Home / Thriller / 2'20 / 09 - The First Snow

Share

09 - The First Snow

Author: Kamelzy
last update Last Updated: 2021-05-18 15:53:53

Tak perlu waktu lama bagi mereka untuk sampai ke Bandung, rest area sebelumnya sudah membawa mereka pergi cukup jauh dari Jakarta dan kini mereka akhirnya sampai ke pembuka jalanan yang mulai memperlihatkan beberapa bangunan –tanda bahwa mereka sudah dekat dengan kota itu. Ketiganya terdiam, masih tak yakin dengan apa yang mereka lihat bersama, entah itu adalah kenyataan atau mereka hanya sedang berhalusinasi.

“Apa … itu salju?” buka Jane pada akhirnya menyuarakan keraguannya sendiri.

Wonu yang sejak tadi memegang kendali kemudi masih tak menjawab, cukup tak percaya dengan apa yang Jane katakan sekalipun dia juga melihatnya.

Kumpulan salju itu turun dengan pelan layaknya sebuah kapas-kapas kecil yang berjatuhan. Perlahan juga jalanan yang mereka lewati mulai memperlihatkan tumpukkan-tumpukkan salju yang memenuhi pinggiran jalan dan bangunan.

“Apa benar salju?” balas Wonu ikut bertanya.

Cuna yang duduk di belakang masih terdiam. Penglihatannya terasa aneh, dia juga melihat apa yang teman-temannya saksikan, namun sama halnya seperti Jane dan Wonu, sangat sulit baginya untuk mempercayai hal itu. Cuna menyentuhkan ujung jarinya pada kaca jendela sambil memerhatikan pemandangan di luar jendela mobil itu, merasakan dingin yang mulai menjalar di permukaan kulitnya serta angin-angin kencang yang mulai bisa dia lihat sedang menghantam dedaunan di luar sana, rasa penasaran gadis itu perlahan mulai memuncak.

“Jangan buka jendela!” ucap Wonu cepat memperingati Cuna yang tanpa sadar ingin membuka jendela untuk mengetahui secara langsung hal itu. “Kita tak tahu apa yang akan terjadi jika salju-salju itu masuk.”

Mereka terdiam. Semakin dalam mereka masuk ke kota itu, hujan salju perlahan semakin deras sekalipun tak menganggu penglihatan mereka. Ketiganya masih tak bersuara, mencoba mencerna apa yang terjadi di sekitar mereka walaupun hasilnya masihlah nihil.

“Kota ini sepi sekali,” gumam Cuna tanpa sadar. “Sejujurnya jika salju itu berbahaya, itu takkan berpengaruh padaku sebab aku Wrena, bukan manusia.”

“Mereka hanya bilang bahwa Wrena bisa bertahan dari tornado Cuna, bukan yang lain.” Wonu kembali membalas membuat Cuna terdiam, “Untuk sekarang kita perhatikan keadaan sekitar saja dulu. Kota ini sangat aneh jika terlalu sepi.”

Jane mengangguk membenarkan hal itu sambil terus memerhatikan sekeliling mereka. Bangunan-bangunan di sekitar mereka seakan tak memiliki penghuni, toko-toko tertutup dengan tak menunjukkan sedikitpun kehidupan manusia di dalamnya, seluruh rumah tertutup rapat. Bandung terlihat sangat sepi, tak ada bekas tornado, tak ada mayat-mayat yang berserakan, tak ada pati atau bahkan manusia yang berkeliaran.

Kota itu seakan sudah mati.

“Ayo ke mall.”

“Hah?!” tanya Jane dan Wonu bersamaan ketika mendengar ajakan Cuna.

Gadis itu terkekeh kecil mendengar balasan heran kedua kawannya itu, “Kubilang, ayo ke mall.”

“Aku tahu!” kesal Wonu tanpa sadar, “Apa maksud kalimatmu itu?”

“Jika memang tak ada orang ataupun tak ada bekas bencana, semuanya bisa kita lihat dari keadaan mall.” Gadis itu kembali menatap sekelilingnya, “Aku akan memastikan tempat itu aman dulu agar kalian bisa keluar dari mobil.”

“Belum ten—“

“Aku tahu,” potong Cuna cepat membalas ucapan Wonu yang bahkan belum selesai, “Tubuh Wrena ini bisa menyembuhkan dirinya sendiri sekalipun masih lambat, kupikir aku akan bertambah kuat tergantung seberapa banyak manusia atau Wrena lain yang bisa kumakan.”

“Kau berniat terus memakan manusia?” tanya Jane pada akhirnya.

Cuna menggeleng kecil, “Sejak awal aku tak mencicipi manusia Jane, darah yang tak sengaja kurasakan itu adalah darah Wrena.”

