Aldebaran mencoba menenangkan Zoya yang terpukul. Dia menarik tangan Zoya.Dia berkata, "Zoya, tenangkan dirimu! Apa Tuan Sultan harus kehilangan semua anaknya di tangan Ezra?""Tapi Kak Manda Kakak kandungku," sahut Zoya sambil menangis. Zoya melihat darah Amanda tidak berhenti mengalir dari punggungnya.Aldebaran terus menarik tangan Zoya kuat-kuat. Mau tidak mau, Zoya hanya bisa pasrah mengikuti kemauan Aldebaran."Aku tahu. Tapi nggak gini, Zoya. Kita berdua akan mati di tangan Ezra," kata Aldebaran. "Aku akan sangat menyesal di hadapan Manda kalo gagal jagain kamu. Ayo kita pergi dari sini! Anak buahku akan mengurus Manda."Zoya menghapus air mata. Akhirnya, dia melangkah pergi. Pikiran dan hatinya kacau akibat ulah Ezra yang brutal.Aldebaran menyadari ada yang tidak beres.Dia a menoleh ke belakang dan melihat beberapa orang mengejar mereka."Tuan, awas di belakang Anda!" teriak El memberitahu. El berlari menghampiri Aldebaran dan membantu menghajar para pengejar.Aldebaran
Ezra memegangi Amanda yang selalu berusaha ingin meloloskan diri darinya. Dia mencengkeram bahu Amanda lebih kuat. Meskipun tubuhnya penuh luka, si pengkhianat keluarga Alexander itumasih mampu melanjutkan aksinya. Ezra memindahkan tangan kirinya. Dia mencengkeram leher Amanda sambilmenodongkan senjata api di kepalanya.Buk buk buk!Situasi terkini di gudang tua sangat kacau. Beberapa orang terluka dan sebagian lagi terus saling menyerang tanpa mengenal belas kasih. Seakan nyawa tidak berharga lagi, mereka menyerang membabi buta. Satu hal yang Aldebaran pelajari di sekolah militer yaitu menyerang atau mati!Suasana berubah menjadi sangat tegang. Ezra melakukan suatu hal yang tak terduga.Dor!Ezra melepaskan satu amunisi ke udara sebagai tanda tembakan peringatan. Dia ingin anak buah Aldebaran berhenti menyerang anak buahnya. Dia tau, tanda-tanda kekalahan mulai terlihat.Zoya memekik karena terkejut mendengar suara tembakan tersebut."Aargghh!"Aldebaran dengan cepat meraih memel
Keenan menatap Amanda dengan penuh kebencian. Wajahnya merah padam dengan kedua tangan mengepal. Amanda tidak mau kalah. Dia membalasnya. Meskipun Keenan sudah bekerja selama bertahun-tahun di keluarga Alexander, tetapi dia justru berkhianat."Saya kerja di keluarga kamu bahkan sebelum kamu dilahirkan, Nona Manda!" seru Keenan dengan bangga."Segitu bangganya kamu, hei pria bautanah!" teriak Amanda sambil membuang ludah ke lantai.Diam-diam Aldebaran tersenyum dan bangga dengan sikap Amanda. Amanda benar-benar berani!"Mulut pedas Amanda ternyata berguna di saat-saat kayak ini."Tak tak tak!Keenan berjalan cepat ke arah Amanda. Lalu, menjambaknya."Tuan Ezra, apa saya boleh menyiksa Gadis liar ini?""Jangankan disiksa, kamu tiduri pun pasti aku kasih izin," sahut Ezra. Ezra menurunkan senjata tajamnya dan menciumi kulit leher Zoya. "I love you, Zoya."Zoya berusaha mengelak. Tetapi tenaganya tetap kalah dengan Ezra."Berhenti!" teriak Amanda saat melihat Zoya berada di bawah anca
Krak!Aldebaran membuka penutup gorong-gorong agar dia bisa masuk ke sana. Gudang tua ini memiliki gorong-gorong yang menghubungkan area luar dengan bagian dalam gudang.Gorong-gorong ini kering dan aman. Setelah Aldebaran berhasil membukanya, dia masuk dan menutupnya kembali agar tidak ada yangmencurigai pergerakannya.Suasana gelap langsung terasa. Tak tak tak!Suara sepatu Aldebaran terdengar nyaring. Dia berjalan menggunakan senter yang berasal dari jam tangannya. Dia melihat ke sekeliling sambil mengarahkan senternya ke segala arah.Dia terus berjalan mengikuti gorong-gorong yang entah akan berujung ke mana! Karena memang jalan di depannya seolah tidak berujung."Hmm, kalo dilihat dari titik merah ini, seharusnya Zoya berada di sekitar sini,"ujar Aldebaran sambil terus berjalan.Pluk!Ponsel Aldebaran terjatuh. Dia berjongkok untuk mengambilnya. Lalu, membuka pesan masuk yang berasal dari El.El : Tuan Kells, kenapa kamu nggak jawab telepon dari Detektif Lingling?Aldebaran me
"Hmm?" Aldebaran mengerutkan dahi. Kedua mata tajamnya fokus pada titik merah yang berkedip-kedip. Sesuai dengan cara kerja pendeteksi lokasi yang dia tanam di jam tangan Zoya, seharusnya titik lokasi yang tertera akurat."Halo? Gimana?"Aldebaran mendengar El sedang berbicara dengan seseorang di saluran telepon. Setidaknya Aldebaran tahu, dia memiliki satu tim hebat untuk menolong Zoya."Tuan Kells, ada apa?" tanya Felix."Nggak. Aku cuma berpikir, kenapa Tuan Sultan nggak mengangkat panggilan teleponku? Apa Beliau masih rapat?""Saya kurang tahu, Tuan," sahut Felix sambil membelokkan mobilnya ke arah jalan Jenderal Sudirman."Saya coba hubungi Tuan Aldo dulu," kata Aldebaran sambil mengambil ponselnya. Dia menekan beberapa tombol di layar ponsel sebelum akhirnya seseorang menerima panggilan teleponnya."Halo?" sapa suara di ujung telepon."Tuan Aldo, gimana keadaan di rumah?""Oh, rupanya kamu, Tuan Kells," sahutnya. "Sejauh ini, semuanya aman. Kamu dan Nona, gimana?""Ternyata,
Wajah Aldebaran merah padam. Sorot matanya mengisyaratkan, dia sedang tersulut api emosi yang sudah memuncak. Di dalam dirinya mengalir hasrat menembak pelaku yang telah membuat Zoya menghilang daripandangannya. Seluruh kru kabin pesawat hanya bisa pasrah. Tidak banyak dari mereka yang ketakutan melihat perlakuan Aldebaran pada pria malang tersebut. Aldebaran yang tidak mengenal ampun segera menghajar si pria yang menyamarsebagai pelayan kamar.Buk buk buk!Serangan demi serangan terusdilakukan Aldebaran. Dia tidak membiarkan sipria menyerang balik. Aldebaran bertindak bagaikan sedang dirasuki iblis dari neraka. Dia bahkan tidak memberikan si pria kesempatan untuk bicara."Tu-Tuan, a-apa salah sa-saya? Kenapa kamu memukuli saya tanpa sebab?" Si pria mencoba membuka komunikasi dengan Aldebaran. "Kamu pikir, aku bodoh atau gila?! Hah?!"Aldebaran berteriak di depan semua orang. Dia ingin memberitahu bahwa tidak ada seorangpun yang mampu melawannya ataupun bermain-main dengannya