butuh permintaan maafmu Mas, sekarang putuskan saja, kamu memilih Rianti atau kamu kesini antar aku ke rumah sakit. Sejak kemarin aku kurang enak badan Mas,” ungkapnya sambil memegang perutnya yang selalu mual itu.“ Tunggu sedikit lagi ya sayang. Aku...aku pasti kena marah Ibuku jika mengabaikan Rianti. Dia juga istri sahku. Jangan buat aku bimbang diantara dua pilihan.” Digaruk Kepalanya yang tidak gatal itu karena kebingungan.“ Terserah kamu Mas. Aku lelah menghadapi sikapmu ini. Nanti aku minta tolong diantar si Rocky saja ya,” balasnya karena kesal dengan sikap Rustam.
Memang benar, kata orang. Kita dihargai Jika kita punya harta,” batinnya Tanpa berpikir panjang lagi dirinya segera pergi meninggalkan tempat itu. Tanpa diketahui oleh Rianti dan dari pihak keluarga Rustam. Sesakit inikah rasanya, ketika harus mempunyai besan dan menantu dari keluarga kaya. Kukira aku akan dihargai, namun tidak sesuai apa yang diharapkan. *** “ Mas, Hasan anak kita sakit. Bisakah aku diantar ke rumah sakit?” pinta Rianti ke Rustam. “ Aku tak bisa, suruh saja kang Asep antar ke sana,” balas Rustam yang masih berbaring di tempat tidur. “ Mas, Aku tak bisa jika harus dengan Mas Asep ke sana. Siapa yang bantu aku jaga Husein Jika ke sana bersama Mas Asep?” “ Kamu bisa mengerti aku tidak, aku masih capek karena resepsi pernikahan kita kemarin. Pergilah bawa anakmu itu aku masih lelah.” Ditariknya selimut kemudian tidur kembali. “Astagfirullah!" Rianti hanya menggelengkan kepalanya karena marah pada Rustam saat ini tak ada gunanya. Rustam yang semakin
Bu- bukan itu maksud saya Bu. Saya hanya...” “Hanya apa? Mundurlah sesukamu. Tapi kembalikan uangku yang sudah rugi karena terlanjur mempersiapkan semuanya.” Rianti hanya terdiam menahan kecewa atas ulah calon mertuanya itu. Dirinya tak berani menatap wajah kedua mertuanya yang saat ini berdiri di hadapannya. “ Rianti! Apa yang terjadi padamu? Kenapa ingin mundur dari pernikahan ini,” ucap Pak Haikal sambil memegang bahu Rianti . “ A-anu Pak, tadi saya mendapatkan informasi kalau Mas Rustam sekarang lagi tinggal bersama Alya di sebuah apartemen. Mas Gilang yang bilang ke aku barusan,” jelasnya. “ Baiklah jika itu yang membuat kamu kecewa. Tapi, sebagai calon mertua kamu, sekali lagi bapak mohon jangan segampang itu mengatakan mundur. Buat kami yakin dengan kemampuanmu untuk menjadi istri Rustam.” “ Baiklah pak, semua ini aku lakukan masih bertahan hanya demi Hasan dan Husein agar mereka bisa punya Ayah,” ujarnya kemudian berpaling menghadap ke putra kembarnya. Rasanya
Kemudian perawat itu segera keluar dari ruangan tempat bersalin Bu Lasmi. Setelah memastikan semuanya aman, Bu Lasmi diam-diam keluar dari ruangan tempatnya dirawat. Dirinya segera menuju ke kamar bayi. Matanya yang liar ke sana-kemari hanya untuk memastikan semuanya aman. Kemudian, segera mencari bayinya dan bayi Bu Melati untuk ditukar olehnya Tangannya yang masih lemah, berusaha menggendong kedua bayi itu , secepat mungkin dirinya beraksi untuk ditukar olehnya. Terdengar suara langkah kaki dari luar menuju ke kamar bayi. “Ibu mau apa di sini?” ucap salah seorang perawat yang berdiri di depan pintu. “ Oh, sa- saya hanya rindu ingin bertemu anak saya Bu,” jawab Bu Lasmi seraya berbalik ke arah perawat yang berdiri di pintu. “Bu, tidak seorang pun yang bisa masuk ke ruangan ini kecuali perawat. Meskipun, Anda adalah seorang pasien harus sepengetahuan dari pihak rumah sakit dulu baru diizinkan masuk ke sini,” jelas salah satu perawat tersebut dengan tegas. “ Ma- maaf Bu, sa
Urus dulu nasibmu Nak. Pastikan kedua anakmu memiliki identitas punya Ayah selanjutnya kamu berpikir bagaimana cara yang terbaik,” balas Ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. “ Baiklah Bu, jika ini permintaanmu. Akan Rianti lakukan meskipun saat ini Rianti sudah lelah menghadapi keluarga Mas Rustam. Tapi, Rianti akan berusaha tegar demi kedua anakku,” jawab Rianti berusaha kuat. “ Kamu pulanglah. Bersikap biasa saja ketika menghadapi mereka. Semoga kamu kuat ya Nak.” “ Baiklah Bu, terimakasih selalu ada untuk Rianti. Besok Rianti berkunjung lagi kemari.” Dipegangnya tangan Ibunya yang masih lemah itu. “ Cucu lembar Ibu mana?” tanya Bu Lasmi tiba-tiba “ Oh, mereka sudah tidur Bu. Aku, menyuruh Bik Tum dulu untuk menjaga mereka,” jawabnya Kedua Ibu dan anak itu saling berpelukan untuk saling menguatkan. Tak lupa pula Rianti pamit ke Gilang agar bisa menjaga Ibu. Seperti pesan Ibunya ketika sampai di rumah keluarga Rustam dia bersikap seperti biasa tanpa peduli tatapan mereka ya