Mereka terdiam. Apa yang Cuna katakan memang benar, gadis itu bukan mencicipi manusia melainkan Wrena. Anak kecil itu bukanlah manusia lagi sebab sejak awal dia sudah menjadi Wrena ketika mereka menyelamatkannya.

“Kekuatan anak itu tersalur padaku,” lanjut Cuna sambil memerhatikan telapak tangannya sendiri. “Kupikir, jika aku memakan Wrena lain, maka aku akan mendapatkan kekuatan mereka juga.”

Cuna mengangkat bahu tak acuh sambil tersenyum miring menatap kedua kawannya itu, “Tenang saja, aku takkan memakan kalian kok. Kalian kan mahluk lemah.”

“Setan!” kesal Jane bersamaan dengan Wonu yang tersenyum miring, Cuna terkekeh kecil mendengar balasan gadis itu.

Mengabaikan suara tawa Cuna, gadis itu kembali menatap sekelilingnya. Jane mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi, sebab Wrena itu bilang bahwa Jawa telah ditaklukkan, namun rasanya sangat aneh melihat Bandung dalam keadaan aman.

Dia pikir ketika mereka sampai di Bandung, dia akan bertemu dengan satu atau dua Wrena dan mereka akan dihabisi di kota ini. Namun rasa aman yang tiba-tiba ini benar-benar membuatnya tak nyaman, rasanya begitu aneh.

“Apa kita harus masuk ke tempat parkirnya?” tanya Wonu ketika mereka sampai di jalan masuk meuju mall, pemuda itu melirik Jane dan Cuna secara bergantian.

“Trobos pintu masuknya aja lah, kejauhan kalau pergi ke parkirannya dulu.” Cuna memberi saran membuat Jane tersenyum senang tanpa sadar.

“Iya ya? Masuk dengan mobilnya saja gimana?” tanya gadis itu.

Wonu terkekeh kecil mendengar hal itu, “Baiklah.”

Pemuda itu menabrakkan mobil mereka masuk ke dalam mall, ketiganya terdiam beberapa detik setelah pintu kaca itu rusak akibat tabrakan mobil mereka, lalu menatap sekeliling tanpa mereka sadari.

“Sepertinya memang tak ada orang,” gumam Cuna dengan cepat keluar dari mobil mereka dan menutup pintu mobil itu dengan keras. “Aku aman,” lanjut gadis itu sambil melirik Wonu yang gagal meneriakinya.

Pemuda itu menarik senyuman lurus menatap Cuna yang ada di luar mobil. Bagian dalam mall itu benar-benar terasa kosong, tak ada manusia, tak ada satupun orang yang menjaga setiap toko di sana, semua tempat terlihat rapi dan bersih, tak ada bekas kekacauan jenis apapun di sana.

Cuna memimpin langkah dengan berjalan kaki sedangkan Jane dan Wonu mengikuti gadis itu di dalam mobil. Tanpa Wonu sadari, Jane membuka jendela mobil mereka dan mengeluarkan tangannya, mencoba memastikan bahwa tempat tersebut benar-benar aman.

“Kupikir kita aman di sini untuk sementara,” gumam gadis itu membuat Wonu menoleh ke arahnya, gadis itu tersenyum tanpa dosa ketika melihat raut wajah kesal Wonu yang seakan ingin mengomelinya. “Ayo kumpulkan persediaan makanan dan banda tajam,” ucapnya dibalas Wonu dengan merotasi matanya malas lalu mengangguk pelan.

“Ya, sepertinya memang aman.” Pemuda itu berujar sambil menghentikan mobil mereka.

Ketiganya lantas lebih dulu mengambil tas yang cukup besar, lalu mengambil persediaan untuk masing-masing orang dengan rata. Setiap tas berisikan persediaan makanan, pakaian, dan senjata yang sama rata agar jika sewaktu-waktu mereka terpisah, mereka tak harus mengkhawatirkan yang lain untuk terus bertahan hidup.

“Kita takkan melepaskan tas ini bahkan ketika kita ada di mobil,” ujar Wonu dengan santai. Kedua gadis itu menatapnya tak paham membuat Wonu menghela napas pelan, “Aku tak mau kejadian tornado seperti kemarin datang lagi, dan kita harus tiba-tiba keluar dari mobil tanpa sempat membawa apapun.”

“Oh ...” balas Jane paham, Cuna terkekeh mendengar ucapan pemuda tersebut.

“Ya, kau benar. Kita memang tak boleh melepaskan tas ini sepertinya,” balas gadis itu santai.

.

.

.

“Mereka menyebutnya Banaspati.”

Wanita itu menatap sosok di hadapannya dalam diam, alisnya sedikit berkerut sedangkan kepalanya kini tertunduk, lalu menatap bola api berukuran kecil yang kini melayang di atas telapak tangannya.

“Dewi pasti akan sangat marah karena aku memberikan hal ini padamu.” Sosok itu terkekeh, lalu menatap bola api berukuran kecil yang kini ada di atas telapak tangan anak buahnya.

“Dewi akan selalu marah kok,” balas wanita itu sambil tersenyum tipis.

“Mereka menyebut Banaspati sebagai roh jahat yang memiliki ilmu hitam cukup tinggi.” Wanita itu menatap bola api tersebut sambil menyimak penjelasan tipis dari sosok di hadapannya, “Dia tak lebih dari roh yang tercipta karena sebuah ketakutan sejujurnya,” ujar sosok itu. “Semakin bersih hati lawanmu, semakin mudah dia menghabisi bola api itu. Dia memintaku untuk memberikan ini padamu, sebab sepertinya Dewi takkan bisa menggunakannya.”

“Untuk apa ini?” tanya wanita itu dengan polosnya.

“Membakar, menghancurkan, membunuh. Apa lagi memangnya?” balas sosok tersebut membuat wanita itu tertawa pelan.

“Kau tahu aku tak suka membuat sebuah keributan.”

“Kalau begitu, gunakan akalmu seperti biasa. Aku tahu kau selalu pintar memilih lawan yang menarik, Hindia.”

Wanita yang dipanggil Hindia itu hanya tersenyum tipis. Dia tahu mengapa dia mendapatkan kekuatan kecil ini, terlebih juga sepertinya mahluk berukuran bola itu terlihat lucu ketika berada di dalam genggamannya. Perlahan, mahluk tersebut merobek kecil ujung pergelangan tanggan Hindia, lalu membuat garis tipis dan perlahan menyerap masuk lewat luka gores yang cukup dalam itu. Dirinya secara langsung akhirnya menjadi bagian dari tubuh Hindia.

Sosok di hadapannya hanya memasang senyuman miring melihat Hindia yang kini mengangkat kepala dan menatapnya. “Pergilah,” balas sosok itu membuat Hindia mengangguk pelan.

“Segera dilaksanakan, Ratu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Toto Oyot
bgus sy suka
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • 2'20   60 - Akhir Kisah.

    [BAGIAN; DI UJUNG NAPAS YANG TERCEKAT]Dalam satu detik yang terasa begitu lama, Dirga menelan salivanya menatap sosok Arta yang kini baru saja menjatuhkan mayat Cuna di hadapan Jane dan Putra. Pemuda itu menahan napas sejenak, mencoba sekeras mungkin untuk mengabaikan apa yang dia lihat. Dirga lalu kembali mengalihkan atensinya ke arah Kendari ⸺mendapati wanita itu sedang terdesak dengan Gilang yang sedang mencengkeram belakang kepalanya⸺ dan dengan segera meloncat terbang hendak meninggalkan Dewiana jika saja wanita itu tidak dengan cepat menusuk lehernya menggunakan tongkat putih bercorak biru tersebut, lalu menjatuhkan pemuda itu, membuat wujud Barong Dirga jatuh ke menghempas kolam raksasa yang ada di dalam tembok.“Kau harus perhatikan lawanmu, Dirga.” Wanita itu menyeringai tanpa sadar, “Tak peduli apa pun yang sedang terjadi di sekitarmu.”Dirga menahan jeritannya, sedangkan tangan pemuda yang memegang pe

  • 2'20   59 - Tepat Di Depan Mata

    Jane dan Putra ada di dalam perisai yang Kintan ciptakan ketika Hindia pertama kali muncul di udara dengan sekumpulan salju yang mulai bersatu dan membentuk tubuh tingginya. Di detik setelahnya, seluruh salju yang melapisi tubuhnya itu seketika lenyap bersamaan dengan hujan salju di sekitar mereka yang kini berubah menjadi ribuan butir bola api. Mereka dalam diam menatap hujan itu mengingat bahwa mayoritas dari para prajurit pun kini juga ada di dalam perisai yang telah di ciptakan oleh beberapa Pilar. Api itu tak bisa menembus perisai yang telah mereka ciptakan, jadi mayoritas dari mereka berpikir ... semua akan aman selama perisai yang kini melindungi mereka tak terbuka. “Kota ini terlihat sepi jadi aku membawa sedikit pasukan,” ucap Hindia bersamaan dengan perisai milik Gandi yang dia buka secara tiba-tiba karena luapan api yang kian membesar di dalamnya. Beberapa pasukan yang ada di sekitar Gandi itu membuka seragam bagian terluar mereka karena bekas salju yang m

  • 2'20   58 - Rencana Dari Yamani

    Dalam kurang dari satu detik setelah meminta izin secara sepihak pada Kendari, Andra kini sudah benar-benar ada di hadapan Hindia. Membuat wanita itu menahan rasa kaget sekaligus takjub karena aura panas mencekam yang tiba-tiba saja ingin membakar habis tubuhnya.Hindia selalu menikmati momen-momen ketika dia bisa melawan seseorang yang lebih kuat darinya. Hingga pada umumnya, wanita itu akan memanfaatkan waktu sebaik dan selama mungkin agar bisa membuat perkelahian mereka berjalan dengan sangat lama.Berbeda dengan seseorang yang dia anggap lebih lemah, dia akan membuat skenario baru seakan dia adalah sosok yang baik, yang membiarkan korbannya itu untuk hidup lebih lama. Lalu, dengan kelengahan yang korban itu miliki karena merasa telah selamat, dia akan memanfaatkan korban itu dan memainkannya seperti boneka di waktu-waktu yang tepat.Seperti apa yang dia lakukan pada Cuna.Tepat di satu detik setelahnya, tangan Andra sudah lebih dulu mencengke

  • 2'20   57 - Pertempuran Antar Teman Lama

    Bisa dibilang, mereka direkrut sebagai anak buah para Cendrasa di waktu yang bersamaan. Sebagai angkatan yang cukup tua, baik Dewiana maupun Dirga sama-sama dianggap sebagai kandidat terkuat untuk menjadi anggota Cendrasa, bersama dengan Hindia.Dirga tahu persis sekuat apa Dewiana, begitu sebaliknya. Mereka mungkin jarang bertarung bersama, keduanya juga jarang dimasukkan ke dalam misi yang sama. Namun, mereka cukup dekat ketika rapat terjadi karena Dirga suka sekali memancing emosi Dewiana, sedangkan wanita itu juga terkadang suka menjaili Dirga dengan cara yang tak normal.Misalnya dengan tiba-tiba mendorong Dirga keluar dari Kastil dan membuatnya menghempas jatuh tenggelam ke Black Ocean yang ada di bawah Kastil itu. Tak semua orang bisa bertahan jika jatuh ataupun bersentuhan dengan Black Ocean karena bisa dibilang, itu adalah lautan yang tak pandang bulu dalam memakan sesuatu. Namun, Dewiana juga tahu bahwa Dirga memiliki sesuatu yang bisa membuatnya bertahan jik

  • 2'20   56 - Salju yang Membakar

    “Ini baru lima menit pertama sejak kau muncul, Dewiana Surya ...” Suara itu menggema bersamaan dengan sekumpulan salju yang membentuk sebuah tubuh lengkap dengan gaun panjang, serta tiga bola api yang melayang berputar di atas telapak tangan kirinya. Perlahan, salju-salju itu menghilang dan digantikan oleh wujud sempurna Hindiana Putri, dengan rambut bergelombang yang menutupi sepanjang punggung sampai pinggulnya, dengan payung hitam yang menutupi pucuk kepalanya, bibir yang dipolesi warna merah darah, selaras dengan iris matanya. Wanita itu setinggi 200 sentimeter, dengan gaun berenda hitam yang melapisi seluruh tubuh tinggi semampainya.Hindia memasang senyuman miring sambil mengangkat payungnya, bersamaan dengan itu semua salju yang sebelumnya menghujani mereka, ⸺yang jatuh dan menutupi nyaris seluruh daratan serta pohon-pohon di pulau Bali⸺ kini kembali ke dalam wujud asli mereka, yaitu api.Dalam seke

  • 2'20   55 - Rantai Yang Mengikat

    “Dewiana, namanya ... Dewiana Surya.” Cuna membeku mendengar bisikan itu lagi di dalam kepalanya. Walaupun baru beberapa hari berlalu, rasanya seperti sudah lama sekali dia tak mendengar suara itu lagi.“Mungkinkah?” pikir gadis itu bersamaan dengan Arta dan Rolla yang terbang di sampingnya, mereka berada beberapa kilometer di hadapan Dewiana.“Kau bisa mendengarku kan, Cuna?” tegur suara itu. Cuna menelan salivanya tanpa sadar, benar-benar tak menyangka bahwa dia akan kembali mendengar suara itu dengan sangat jelas di dalam kepalanya.Gadis itu sama sekali tak bisa bereaksi atau pun membuka suara. Rasa takut itu perlahan menggerogoti tubuhnya, dia sama sekali tak bisa mengendalikan diri ataupun membalas ucapan Hindia di dalam kepalanya.“Kau tahu, ada hal yang sangat mustahil dilakukan manusia dengan mudah ketika dia pertama kali menjadi Wrena. Hal itu adalah ... me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status